Wanita yang mengenakan mini dress berwarna merah dengan bahu terbuka menampakkan leher jenjang dan bahunya yang putih mulus. rambut panjang tergerai berwarna kecokelatan. Makeup tebal dengan lipstik merah menyala, netranya menatapku penuh kebencian."Siena cukup! Pergi dari sini, aku sudah muak dengan semua ocehan kamu!" ucap Raffi tegas."Kamu yang keterlaluan Raffi! Dan kamu, ya! Kamu! Tampilan aja yang sok alim, tapi ternyata kamu tak jauh beda dengan wanita murahan di luaran sana!"Wanita bernama Siena itu merangsek masuk ke dalam rumah, ia terus saja bicara sambil menunjuk-nunjuk wajahku. Pelan ia berjalan mendekat ke arahku."Siena cukup!" Dengan cepat Raffi meraih lengannya dan menarik paksa wanita itu untuk keluar rumah. Tapi Siena yang sudah dikuasai emosi selalu bisa menepis tangan Raffi."Ada apa sih ribut-ribut!" ucap Tante Maya yang baru saja keluar dari kamarnya."Putri juga nggak tahu Tante," sahutku dengan menunjuk Siena dengan dagu."Siena!""Tante, Tante apa kabar?
"Putri! Put tunggu!" Raffi tergopoh menghampiriku yang baru saja memasuki ruang kerjaku. Bahkan satu tanganku masih menekan dada ini, menahan detak jantung yang masih berdentam keras.Aku tersenyum berusaha setenang mungkin menatap wajah Raffi yang terlihat sedikit panik."Hei, kau kenapa? Santai aja, aku paham kok," ucapku sambil tersenyum manis padanya. Padahal hatiku juga masih sangat syok antara tak enak dan juga merasa seperti ... Ada yang tercubit di dalam sini.Raffi malah melongo menatapku."Ekhem! Harusnya aku yang minta maaf. Maaf ya tadi aku main nyelonong aja masuk. Aku ganggu waktu kalian berdua," ucapku lagi masih kubuat sesantai mungkin."Put, ini nggak seperti yang kamu pikirkan." Raffi maju beberapa langkah, ia menatap serius ke arahku."Ehm, maaf. Ini, tadi aku cuma mau minta tandatangan ini." Aku menyodorkan satu buah file yang harus ia tandatangani.Namun ternyata Raffi justru menggeser file itu menjauh darinya. Lekat dan dalam tatapan netranya, membuatku kehilanga
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa ada yang tidak beres. Perasaanku mendadak tidak enak.Aku putuskan untuk kembali ke kantor. Baru saja aku tiba di kantor, aku sudah dihadapkan dengan dua orang yang sejak kemarin membuatku pusing. Ya, siapa lagi kalau bukan Raffi dan Siena.Mereka berjalan bersisian, dengan tangan Siena mengamit erat lengan Raffi. Aku yang masih berada di dalam mobil langsung berinisiatif untuk lewat pintu lain agar tak berpapasan dengan mereka. Entahlah malas saja rasanya bertemu mereka. Apalagi gayanya Siena yang sok posesif begitu membuatku mual.Aku bergegas turun dari mobil dan berjalan ke samping kantor. "Putri!" Mendadak langkahku terhenti mendengar seseorang memanggilku. Raffi.Aku berdecak kesal. Kenapa dia harus lihat aku lewat sih. "Tunggu Put!" Raffi berjalan cepat menghampiriku yang masih enggan membalikkan badan."Katanya mau ketemu temen? Kok cepet?"Dengan berat hati aku memutar tubuhku menghadapnya."Nggak jadi. Jadi aku balik lagi ke kantor." Aku m
Jam lima sore, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Om Aksa. Kali ini aku datang sendiri tak bersama Yanto dan Arman seperti biasanya.Karena Om Aksa tak menghendaki itu. Itu pilihan dan aku sudah memutuskan untuk datang sesuai dengan apa yang ia inginkan.Aku memesan taksi online sesaat setelah jam pulang kantor. Arman dan Yanto sudah lebih dulu aku perintahkan untuk membeli beberapa makanan ringan di minimarket tak jauh dari kantor.Ini memang nekat. Tapi untuk mengetahui sebuah informasi terkadang memang perlu masuk ke dalam markas musuh bukan? Raffi dan Om Hendrawan, seperti biasa tentu mereka mengira aku sudah pulang dulu, karena hari ini aku mengeluh tak enak badan.Sebuah rumah megah, dengan pagar berwarna keemasan mengelilingi hunian besar itu. Beberapa pilar besar menjulang tinggi seolah menyambut siapapun yang datang bertandang kemari."Akhirnya kau datang juga Putri." Suara kekehan khas Om Aksa menyambutku ketika kaki ini memasuki gerbang rumahnya. Beliau seperti sudah menu
Aku menatap nanar lelaki tua yang tampak begitu nelangsa. Aku paham, walau semua ambisinya tercapai aku yakin hati kecilnya miris.Namun tetap saja, apapun alasannya, semua perlakuannya itu tidaklah benar. Om Aksa bisa di tindak pidana atas dasar pembunuhan berencana."Sekarang Kau paham kan, bagaimana perasaanku! Kau datang seolah menguak semuanya yang telah lalu. Tentu aku tak kan membiarkan semua itu terjadi."Aku membuang pandangan keluar rumah. "Tak kusangka ternyata ada orang di dunia ini sejahat Anda! Yang tega menyingkirkan seorang kakak hanya demi ambisimu itu!" sentakku tajam.Kembali suara tawa yang tadi sempat lenyap, itu terdengar."Ya. Aku memang jahat. Kau mau apa? Kau hanya bocah ingusan, yang baru kemarin sore terjun dalam bisnis. Lalu dengan bangganya Kau akan menggeserku! Tentu itu tidak akan mungkin terjadi! Lupakan semua itu. Lupakan rencana Hendrawan yang konyol itu! Karena aku sendiri yang akan melenyapkanmu di sini!" Derai tawanya menggelegar.Tapi aku tak gen
Aku merebahkan tubuhku di pembaringan, rasa lelah membelenggu jiwa. Namun kali ini berbeda, seperti ada sebongkahan beban yang terangkat. Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Semoga dengan mendekam di jeruji besi, baik Om Aksa maupun Rendra mereka bisa menyadari kesalahan. Sadar akan perbuatannya. Meski kejadian itu sudah berlalu berpuluh tahun yang lalu, namun keadilan tetap harus ditegakkanOm Aksa di jatuhi pasal berlapis, pasal pembunuhan berencana atas kematian Bapak dan juga pasal penyekapan serta ancaman yang ia lakukan kemarin sore.Sedangkan Rendra di jatuhi pasal penyekapan dan penculikan Pasal 333 KUHP Tentang Penyekapan dan Penculikan.Keduany,a ayah dan anak itu harus menerima hukuman yang lumayan lama mendekam di balik jeruji besi. Terlebih Om Aksa. Sungguh sayang sekali di usia yang seharusnya beliau hidup dengan tenang dan damai menikmati waktu memasuki waktu senja, kini harus beliau habiskan di balik jeruji besi."Semoga Kau tenang di sana Pak
Arman dan Yanto memasukkan semua barang dan koperku ke dalam mobil. Tak lupa semua buku yang masih kuperlukan juga semua aku masukkan ke dalam kardus untuk diangkut ke rumah baruku.Rumah bergaya minimalis tak jauh dari sini, yang semua surat dan kepemilikannya atas namaku sendiri. Om Hendrawan memberikan sebagai bonus dari perusahaan untukku.Sore hari nanti baru kami semua akan berkumpul di rumah baruku itu untuk makan bersama sekaligus syukuran atas semua yang sudah kulalui. Tak lupa seratus pcs nasi kotak siap untuk dibagikan kepada para tetangga sebagai tanda aku sudah menempati rumah ini, sekaligus sebagai bentuk bersosialisasi kepada para tetangga sekitar.Ya, aku memutuskan untuk pindah dari rumah Om Hendrawan dengan Bik Jum ikut serta denganku. Rumah bercat putih dengan daun pintu berwarna cokelat tua kehitaman. Gaya minimalis modern, pagar rumah bernuansa kayu dengan sebuah taman kecil di sudut halaman depan rumah. Rumah satu lantai dengan tiga kamar tidur. Kamar tidur uta
Aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang menuju rumah Intan. Alunan musik dari grup band terkenal asal Jogja yang berjudul kisah klasik, mengalun merdu dengan iringan musik akustik.Hingga hampir satu jam perjalanan yang kutempuh kini aku telah sampai di depan rumah Intan. Semuanya masih sama seperti saat terakhir kali aku kesini. Hanya saja tanaman di depan rumahnya seperti tak terawat, juga sampah daun-daun kering yang berjatuhan berserakan. Ini tak seperti biasanya. Karena biasanya Bik Mirna begitu rajin membersihkan halaman rumah setiap hari.Aku mulai turun dari mobil, melangkah pelan mendekati pagar hitam itu.Terkunci. Tapi bukankah memang pagar rumah Intan selalu terkunci, meski Intan berada di dalam rumah sekalipun. Ia baru akan membukanya jika ada tamu datang, keluar masuk rumah, setelah itu dia ataupun Bik Mirna kembali menguncinya."Assalamu'alaikum Intan!" seruku seraya mengetukkan gembok yang tergantung pada tepian pagar, sehingga menimbulkan bunyi nyaring."Intan
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m