"Tan, kok pada nyalahin kita sih 'kan jelas-jelas si babu itu yang salah," gerutu Rea sambil menghentakkan kakinya."Mbak, bisa minggir gak dari tadi saya lihat Mbak menghalangi jalan. Kalo mau jadi patung disana aja noh di sudut." ucap seorang laki-laki yang merasa terganggu dengan suara berisik Rea serta posisi mereka yang menghalangi jalan."Lu siapa lagi ikut-ikutan?!" bentak Rea namun tidak di hiraukan laki-laki tersebut ia malah mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Rea dan Ibu Romi menjauh."Sudah, sudah jangan berantem lagi, nanti kita nggak jadi makan yang ada malah di usir."lerai Ibu Romi membuat Rea langsung menghela nafas dalam-dalam lalu menjauh dari meja laki-laki tersebut.Disisi lain, Salman yang membawa Vina keluar langsung menghela nafas lega karena berhasil melewati dua orang rempong tersebut."Udah, jangan dengerin omongan mereka barusan ya," ucap Salman membuat Vina langsung tersenyum sekilas."Gak apa-apa kok Kak memang benar yang mereka bilang, aku cu
"Abis ashar kita ke rumah Bunda ya," ajak Romi sambil menunduk melihat Khanza yang sedang memperhatikannya. Dengan cepat Khanza mengangguk karena ia juga sudah rindu kesana."Kak," panggil Khanza membuat Romi kembali menunduk lalu menaikkan alisnya sebelah."Dua hari lagi 'kan puasa, aku mau ziarah ke makam Ayah sama Bapak ya." ucap Khanza yang dibalas anggukan oleh Romi. "Boleh, nanti saya ikut," jawab Romi membuat Khanza tersenyum manis lalu mengalungkan tangannya ke leher Romi."Mau ke kamar," rengeknya seketika membuat Romi terkekeh lalu mengangguk membiarkan gadis itu pergi ke kamar pribadinya. ***Sore hari, Romi dan Khanza sudah sampai di rumah orang tua Romi. Dari kejauhan Romi tersenyum saat melihat adiknya yang masih SMA sedang menyapu di teras."Assalamualaikum," ucap Romi yang diikuti oleh Khanza."Walaikumsalam, Bunda ... Bang Romi datang," teriak gadis itu membuat Romi langsung terkekeh lalu mengacak-acak jilbabnya."Ish ... Abang, 'kan rusak," kesal Fatimah sambil mem
Disisi lain, Vina mulai gelisah bercampur panik karena tidak ada angkutan umum yang lewat. 'Duh gimana ya, kalo jalan juga jauh banget.' ucap Vina dalam hati sambil menggosok-gosokkan tangannya.Dari kejauhan ternyata dua orang laki-laki yang berpakaian serba hitam sedari tadi sudah memperhatikan dirinya. Tanpa Vina sadari dua orang tersebut sudah mendekatinya diam-diam dari belakangnya.Saat Vina menoleh hampir saja ia melompat karena kaget melihat orang tersebut. Detik kemudian satu pria tersebut menarik tangan Vina membuatnya langsung panik."Ngapain kamu? Lepasin!" bentak Vina, tapi tidak di hiraukan oleh laki-laki tersebut ia malah menarik Vina sekuat tenaganya membuat Vina mau tidak mau dengan susah payah mengikuti langkah laki-laki tersebut."Lepasin! Tolong!" teriak Vina, tapi satu pria lagi langsung membekap mulutnya membuat Vina semakin panik, tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat karena takut.'Ya Allah, tolong selamatkan hamba, hamba mohon.' pintanya dalam hati sambil air ma
Detik kemudian ia mengangguk dengan mantap membuat Salman langsung memeluk Vina dengan erat."Terima kasih sayang, jangan takut lagi ada aku disini," bisik Salman membuat Vina langsung lega. Salman melepaskan pelukannya lalu menatap Vina dalam-dalam."Apa yang mereka lakukan sama kamu?" tanya Salman dengan serius membuat Vina langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat tidak ingin mengingat-ingat kejadian tadi."Ceritakan sayang, gak apa-apa aku akan membuat dua orang tersebut merasakan nikmatnya di penjara," bujuk Salman sambil mengusap air mata Vina."Mereka menarik tanganku Kak," ucap Vina sambil menunjukkan tangannya yang sudah membiru membuat Salman semakin geram."Lagi," lanjut Salman sambil menatap wanita itu lekat-lekat."Mereka menamparku, mendorongku ke gudang, menarik paksa bajuku hingga robek. Ia bahkan hiks ... ," Vina tidak sanggup melanjutkan ucapannya membuat Salman langsung mengusap-usap tangan Vina."Lanjut sayang gak apa-apa," ucap Salman menguatkan Vina."
Tiba-tiba Vina langsung membuang ponselnya membuat Salman kaget."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Vina tiba-tiba ketakutan."Kak ... hiks, baca ponselku," tiba-tiba tangis Vina pecah membuat Salman kaget. Dengan cepat ia meraih ponsel tersebut lalu membaca pesan."Shit!" umpat Salman ia langsung mengepalkan tangannya."Ternyata ini direncanakan, awas aja sampe dalangnya harus dapat." ucap Salman ia menatap Vina dengan serius, ia memegang kedua bahu gadis itu."Jangan takut, saya nggak akan biarin kamu seperti kemaren lagi, kamu jangan takut ya.Untuk ponsel kamu saya pegang dulu," terang Salman yang dibalas anggukan oleh Vina.***Disisi lain, setelah selesai sarapan pagi, Romi dan Khanza sedang duduk-duduk di halaman belakang rumah orang tuanya.Dari kejauhan Indah sedang memperhatikan anak dan menantunya tersebut. Bibirnya terus saja tersenyum bangga melihat Romi yang bagitu romantis pada Khanza."Ngapain Ndah?" tanya Bimo tiba-tiba membuat Indah langsung menoleh."Shut! Janga
"Nah, itu dia Bang orangnya yang maki-maki Vina." bisik Rea membuat Romi mangut-mangut lalu melipat kedua tangannya."Romi," panggil Rea dengan girangnya, ia bahkan hampir saja memeluk Romi, tapi Romi terlebih dahulu menghindar."Ngapain kamu disini? Dari mana kamu tahu tempat ini?" tanya Romi datar."Dari Ibu kamu dong, Tante 'kan sinyalnya luas lacak beginian mah gampang apalagi kamu anaknya," jawab Rea dengan santainya."Eh tunggu, kamu-" tebak Rea sambil menunjuk Salman, ia berfikir sejenak."Oh ternyata kamu pembohong besar, aku ingat kamu adalah orang yang ngaku-ngaku sebagai atasannya si Babu yang kemaren 'kan? O jadi kamu kerja disini dan setau aku atasan disini Romi berarti kamu juga Babu dong," tebak Rea sambil menahan tawa membuat Salman hanya bisa menghela nafas panjang percuma berdebat dengan orang seperti Rea."Kamu ngapain kesini?" tanya Romi lagi dengan datar."Ih ketemu kamu Rom, kata Tante kalo nggak ada di rumah. Ini alamat kantor kamu makanya aku datang kesini." j
Tanpa membuang waktu Romi langsung berlari keluar dari ruangannya membuat Khanza bingung. "Security!" panggil Romi dengan keras membuat para security menoleh."Iya Pak, ada apa?" tanya mereka melihat bingung saat mata Romi celingak-celinguk."Jangan biarkan wanita yang disana pergi, awasi dia!" perintah Romi menunjuk ke arah Rea, untung Rea keras kepala tidak mau pulang sedari tadi.Setelah selesai Romi kembali ke ruangannya, lalu buru-buru menyusun berkas-berkas penting. Kemudian ia menoleh melihat istrinya sedang memperhatikannya."Kita ke rumah orang tuaku sekarang ya," ajak Romi membuat Khanza bingung pasalnya baru kemaren sore mereka balik. Tapi langsung mengangguk tidak ingin banyak tanya karena suaminya terlihat sibuk.Romi yang melihat Khanza hanya mengangguk seketika meletakkan berkasnya lalu mendekati istrinya tersebut, ia langsung mencium kening Khanza."Maaf ya saya cuekin kamu terus," ucap Romi, lagi-lagi Khanza hanya mengangguk. Romi diam sejenak berfikir berkali-kali
Dor! Suara pistol menggelegar membuat Fatimah semakin mencengkram ujung kursi."Akh," suara ringisan. Indah yang sudah gemetar tiba-tiba merasa aneh karena tidak merasa sakit sedikitpun di badannya."Romi!" teriak Bimo dari belakang membuat Indah langsung membuka matanya. Ia langsung kaget melihat putranya tergeletak di lantai."Romi!" seketika Indah histeris ingin rasanya ia berlari memeluk putranya. Tapi karena posisinya yang sedang di ikat membuatnya langsung berontak.Sedangkan Ira, ia tiba-tiba mematung menyaksikan siapa yang ia tembak, kakinya seperti di lem dan tangannya. Tiba-tiba melemah hingga pistol di tangannya jatuh begitu saja. Disaat Ira ingin menembak Indah. Romi dengan cepat berlari menghalangi Bundanya, sedangkan Ira sudah di penuhi emosi ingin menghabisi Indah detik itu juga.Ia tidak berniat sedikitpun mencelakai putranya, ia hanya ingin membunuh Indah yang sudah mengganggu di hidupnya yang sekarang ini."Mas, lepasin ini! Romi!" teriak Indah semakin menjadi-jadi
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m