Satu kursi lebih tinggi dari yang lainnya di tengah ujung meja sebelah sana. Sepertinya itu kursi untuk Om Hendrawan. Dua kursi di sisi sebelah kanannya kosong. Raffi melenggang ke arah kursi kosong itu dan duduk di sana. Ia menepuk sebelah kursinya tanda untukku duduk di sana.Seperti yang Om Hendrawan katakan, beliau memperkenalkan aku di depan peserta meeting. Beliau memperkenalkan aku sebagai salah satu kerabatnya yang akan ikut bergabung dengan tim Raffi sebagai manager operasional perusahaan.Semua peserta meeting tersenyum hangat padaku, setelah sepatah dua patah kata aku memperkenalkan diri. Ada juga yang langsung mengatakan selamat bergabung di perusahaan ini, semoga bisa bekerjasama dengan baik."Put, untuk sementara ini ruangan kamu." Raffi mengantarku ke sebuah ruangan tak begitu besar bersebelahan dengan ruangannya. Ruangan ini terdapat dua meja yang hanya di sekat dengan sebuah partisi penyekat. Kedua meja juga terdapat komputer dan beberapa file."Ini adalah mejanya Rik
"Ekhem! Maaf apa sekarang sudah waktunya istirahat?" Mariana dan satu kawannya itu menggeleng."Kalau sekarang bukan waktunya istirahat kenapa kalian ngerumpi di sini? Perusahaan menggaji kalian untuk kerja! Bukan untuk ngerumpi!" tukasku pada mereka berdua.Kedua karyawan itu menatap tak suka padaku."Kau cuma orang baru di sini, jadi jangan sok! Apalagi dekat-dekat dengan Pak Raffi. Pak Raffi itu cuma cocoknya sama aku." Mariana mendorong pelan pundakku dengan jari telunjuknya, satu tangannya mendekap di dada. Aku mengulum senyum tahu kemana arahnya. Dia pasti cemburu melihat kedekatanku dengan Raffi."Kenapa? Oh kalian pasti iri denganku? Dengar ya, kalian bekerja itu bukan hanya otak tapi attitude juga penting. Belajar menghargai orang kalau kalian juga ingin di hargai. Soal Raffi, sepertinya kamu perlu ngaca deh! Sekalipun aku tak pernah melihat Raffi melirikmu, kasihan sekali." Aku tertawa kecil.Mariana dan Devi–temannya itu berdecak kesal. Wajahnya memerah mendengar ucapanku.
Pias. Bahkan Rendra juga Om Aksa tak mampu berkata banyak. Ia menyimak sebuah surat perjanjian yang pernah di tandatanganinya dulu sewaktu mendiang Bapak masih berdiri di sini.Kini Om Hendrawan membuka kembali map berisi perjanjian itu. Selama ini memang Om Hendrawan lah yang menjaga semuanya, sampai hari ini tiba. Ya, hari dimana keturunan Hadiwijaya hadir di sini dan mengambil alih semuanya.Aku duduk diam menyimak semuanya, tampak beberapa orang peserta rapat mengangguk paham dengan semua penjelasan Om Hendrawan yang dengan detail dan gamblang menjelaskan semuanya. Benar apa yang dikatakan Om Hendrawan kemarin lalu, Om Aksa dan Rendra tak bisa berkutik, bahkan sepertinya mereka tak menyangka aku akan hadir dan berdiri di sini sebagai salah satu peserta rapat. Mungkin mereka kira Putri wanita udik dari kampung ini tak akan bisa mengerti apa-apa soal perusahaan dan juga bisnis. Mereka salah. Mereka lengah. Selama berbulan-bulan aku dalam penjagaan Om Hendrawan. Selama hampir satu
"Heh! Kau baru anak kemarin sore! Jadi jangan sok!" sentak Om Aksa mendengar ucapanku.Aku hanya membuang pandangan mendengar kata-kata Om Aksa.Pertemuan dengan Om Aksa tak membuahkan hasil."Kalau dengan cara baik-baik Aksa tak mau. Maka tak ada cara lain, paling lambat akhir bulan depan, kita akan datang dan mengambil alih semuanya," ucap Om Hendrawan ketika kami berada di mobil menuju kantor.Aku mengangguk paham.Hening, tak ada obrolan yang berarti di dalam mobil, hingga suara dering ponsel Om Hendrawan memecah keheningan."Ya, Mahesa. Bagaimana?""....""Oke segera selesaikan saya tak mau menunggu lebih lama lagi." Om Hendrawan berkata dengan lawan bicaranya di telepon.Sesampai di kantor aku sudah di suguhkan segudang pekerjaan. Tumpukan file yang harus diselesaikan, belum lagi ketemu dengan beberapa klien dari perusahaan vendor sore ini.Tetap semangat Nisa! terkadang aku tertawa sendiri melihat keadaanku sekarang, tak pernah aku bermimpi menjadi wanita karir dengan pekerjaan
Kami langsung masuk ke dalam salon dan bertemu dengan Angela, wanita muda berparas cantik dengan dress selutut berwarna baby pink, ia terlihat begitu segar dengan gaya rambut baru, panjang sebahu berwarna cokelat keemasan dengan bagian bawah rambut di buat bergelombang, membuat tampilannya lebih segar. Angela adalah pemilik salon ini."Eh, Tante Maya, lama baru kesini lagi Tante!" sambutnya hangat."Iya, maklum biasalah sibuk, ini baru sempat," sahut Tante Maya."Ini juga nih, Putri, apa kabar? aduh iya deh iya yang sekarang makin sibuk urusan kantor sampai lupa perawatan kemari," ia merangkulku dan Tante Maya bergantian."Duduk dulu yuk duduk, sini. Tante apa kabar?" Angela mengajak kami duduk-duduk sebentar di sofa, kemudian memanggil salah seorang karyawatinya untuk segera memberikan pelayanan khusus untuk kami."Alhamdulillah baik, makin cantik aja nih kamu Angela.""Lho iya dong Tan, cantik itu harus biar suami di rumah juga anteng, nggak tengok sana sini cari yang seger- seger,"
Sengaja aku menutup pintu kamar mandi agak sedikit keras agar mereka tahu aku mendengar semuanya. Dasar orang-orang julid. Meskipun aku serumah dengan Raffi, bukan berarti aku setiap saat berduaan dengannya. Aku juga tahu diri sampai mana batasan antara kami, Raffi sibuk, aku pun sibuk, bahkan terkadang sampai berhari-hari aku tak berjumpa dengan dia. Terkadang aku berangkat ke kantor satu mobil dengan Om Hendrawan dan Raffi memilih untuk naik motornya.Mereka hanya melihat sepintas dengan kacamata miliknya, bukan dengan yang sebenarnya.Ingin rasanya aku melontarkan semua kata itu. Tapi apa daya. Aku memilih untuk segera menyelesaikan aktivitasku di kamar mandi kemudian segera kembali ke tempat dimana Tante Maya tadi duduk."Kok lama Put, ngantri ya?" tanya Tante Maya begitu aku kembali duduk disebelahnya."Ehm enggak kok Tante, agak mules aja tadi," sahutku nyengir."Oh, kamu ini ada-ada aja. Sekarang udah nggak kan?""Alhamdulillah udah nggak kok Tante.""Mari Bu Maya dan Mbak Putr
Aku tercengang mendengarkan ucapan Om Aksa. Apa maksudnya dia berkata demikian?"Jika Om Aksa telepon saya hanya untuk menjelek-jelekkan Om Hendrawan. Maaf semua itu tentu tidak mempan mempengaruhiku. Selamat malam!""Putri! Putri tunggu, sebentar, dengerkan Om bicara sebentar saja.""Ada apa lagi!""Putri dengar, Kau tahu Wijaya Grup sudah berdiri jauh sebelum ayahmu memimpin. Lebih tepatnya Kakek Wijaya yang telah merintisnya. Ya kuakui memang, saat perkembangannya, mengalami perkembangan pesat di saat kepemimpinan ayahmu. Aku akui ayahmu memang seorang pebisnis handal, kemampuannya membaca peluang sangat diacungi jempol. Tapi sekarang, apa kau yakin Hendrawan benar-benar tulus ingin membantumu untuk berdiri di kursi pimpinan perusahaan Wijaya grup? Hanya itu? Apa Kau tidak merasa janggal dengan semua yang dia lakukan? Mati-matian dia berusaha agar kau bisa masuk ke dalam Wijaya Grup. Apa Kau yakin tak ada udang dibalik batu?"Makin panjang lebar Om berbicara, makin membuatku muak.
"Iya. Kamu mah main langsung habiskan semuanya.""Ya mana Raffi tahu Ma.""Sudah nggak apa-apa kok Tan, Alhamdulillah 'kan kalau kemakan, asal nggak kebuang." Aku menyabut sambil berjalan menghampiri Tante Maya.Raffi hanya menggaruk kepala belakangnya."Maaf ya Put," ucapnya nyengir menatapku."Ya, nggak apa-apa."Aku kembali ke dapur. Kali ini entah kenapa aku tiba-tiba pengin makan risol. Jajanan yang biasa aku buat untuk di jual. Entah kenapa kesibukan di kantor membuatku kangen dengan kegiatan membuat kue seperti saat aku masih jualan kue."Mau masak apa lagi Put?" tanya Tante Maya melihatku mengambil mangkok dan menyendok tepung terigu."Pengin bikin risol Tante, kangen bikin-bikin kue kayak dulu," sahutku sambil nyengir."Oh, kamu ini ada-ada aja. Ya udah bikin, Tante bantuin ya. Tante juga suka lho jajanan pasar kayak gitu.""Eh nggak usah Tante, Malah repot. Udah Tante duduk manis, biar Putri yang bikin, bikin sedikit mah gampang, beda sama pas Putri jualan dulu, sampai satu
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m