"Mbak, seperti pribahasa ; Rambut boleh sama hitamnya, dalam hati siapa yang tahu. Kita tidak bisa menebak isi hati orang lain. Begitu juga dengan isi hati Bu Sri ataupun Bulik Dewi. Aku tanya sekarang. Mbak Lastri pernah tidak menanyakan kepada Bu Sri atau Bulik Dewi tentang perasaan mereka yang sebenarnya? Tentang bagaimana mereka menyimpan rasa sakit mereka dalam diri masing-masing. Tidak pernah 'kan, Mbak?"Kata-kata Suri membuat Sulastri terdiam. Adik bungsunya ini memang tidak banyak bicara. Namun setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, memang sulit dibantah kebenarannya."Mbak, cara orang menjalankan biduk rumah tangga itu berbeda-beda. Disesuaikan dengan situasi dan kondisi rumah tangga masing-masing tentu saja. Aku tidak bilang kalau prinsip Bu Sri dan Bulik Dewi mempertahankan rumah tangga walau suami masing-masing terus berselingkuh itu salah. Karena apa? Karena aku tidak tahu bagaimana situasi dan kondisi rumah tangga keduanya. Tetapi kalau hal tersebut terjadi kepadaku
"Kalau pengganti si Pras laki-laki ini sih, Mbak setuju. Lihatlah, dipandang dari sudut mana pun tetap enak dilihat. Mana kayaknya kantongnya tebal lagi. Duh, nikmat mana lagi yang kamu dustakan, Ri?" Sulastri tidak jemu-jemunya memandang pacar Suri. Ternyata kalimat selalu ada hikmah dibalik musibah benar adanya. Sulastri mengipas-ngipas wajah dengan kedua tangannya. Ruang tamu Suri mendadak panas setelah kedatangan Damar. Mendengar pujian tanpa sensor kakaknya Suri nyengir. Kakaknya ini memang karakternya tidak suka berpura-pura. Akan halnya Damar, ia seketika tergelak mendengar kefrontalan calon kakak iparnya. Ia langsung menyukai pribadi tanpa basa basi kakak Suri ini. "Terima kasih atas pujiannya, Mbak--""Sulastri. Panggil saja aku Mbak Lastri seperti Suri. Walau sepertinya kita seumuran, tapi tetap saja tuturnya kamu akan menjadi adik iparku. Jadi kamu tetap harus memanggilku Mbak. Dan ini Bulik Dewi." Sulastri menerima jabat tangan Damar. Ia memperkenalkan dirinya dan juga
Untuk pertama kalinya Suri berani mengungkapkan lukanya terhadap orang lain. Ia mengadu dengan air mata berlinang dan napas tersengal-sengal. Bukan hal mudah baginya untuk menceritakan bahwa ada masa dalam hidupnya yang begitu kelam. Masa-masa di mana dirinya dibanding-bandingkan. Disepelekan, dianggap memalukan, seolah-olah dirinya adalah setumpuk kotoran yang tidak pantas disandingkan dengan suaminya yang maha sempurna.Menceritakannya kembali, ibarat menelanjangi dirinya sendiri. Suri sebenarnya sangat malu. Tetapi ia harus. Ia pernah membaca sebuah buku yang mengatakan bahwa ia harus menyembuhkan luka batinnya terlebih dahulu. Selesai berdamai dengan masa lalu. Dengan begitu barulah ia bisa menerima kehadiran orang lain. Sehingga orang yang masuk dalam kehidupannya berikutnya, tidak harus menerima kepahitan yang bukan salahnya. Suri ingin membersihkan sampah-sampah di hatinya dan membuang semua sisa racun-racun yang ada di dalamnya. Suri ingin menerima Damar dengan sepenuh hati d
Seminggu telah berlalu sejak Damar memberitahu tentang pameran UMKM di Prancis. Selama seminggu itu juga Suri bekerja keras membuat design-design terbaru. Menurut Damar sebaiknya ia membuat kreasi-kreasi spektakuler untuk ia pamerkan di sana. Dengan begitu karyanya akan mempunyai daya jual.Untuk itulah Suri mempelajari pasar rajutan di Eropa dengan cara menonton fashion show-fashion show Eropa di internet. Suri juga mencari tahu melalui para influencer-influencer tentang style-style yang diminati oleh orang-orang Eropa. Hasil risetnya menunjukkan beberapa fakta. Bahwa dulu bahan-bahan rajutan atau yang biasa disebut crochet hanya dibuat sebagai pakaian saat musim dingin saja. Setelah kian berkembangnya dunia fashion, dewasa ini crochet sudah bisa digunakan sebagai outfit untuk segala cuaca. Caranya adalah dengan menjadikan crochet sebagai outer atau luaran. Berdasarkan hasil risetnya. Suri pun membuat outer-outer crochet yang manis dan modis. Sebagai bawahan outer, Suri mendesign
Dalam waktu kurang lebih dua puluh menit, Suri telah tiba di lokasi. Sesaat Suri seolah-olah merasa tengah menjadi pemeran dalam film-film thriller. Di mana salah satu adegannya adalah ia tengah terlibat dalam scene kebakaran di gedung-gedung bertingkat.Api merah yang berkobar-kobar, asap hitam yang bergulung serta suara letupan dari gedung yang sedang dilalap api, membuat Suri kehilangan harapan. Keadaan sudah sekacau ini. Apa dirinya masih sempat lagi menyelamatkan barang-barangnya?Suri termangu di dalam mobil. Menimbang-nimbang apa yang seharusnya ia lakukan sekarang. Sementara suara ponsel di atas jok mobil penumpang sebelahnya, terus bergetar tiada henti. Suri tidak mengindahkannya. Semua pikirannya saat ini tercurah pada situasi di depan matanya. Lalu lalangnya petugas polisi. Suara sirene mobil pemadam kebakaran yang meraung-raung. Teriakan-teriakan para petugas saling bekerjasama untuk memadamkan api, terasa begitu nyata.Ini memang kenyataan, Suri. Kenyataan bahwa semua ha
"Turunkan saya!" Suri memberontak. Ia memukul membabi buta punggung kokoh Damar. Saat ini Damar membopongnya di pundak sembari berjalan cepat menjauhi lokasi kebakaran. Posisi tubuhnya seperti sekarung beras dengan wajah menghadap tepat ke arah rukonya yang kini mulai terbakar seluruhnya. Lidah api berwarna merah tampak menjilat-jilat ganas pintu ruko.Suri semakin histeris. Bayangan semua kerja kerasnya habis dilalap api membuat logikanya buntu. Ia tidak mempedulikan apapun lagi. Termasuk juga bentakan Damar.Sementara Damar juga tidak mempedulikan amukan Suri. Ia menulikan telinga dan membiarkan Suri terus memukuli punggungnya dalam posisi terbalik. Damar hanya fokus membawa Suri menjauh dari kekacauan ini. Panasnya udara dan asap tebal yang terhirup olehnya, membuatnya terbatuk-batuk hebat. Namun semua kekacauan ini tidak ada artinya jika dibandingakan dengan kekacauan hatinya sekitar setengah jam yang lalu.Kala itu waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam lewat lima belas m
Ia ada di sini setelah mendapat telepon dari Pak Indra. Pak Indra adalah supir perusahaan, yang kebetulan tinggal di belakang ruko. Pak Indra kebetulan tahu kalau Suri adalah mantan istrinya. Makanya ia langsung menyusul ke sini setelah menerima telepon dari Pak Indra, tanpa sepengetahuan Murni. Murni kurang enak badan dan sudah tidur sejak pukul sebelas malam tadi. Setiba di lokasi, ia disambut oleh tingkah arogan Damar yang membentak-bentak Suri. Bagaimana ia tidak emosi mendengarnya? Damar terus meninggikan suara dan mengguncang-guncang bahu Suri seperti boneka rusak. Pras tidak terima!Damar menyipitkan mata. Pras ingin mencari masalah dengannya rupanya. Baik, dirinya seorang pengusaha. Jika Pras mengobral, maka ia akan memborong semuanya."Kamu menanyakan hubungan saya dengan Suri? Sebenarnya saya malas memberitahumu karena kamu bukan siapa-siapa kami. Tapi karena mulutmu terlalu maju, baiklah. Saya akan menyumpalkan kebenaran pada kedua telingamu. Dengarkan baik-baik. Suri itu
Suri mondar-mandir memeriksa paket yang akan dikirim. Mencatat kembali paket-paket yang telah diberi nama dan juga alamat. Karena sebentar lagi Pak Ahmad akan membawa semua paket ke kantornya. Pak Ahmad adalah seorang kurir untuk jasa pengiriman langganannya.Tiga hari telah berlalu sejak kebakaran yang membakar toko beserta barang-barang di dalamnya. Beruntung Suri memiliki Damar yang tanpa sepengetahuannya telah mengurus semuanya. Damar bekerja sangat sistematis. Mulai dari menyewa gedung baru di sekitar gedung lama. Meminta Bu Ajeng dan Wanti untuk mencari tenaga lepas baru, serta mengakomodir segala hal yang berhubungan dengan Suri Craft and Creations.Damar menunjuk Bu Elly, sebagai kepala bagian stok dan produksi. Sedangkan Sarni bertanggung jawab mengelola marketplace dan apparel lainnya. Mereka berdua bahu-membahu untuk memeriksa dan memenuhi permintaan pasar. Dengan begitu kegiatan Suri Craft and Creations bisa terus berjalan, meski Suri tidak lagi menjadi ujung tombak di san
"Bagaimana keadaan Ibu?" Suri menghampiri sang ibu yang terbaring di ranjang." Dirinya memang langsung pulang kampung setelah kakaknya mengabari kalau ibu mereka sedang sakit. "Lho kamu kok tiba-tiba ada di sini, Ri? Kamu datang dengan siapa? Damar?""Dengan Pak Min, Bu. Mas Damar besok baru menyusul. Ada rapat tahunan perusahaan. Keadaan Ibu bagaimana?" Suri menggenggam tangan sang ibu. "Seperti yang kamu lihat. Ibu baik-baik saja. Pasti kamu ya yang mengadu pada Suri, Las? Ibu tidak apa-apa kok?" Bu Niken memelototi Sulastri. Putri sulungnya ini sedikit-sedikit selalu mengadu pada Suri."Tidak apa-apa bagaimana? Orang Ibu nyaris stroke kemarin?" bantah Sulastri."Itu 'kan kemarin. Sekarang Ibu toh baik-baik saja. Lain kali jangan sedikit-sedikit mengadu pada Suri. Suri baru beberapa bulan melahirkan. Repot ke mana-mana membawa bayi." "Tidak repot kok, Bu. Kan ada Mbok Inah. Lagi pula sekalian Wira ingin bertemu dengan Pras. Rindu katanya. Kebetulan sekolahnya libur dua hari karen
Suri merapikan gaun hamil babydollnya karena tegang. Saat ini MC tengah membacakan nama-nama pengusaha yang masuk dalam nominasi Anugerah Wirausaha Indonesia atau AWI. Anugerah Wirausaha Indonesia itu sendiri adalah satu acara penghargaan yang diberikan kepada para pengusaha di Indonesia. Kompetisi dan penghargaan AWI ini biasanya dilaksanakan setiap tahunnya. Dan malam ini adalah acara AWI yang ke-22. Yang mana acara diselenggarakan pada ballroom Adi Daya Graha Hotel. Dalam acara AWI tahun ini, Damar yang mewakili PT Karya Tekstil Adhyatna masuk dalam 26 nominasi AWI yang terpilih. "Santai saja, Sayang. Jangan tegang. Nanti anak kita ikutan tegang di dalam sana." Damar menggenggam tangan Suri yang saling terjalin di pangkuan. Astaga, tangan Suri dingin sekali."Saya tidak tegang, Mas. Saya cuma tidak tenang. Masa nama Mas tidak disebut-sebut sih!" Suri mendecakkan lidah. MC dari tadi hanya membacakan nama-nama nominasi pengusaha yang lain."Sabar dong, Sayang. Nominasi yang harus
Dokter Aslan tersenyum tipis. Ia teringat pada Murni Eka Cipta. Sang pendonor yang juga mantan teman sekolahnya. Pada mulanya dokter Aslan tidak mengetahui kalau pendonor kornea mata Pras adalah Murni, teman SMP-nya dulu. Sampai sosok tubuh kaku Murni didorong masuk ke ruang operasi. Berdampingan dengan Pras. "Sudah lama meniatkan kornea matanya untuk saya? Siapa orangnya, Pak Dokter? Pras mengerutkan dahi. Ia penasaran. Siapa orang ini sampai-sampai meniatkan mendonor mata padanya? "Nanti Pak Pras akan tahu sendiri." Dokter Aslan menepuk ringan bahu Pras."Baiklah. Karena operasi ini telah berhasil dengan baik, saya akan memeriksa pasien lain lagi. Nanti siang, Pak Pras sudah bisa keluar dari rumah sakit. Saya ingatkan, besok pagi Bapak harus kembali kontrol ke poli mata untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Gunakan obat tetes mata sesuai dengan anjuran. Hindari menekan atau mengusap bagian mata, dan jangan mengendarai kendaraan bermotor. Tambahannya makanlah makanan yang bergizi s
Pras duduk di sisi ranjang seraya membuka mata perlahan. Ia mengikuti instruksi dokter Aslan. Perban yang membungkus matanya selama dua hari ini akhirnya dibuka juga. Sehari setelah operasi keratoplasti alias cangkok kornea mata, dirinya hanya mengganti perban dan mengecek kondisi mata. Setelah dinyatakan kalau hasil operasinya bagus, baru pada hari kedua inilah ia akan membuka mata hasil keratoplasti. Ia sungguh berterima kasih kepada siapa pun orang yang telah mendonorkan kornea mata padanya.Pras mencoba mengikuti instruksi dokter Aslan. Matanya masih terasa sedikit lengket. Padahal tadi dokter Aslan telah mengusapkan semacam cairan sejuk yang melembabkan matanya. Setelah matanya terbuka, Pras mengedip-ngedipkannya sebentar. Samar-samar ia mulai melihat cahaya terang. Sebuah tirai jendela berwarna hijau muda. Pras terbata-bata mengucap syukur. Akhirnya ia mampu melihat cahaya setelah tiga tahun bergelut dalam kegelapan."Ayah? Ayah sekarang sudah bisa melihat belum?"Suara Wira, p
"Ya sudah, Wira baik-baik di sana ya? Jangan nakal." Suri mengelus puncak kepala Wira. Sang putra mengangguk patuh. "Wira masuk ke dalam mobil dulu sana. Papa ingin berbicara pada bunda." "Siap, Pa." Wira bergegas masuk ke dalam mobil. Ia sudah tidak sabar ingin menunjukkan bingkisan pada sang ayah. Karena konon katanya ayahnya sudah bisa melihat sekarang."Mas pergi dulu ya, Ri? Kamu dan Dimas baik-baik di rumah. Mas tidak lama. Setelah semua urusan selesai, Mas dan Wira akan langsung pulang ke rumah." Damar mengecup kening Suri mesra. Setelahnya ia mencium sayang pipi anak laki-lakinya.Damar kemudian berjongkok sembari mengelus perut Suri yang sedikit membukit. Ya, Suri tengah mengandung muda. Dirinya dan Suri memang kejar setoran. Usia mereka berdua sudah tidak muda lagi. Untuk mereka berusaha secepat mungkin memiliki keturunan."Adek bayi juga baik-baik di dalam sana ya? Jangan buat Bunda susah ya, Nak ya?" Damar mencium perut Suri. Mengelus-elusnya sebentar. "Ri, jangan kela
Tiga tahun kemudian.Seorang lelaki tua mengecup kening putri kesayangannya untuk yang terakhir kalinya. Setelahnya ia menatap nanar ketika jenazah sang putri didorong masuk ke ruang operasi. Sejurus kemudian satu brankar juga didorong masuk. Pintu kemudian ditutup, bersamaan dengan air matanya yang menetes perlahan. "Selamat jalan, putriku. Ayah bangga padamu karena telah berjuang hingga kamu tidak mampu lagi bertahan. Ayah juga akan melaksanakan pesan terakhirmu. Doakan agar Ayah kuat kehilanganmu. Karena masih ada satu pesanmu lagi yang harus Ayah emban hingga Ayah tutup usia."Air mata sang lelaki tua terus menetes, tanpa sang lelaki tua itu sadar. Ia menangis tanpa suara tanpa emosi. Selama tiga tahun menemani putri tunggalnya ini berjuang melawan penyakit-penyakitnya, tidak sekalipun ia menangis. Ia tidak mau putrinya melihatnya patah semangat.Namun hari ini, semua emosi yang selama ini ditahan-tahannya sendiri luruh. Ia telah kehilangan istrinya bertahun lalu. Dan kini ia ju
Dengan besar hati Murni meminta maaf atas semua kesalahannya. Dua minggu belakangan ini ia sudah menyadari semua kesalahannya. Ia juga sudah meminta maaf pada Pras, walau yang bersangkutan tidak bersedia menerima teleponnya. Menurut orang tua Pras, sekarang Pras kerap mengurung diri di kamar. Pras sedang menjalani fase-fase terburuk dalam hidupnya. "Saya maafkan, Bu. Saya juga minta maaf kalau selama ini tanpa sengaja saya telah menyakiti hati Ibu. Kita akhiri saja semua perseteruan tiada guna ini ya, Bu?" "Iya, Ri." Murni mengangguk mengiyakan. Ia setuju dengan rekonsiliasi Suri ini. Sudah cukup semua pertikaian yang pada mulanya ia picu."Sebaiknya kita memang menghentikan segala pertikaian dan menjalin hubungan silaturahmi demi tumbuh kembang anak-anak kita. Mas Damar sudah berjanji bahwa ia akan tetap menjadi ayah Chika sampai kapan pun, walau ayah kandungnya ada. Martin telah memiliki istri dan juga anak-anak. Saya harus mempertimbangkan perasaan Lidya, istri Martin."Suri ters
"Boleh saya berbicara berdua denganmu, Ri?" Murni memajukan kursi roda. Menghampiri Suri dan Damar yang sedianya akan ke lokasi perhelatan."Tidak bisa, Murni. Kami akan segera ke ballroom. Lagi pula, saya tidak mengizinkan kamu hanya berdua saja dengan Suri. Terlalu riskan soalnya." Damar dengan cepat menghalangi laju kursi roda Murni. "Saya hanya ingin berbicara sebentar saja dengan Suri sebagai sesama perempuan. Sepuluh menit saja, Mas. Lagi pula keadaan saya sekarang seperti ini. Bagaimana mungkin saya bisa menyakiti Suri?" Murni memandang Damar kecut, seraya menunjuk kursi roda dengan tatapan mata. Di mana dirinya terduduk lemah dengan hanya satu kaki normal. Kaki lainnya tinggal sebatas lutut yang ditutupi oleh kain menyerupai rok batik panjang."Menyakiti tidak hanya selalu dalam bentuk fisik, Murni." Damar menggeleng. Ia tetap tidak mengizinkan Suri berduaan dengan Murni. Istimewa di resepsi pernikahan mereka. Damar tidak mau sampai Murni melukai perasaan Suri di hari bahagi
"Oh iya. Saya akan membawa tas kecil berisi ponsel saja. Mbak Husna bisa tolong ambilkan tas tangan saya?" pinta Suri pada Mbak Husna. Suri tidak berani memandang wajah Damar yang tengah tersenyum lebar. Ia malu."Bisa dong, Ri. Ini." Mbak Husna meraih tas tangan mewah bertabur swarovski milik Suri di atas meja. Ia kemudian mengulurkan tas tangan berkilauan itu pada sang empunya tas."Mbak Husna tidak ikut keluar sekalian?" Suri yang masih grogi ingin agak Mbak Husna ikut berjalan bersama. Sebagai seorang perias pengantin, sudah menjadi kewajiban Mbak Husna untuk mendampinginya."Kamu keluar bersama Pak Damar dulu. Mbak akan mempersiapkan tas kecil untukmu touch up nanti, kalau diperlukan. Kamu duluan saja, Mbak akan segera menyusul." Mbak Husna memberi kesempatan pada Damar untuk membimbing Suri. Sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan lebih lama, Mbak Husna tahu bahwa Suri belum seratus persen percaya diri menyandang status sebagai istri Damar. Oleh karenanya Mbak Husna