“Dari siapa?” tanya Feli penasaran ketika raut muka Archer mendadak terlihat jengkel.Archer melirik Feli sejenak dengan lirikan masam. “Dari orang nggak penting.”“Siapa, sih?”Akhirnya Feli bangkit dan mengambil bingkisan tersebut dari tangan Archer, demi menuntaskan rasa penasarannya. Mata Feli seketika membulat dan bergumam, “Rafi?”“Kamu masih berkomunikasi dengan dia?” Mata Archer memicing curiga.Tak tanggung-tanggung, Feli mengangguk jujur di depan suaminya, yang membuat raut muka Archer terlihat semakin masam.“Seberapa sering?” selidik Archer.“Nggak sering-sering banget,” jawab Feli sembari menaruh kembali bingkisan itu di meja. “Dia suka nanyain kabar Kimmy, mana mungkin nggak aku jawab? Niat baik orang lain harus disambut dengan baik juga, ‘kan?”“Kimmy anakku, bukan anak dia yang harus selalu dia tanyai kabarnya!”Feli menghela napas panjang dan berdiri di hadapan Archer, kedua telapak tangannya menangkup rahang pria itu yang ditumbuhi rambut halus yang baru saja tumbuh
Setelah Ernest kembali terlelap, Feli memutuskan untuk membuka paket yang masih teronggok di atas meja. Archer sedang tidak ada. Akibat percakapannya tadi, pria itu kini berakhir di ruang olahraga.Padahal kakinya belum sembuh total, tapi Archer sedikit pun tidak mengeluh.Setelah membuka kertas pembungkus terluar, kini Feli menggunting bubble wrap hingga tersisa box kardus berbentuk persegi. Ia membuka kardus tersebut, lalu terkejut begitu melihat isinya.Ada sepuluh eksemplar buku cerita anak, full warna dengan judul yang berbeda, berbahasa inggris dan jilidnya tebal. Lalu ada paper bag putih berisi bedong bayi berbentuk teddy bear, bahannya seperti selimut, lembut dan hangat.Saat Feli akan membuka buku cerita itu satu persatu, sebuah amplop tiba-tiba terjatuh ke kakinya. Ia memungutnya dan membukanya. Rupanya amplop itu berisi kartu ucapan dari Rafi.‘Selamat atas kelahiran anak keduamu, Fel. Aku ikut bahagia mendengarnya. Tapi aku nggak pandai memilih hadiah, aku diberitahu oleh
Setelah melakukan beberapa kali sesi konsultasi dengan Eva, Feli akhirnya sudah bisa menjalani aktifitasnya di luar rumah dan berbaur dengan banyak orang.Ia juga sudah beraktifias kembali di butik meski hanya datang sesekali untuk mengecek pekerjaan atau meeting dengan seluruh staf dan kliennya.Namun, tetap saja, setelah pertemuan dengan orang lain itu berakhir, Feli akan merasa lelah sendiri dan keringat dingin keluar dari pelipis dan dahinya.Archer selalu sigap menemani dan menomorsatukan Feli di atas urusannya. Dia selalu ikut setiap kali Feli ada kegiatan di luar, lalu menyiapkan bahu dan dadanya sebagai sandaran setiap kali Feli merasa lelah dan takut.Sampai akhirnya hari persidangan Eden pun tiba. Archer dan Feli akan datang ke pengadilan untuk memberikan keterangannya sebagai korban dan saksi, hari ini.“Sunshine, are you oke?” bisik Archer seraya memeluk istrinya dari belakang. Ditatapnya manik hazel yang berbulu lentik itu melalui cermin di hadapan mereka. “Masih ada wakt
Proses persidangan untuk Eden pun akhirnya selesai dilaksanakan. Sidang kali ini adalah untuk proses pembuktian dengan mendatangkan beberapa saksi termasuk Archer dan Feli. Juga berbagai barang bukti yang diperlihatkan selama persidangan.Feli memperhatikan suaminya yang tampak tidak sabar menanti sidang keputusan yang kemungkinan dilakukan beberapa minggu ke depan. Mungkin Archer ingin segera melihat wajah Eden yang terpuruk ketika hakim memberi putusan hukuman yang akan didapatkannya.Ketika Eden keluar dari ruang persidangan pun, Archer menghunuskan tatapan tajamnya kepada pria yang kedua tangannya diborgol itu.Feli tidak banyak berkata-kata, ia hanya mengusap bahu Archer supaya suaminya itu tetap tenang dan bisa mengendalikan emosinya.Ketika Feli sedang memperhatikan raut muka Archer, tanpa sengaja ia melihat sosok wanita yang memakai masker. Wanita itu juga sempat memberikan keterangannya di kursi pemeriksaan tadi. Dia Andita. Pandangannya sempat bersitatap dengan Feli, sebelum
Archer terlihat marah, yang membuat Feli berusaha mundur tapi punggungnya mentok ke mobil dan tak bisa menghindar. Mata Feli mengerjap. Bukan hanya merasa bersalah, tapi ia juga sedikit takut melihat ekspresi suaminya itu.“A-ada apa?” tanya Feli basa basi ketika Archer sudah berdiri di hadapannya.Archer tidak menjawab. Mata elangnya hanya menatap Feli tanpa berkedip, itu membuat Feli jadi salah tingkah.“Kamu marah? Tapi… kenapa?”“Kamu nggak sadar?” tukas Archer dengan rahang mengetat.Dengan wajah tanpa dosa, Feli menggeleng pelan.“Astaga…!” Archer mengusap wajahnya dengan kasar, lalu membuang napas. “Kamu ingat? Tadi kamu meminta izin padaku cuma sebentar. Sebentar! Tapi apa buktinya? Sampai sepuluh menit kamu nggak juga kembali. Aku keluar cari kamu, ada orang yang bilang padaku kalau tadi kamu ngobrol sama Andita, tapi aku lihat kamu dan Andita sama-sam
Feli beringsut mendekati Archer, lalu memeluk lengannya dan merebahkan kepala di bahu bidangnya itu. Ia sempat menahan napas ketika Archer mengecup puncak kepalanya. “Kenapa di dunia ini harus ada pelakor, ya?”“Hm?” Alis Archer terangkat. “Pelakor?”“Iya.” Feli mengangguk. “Kalau nggak ada perebut suami atau istri orang, mungkin angka perceraian di dunia akan menurun sebanyak dua puluh sampai empat puluh persen.”Archer menghela napas panjang, ia sedikit tersindir karena sempat menjadi pelaku perselingkuhan di masa lalu.“Menurutku… perselingkuhan ada karena baik istri maupun suami sama-sama nggak mau terbuka dan komunikasi dengan baik.”Feli mendongak, menumpukan dagu di bahu Archer dengan mata memicing. “Mengomunikasikan apa? Bicara kalau udah nggak cinta sama istri atau suami, lalu jujur sudah tertarik dengan wanita atau pria lain di luar sana. Begitu?”“Ya itu salah
Feli menyunggingkan senyuman lebar dan berteriak kecil. Pancaran kebahagiaan terlihat jelas dalam sorot matanya. Ia menekan sebuah tombol, hingga kaca pintu di sampingnya turun perlahan.“Udaranya segar banget, Archer!” pekik Feli seraya melongokan wajah ke celah yang terbuka itu, dihirupnya dalam-dalam udara segar dan sejuk kawasan puncak yang sedang mereka lewati. Kiri dan kanan jalan dipenuhi kebun teh dan dipagari pepohonan hijau.“Hari-hati, kepala kamu jangan terlalu keluar, Sunshine. Bahaya.”“Ish! Nggak, lah!” sergah Feli dengan mata mendelik ke arah Archer—yang juga tengah menurunkan kaca pintu dan mematikan AC. Detik berikutnya Feli kembali tersenyum lebar dan melihat ke luar. “Kenapa nggak pakai mobil kamu yang putih aja, sih? Biar atapnya bisa dibuka.”“Ah, iya juga ya.” Nada bicara Archer terdengar menyesal. “Kenapa nggak kepikiran?” Ia berdecak lidah.“Nggak apa-apa. Berarti lain kali kita harus ke sini lagi bareng anak-anak.”“Iya, kalau Ernest sudah agak gede. Kasihan
Di tengah-tengah dinginnya udara Puncak siang itu, terdengar decap halus dari dua indra perasa yang saling bertaut, diiringi dengan napas yang memburu. Feli tak bisa menolak sentuhan suaminya dan ia membalas pagutan pria itu dengan sama liar. Feli sempat memekik tertahan ketika Archer mengangkat tubuhnya ke pangkuan ala bridal.“Kita ke kamar, kaca di sini transparan ke luar,” bisik Archer di sela-sela pagutannya. Kakinya melangkah pelan menaiki anak tangga tanpa melepaskan tautan bibir mereka.“Buka pintunya.” Suara serak Archer kembali terdengar.Feli menurut, ia melepas satu tangannya dari leher Archer untuk memutar kenop pintu, lalu mendorongnya hingga terbuka lebar. Ruangan kamar itu tidak terlalu luas. Dinding dan lantainya terbuat dari kayu dengan interiornya yang bergaya vintage.Feli tidak sempat menelusuri pemandangan di seisi ruangan, sebab wajah Archer kembali menghalangi pandangannya. Bibir mereka saling bertaut dan dengan perlahan Archer menurunkan Feli di atas satu-satu