"Apa selama ini, kau terganggu dengan ucapan Mama?" tanya Raffi setelah kami berdua saling diam cukup lama."Bukan begitu, bisa saja 'kan apa yang kau ungkapkan ini karena Tante Maya yang mendesakmu."Raffi menggeleng tersenyum."Kau ingin aku berkata jujur?"Aku mengangguk."Ya, memang ini keinginan Mama, tapi aku yakin pilihan Mama adalah pasti yang terbaik untukku. Dan sejauh aku mengenalmu, kau memang berbeda, jujur saja aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu, ditambah dengan dukungan dari Mama, jadi apa salahnya kita mencoba membina hubungan yang lebih serius," paparnya."Apa kamu bilang? Mencoba membina hubungan yang lebih serius? Jadi kamu pikir, untuk komitmen sebuah hubungan itu hanya ajang coba-coba?"Mendadak aku jadi tak berselera makan. Aku menatap laki-laki yang duduk di depanku ini dengan tatapan kesal."Bukan! Bukan begitu Putri, ah salah lagi gue," gumam Raffi tampak frustasi."Lalu?""Ya, aku mencintaimu dan aku ingin menikahimu Putri.""Sudahlah Raffi, seper
Tanpa pikir panjang aku langsung membuka aplikasi hijau, menekan nomor Raffi dan melakukan panggilan telepon."Hallo Raffi! Kau menguntitku?!" ucapku langsung begitu dia mengangkat panggilan dariku."Woo, telepon langsung marah-marah, santai dong Putri Sayang." Netraku membeliak mendengarnya memanggilku dengan sebutan Sayang."Stop memanggilku begitu, aku bukan istrimu, Raffi!" sungutku."Ya, sebentar lagi kan jadi istriku," ucapnya kepedean."Raffi, please, jangan bikin aku kesal.""Siapa yang mulai, kau sendiri yang telepon aku 'kan. Gimana makanannya enak? Itu aku pesan khusus untuk kamu lho," ucapnya dari seberang sana."Ya, ya ... Enak. Makasih ya, tapi lain kali tak usah repot-repot. Aku bisa keluar cari makan siang sendiri.""Putri, Putri, kamu kalau lagi kesal begini makin terlihat cantik tahu," ucapnya sambil tertawa kecil."Raffi! Kau benar-benar menguntitku!""Apa buktinya kau bilang aku menguntitmu."Aku terdiam menelisik sekeliling ruanganku, tak ada yang mencurigakan, s
"Maaf ada apa ya?" tanyaku begitu kaki ini sampai di teras rumah. Terlihat di meja sudah ada dua cangkir teh, pasti Bik Jum sudah membuatkan minuman untuk dua orang ini."Selamat sore, dengan Mbak Putri?" tanya salah satu dari mereka."Iya. Saya Putri.""Perkenalkan saya Tyas, dan ini teman saya Ineke." Kami bertiga saling berjabat tangan."Saya kemari karena diminta untuk membantu make up Mbak Putri ini. Bagaimana apa sudah siap, atau mau mandi dulu Mbak Putrinya?"Aku menatap kedua wanita itu dengan tatapan bingung. "Tunggu dulu Mbak, tunggu, ini saya nggak paham ini, maksudnya Mbak berdua ini mau dandanin saya gitu? Siapa yang nyuruh Mbak, ehm maaf, maksud saya siapa yang meminta Mbak berdua datang kemari?" Aku bertanya dengan sedikit ketus, pasalnya semua kejadian hari ini benar-benar membuatku pusing.Kedua wanita itu justru menatapku tersenyum."Ada lah seseorang yang meminta kami untuk itu, jadi yuk, segera jangan lama-lama, biar nggak terlambat, akan ada acara makan malam ka
"Mari Kak, silakan!" Seorang laki-laki muda membukakan pintu mobil untukku."Terimakasih," sahutku tersenyum. Mobil pun melaju menuju ke kafe. Setengah jam perjalanan karena macet, mobil pun memasuki pelataran kafe, kembali laki-laki itu membukakan pintu untukku. Kemudian mengantarku melalui pintu samping ternyata kafe ini juga ada akses dari pintu samping dan area samping ini ternyata sepi. Tak seramai seperti di depan dan di dalam.Di area samping adalah area outdoor dengan hamparan rumput yang lumayan luas ada beberapa bangku dan kursi, serta dekorasi yang menarik. Beberapa lampion dan lampu LED kekuningan bergatungan pada seutas tali.Juga lampu-lampu kecil berwarna warni yang melilit di batang pohon. Desiran angin mengibarkan hijab pasmina yang kukenakan. Aku terus berjalan mengikuti laki-laki muda yang kuyakini adalah orang suruhan Raffi itu masuk lebih ke dalam area samping kafe.Hingga pemandangan menakjubkan membuat netraku membaliak. Lilin-lilin yang dialasi mangkuk-mangkuk
"Raffi kamu apa-apaan?" ungkapku keberatan melihatnya berlutut."Jika iya. Kau bisa mengambil cincin ini dari kotaknya, tapi jika tidak kau bisa menutup kotaknya."Lagi, kembali dibuat tertegun. Aku mengedarkan pandangan melihat sekeliling. Tak ada siapapun, hanya ada kita berdua di tempat ini.Kembali aku menatap wajahnya yang masih menatapku penuh harap. Dalam hati aku terus menimbang jawaban seperti apa yang harus kukatakan. Mengambil cincin itu atau aku menolaknya dengan menutup kotak cincin itu.Aku menatap kedua manik hitam itu, terlihat sebuah kejujuran dan dan rasa ingin melindungi terlihat dari pancaran matanya. Aku memang bukan Tuhan yang mengetahui isi hati manusia, tapi kembali aku mengingat semua yang sudah kami lalui bersama, bahkan saat aku dalam bahaya sekalipun, Raffi datang sebagai penyelamat bahkan ia menjadi garda terdepan melindungiku, bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya sendiri hanya demi menyelamatkan diriku.Aku tersenyum menatapnya. Kemudian dengan pe
"Iya. Pokoknya kamu nggak usah khawatir, nggak usah mikirin apa-apa udah tinggal manut aja, nanti Mama yang urus semuanya. Mama punya banyak kenalan dari MUA sampai dekorasi dan katering, baju kebaya apalagi koleksi dari butik Mama tinggal pake. Pokoknya beres semuanya ya, Sayang. Kamu tinggal persiapkan diri kamu aja. Insya Allah semuanya beres, acaranya lancar."Aamiin. "Terimakasih banyak Tante. Semoga ini memang jalan yang terbaik. mohon doa restunya ya Tante.""Eh, eh! Kok panggilnya Tante terus, Mama dong Sayang! Mulai sekarang harus biasakan panggil Mama oke!""Eh, ehm, iya Mama." Aku tersenyum canggung, meski di seberang sana beliau tak melihatku.Sedangkan Bik Jum yang duduk menikmati nasi gorengnya, menatapku sambil senyam-senyum."Akhirnya apa yang selama ini Mama harapkan akan terwujud. Mama selalu mendoakan yang terbaik buat kamu dan Raffi. Dari sekian banyak perempuan yang Mama tahu dekat dengan Raffi, cuma kamu yang Mama rasa sangat cocok menjadi pendampingnya Raffi, P
Sampai di rumah, Raffi masih membuntuti mobilku, alhasil, sesaat setelah aku mematikan mesin mobilku, Raffi sudah berdiri di dekat kaca jendela mobilku."Keras kepala!" ucapnya sinis."Biarin! Salah sendiri!" sahutku tak mau kalah."Putri, aku ini calon suamimu, tak bisakah kau bersikap lembut sedikit?""Aku nggak suka terlalu dikekang." Aku keluar mobil dan berjalan ke teras rumah. Kemudian mendaratkan bobotku di kursi teras."Apa salahnya menuruti permintaanku, selagi itu memang untuk kebaikan.""Ya, aku tau itu Fi, tapi aku lebih suka kita tetap bersikap seperti biasanya, nggak perlu berlebihan." Aku membuang napas berat."Oke. Oke. Kali ini aku coba mengerti. Please, jangan ngambek lagi."Aku tersenyum kemudian mengulurkan tanganku."Cokelat dulu." Aku menengadah tanganku padanya."Kebiasaan! Untung cinta, kalau enggak–""Kalau enggak kenapa?" tanyaku sambil tersenyum menatap Raffi."Kalau enggak ya, ogah lah!" Aku dan Raffi sudah seperti menjadi kebiasaan kalau sedang berdebat a
Tak terasa kami telah sampai di penghujung acara semua yang hadir menikmati hidangan yang telah disuguhkan. Tante Maya memesan menu makanan dari catering temannya, dan ini rasanya enak. Semua tamu undangan menikmati jamuan makan sambil berbincang santai. Hingga tiba-tiba Tante Ranti mendatangiku dengan wajah masam."Saudaranya Raffi yang itu tuh, emang beneran nyebelin ya Nis." Aku mengernyit melihat Tante Ranti yang datang dengan wajah di tekuk. Aku meletakkan gelas minumanku di meja, dan melirikRaffi, tampak sedang berbincang dengan rekan bisnisnya tak jauh dariku."Maksud Tante yang mana? Tante Syakira dan Dea lagi?""Iya lah, siapa lagi kan sepanjang acara ini berlangsung cuma mereka berdua yang tak suka dengan acara lamaran ini. Heran Tante, kalau nggak suka ya nggak usah datang sekalian, daripada datang tapi kepanasan kayak kebakaran jenggot begitu," sungut Tante Ranti."Mereka memang seperti itu, Nisa udah tahu kok, jadi nggak kaget, biarin aja. Toh kehadiran mereka. Suka ata
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m