Tanpa membuang waktu Romi langsung berlari keluar dari ruangannya membuat Khanza bingung. "Security!" panggil Romi dengan keras membuat para security menoleh."Iya Pak, ada apa?" tanya mereka melihat bingung saat mata Romi celingak-celinguk."Jangan biarkan wanita yang disana pergi, awasi dia!" perintah Romi menunjuk ke arah Rea, untung Rea keras kepala tidak mau pulang sedari tadi.Setelah selesai Romi kembali ke ruangannya, lalu buru-buru menyusun berkas-berkas penting. Kemudian ia menoleh melihat istrinya sedang memperhatikannya."Kita ke rumah orang tuaku sekarang ya," ajak Romi membuat Khanza bingung pasalnya baru kemaren sore mereka balik. Tapi langsung mengangguk tidak ingin banyak tanya karena suaminya terlihat sibuk.Romi yang melihat Khanza hanya mengangguk seketika meletakkan berkasnya lalu mendekati istrinya tersebut, ia langsung mencium kening Khanza."Maaf ya saya cuekin kamu terus," ucap Romi, lagi-lagi Khanza hanya mengangguk. Romi diam sejenak berfikir berkali-kali
Dor! Suara pistol menggelegar membuat Fatimah semakin mencengkram ujung kursi."Akh," suara ringisan. Indah yang sudah gemetar tiba-tiba merasa aneh karena tidak merasa sakit sedikitpun di badannya."Romi!" teriak Bimo dari belakang membuat Indah langsung membuka matanya. Ia langsung kaget melihat putranya tergeletak di lantai."Romi!" seketika Indah histeris ingin rasanya ia berlari memeluk putranya. Tapi karena posisinya yang sedang di ikat membuatnya langsung berontak.Sedangkan Ira, ia tiba-tiba mematung menyaksikan siapa yang ia tembak, kakinya seperti di lem dan tangannya. Tiba-tiba melemah hingga pistol di tangannya jatuh begitu saja. Disaat Ira ingin menembak Indah. Romi dengan cepat berlari menghalangi Bundanya, sedangkan Ira sudah di penuhi emosi ingin menghabisi Indah detik itu juga.Ia tidak berniat sedikitpun mencelakai putranya, ia hanya ingin membunuh Indah yang sudah mengganggu di hidupnya yang sekarang ini."Mas, lepasin ini! Romi!" teriak Indah semakin menjadi-jadi
Indah menoleh ke samping detik kemudian ia sadar jika suaminya baru saja mendonorkan darah.Indah langsung mengusap wajah Bimo membuat Bimo yang sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya di sisi kursi kembali membuka matanya."Maaf," lirih Indah yang dibalas senyuman oleh Bimo."Kok minta maaf, kamu gak salah," ucap Bimo."Mas tunggu di sini, aku ke depan sebentar," ucap Indah, tapi Bimo langsung menahan tangannya."Jangan, nanti kamu kenapa-kenapa," sanggah Bimo. Indah langsung menggeleng lalu mencium tangan suaminya itu."Sebentar aja Mas, sebentar aja, aku gak apa-apa insyaallah." pinta Indah membuat Bimo mau tidak mau langsung mengangguk.Buru-buru Indah keluar dari rumah sakit mencari warung atau mini market terdekat. Ia langsung membeli beberapa susu, air mineral, roti dan lain-lain untuk suaminya.Bagitu ia keluar dari mini market, samar-samar ia melihat Khanza turun dari mobil."Khanza," panggil Indah membuat Khanza dan Salman langsung menoleh. Khanza langsung te
"Iya Kak," jawab Khanza singkat tapi mampu membuat Vero bahagia dengan jawaban itu."Ya sudah kalo begitu ayo keluar," ajak Vero membuat Khanza kembali menoleh."Bisakah aku lebih lama disini Kak, aku janji nanti aku bakalan keluar," pinta Khanza membuat Vero diam sejenak lalu ia mengangguk."Jangan terlalu menangisi suamimu, kasian dia butuh ketenangan dulu," nasehat Vero yang dibalas anggukan oleh Khanza. Setelah Vero keluar Khanza memejamkan matanya.Ia tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan Vero, ia menatap sendu wajah Romi seketika perasaan bersalah menyelimuti dirinya."Maafin aku Kak, disaat Kakak seperti ini aku malah ngobrol dengan orang lain," lirih Khanza lalu mencium tangan Romi, air matanya kembali mengalir.Ia meletakkan tangan Romi di perutnya berusaha memberikan kekuatan untuk suami sekaligus calon ayah untuk anaknya tersebut.Di luar Salman dan orang tua Romi sedang ngobrol-ngobrol tentang Romi, Salman hanya menyimak cerita hidup bosnya tersebut sesekali ia mangut-m
Tut! Salman merampas ponsel tersebut lalu memutuskan sambungan membuat Rea kaget."Kenapa dimatiin," kesal Rea membuat Salman menaikkan alisnya sebelah."Saya cuma butuh tau dia dimana, tidak butuh curhat panjang lebarnya," jawab Salman santai lalu ia mulai menjalankan mobil.Sekarang Rea dan Salman sedang di perjalanan menuju bandara. Rea benar-benar bingung kenapa Salman memutuskan sambungan. Ira pun sama ia merasa aneh dengan Rea, tanpa membuang waktu ia langsung mengetikkan pesan untuk Rea.***Ting! Salman langsung meraih ponsel Rea lalu membuka pesannya.[Tante tunggu di bandara ya setidaknya Tante ingin ketemu kamu sebelum berangkat] tulis Ira membuat Salman tersenyum miring.[Baik Tante] balas Salman sambil tersenyum miring."Jangan harap bisa berangkat," gumam Salman sedangkan Rea hanya bisa menghela nafas panjang, pasalnya ia sedang diperalat oleh Salman.Ingin melawan juga tidak ada gunanya, karena ia sudah lemas semalaman di ikat.***Di rumah sakit, Fatimah yang baru saj
Deg! Ira yang melihat itu langsung menoleh melihat rea dengan tatapan tajamnya."Kamu tega sama Tenta Rea," ucap Ira tegas membuat Rea langsung menggeleng."Aku juga di tahan Tan, gak cuma Tante," bantah Rea. Ira langsung mengambil tasnya berniat masuk tapi, Salman langsung menghadangnya."Mau kemana Tante? Anak Tante sekarat di rumah sakit bisa-bisanya Tante mikirin kabur. Gak nyangka sih," ucap Salman membuat Ira langsung menatapnya tajam."Gak usah ikut campur, minggir!" bentak Ira, tapi tidak di hiraukan oleh Salman."Tante mau menyerahkan diri sendiri atau perlu main kekerasan?" lagi-lagi Salman membuat Ira kesal."Sudah saya bilang jangan ikut campur!" bentak Ira membuat Salman mangut-mangut."Ya sudah, David tangkap saja," panggil Salman pada pria berkaos hitam tersebut. David adalah teman dekat Salman yang sekarang berprofesi sebagai polisi."Oke," jawab David lalu ia mengeluarkan borgolnya, Ira langsung kaget."Kamu siapa? Gak usah pura-pura jadi polisi!" bentak Ira saat Da
"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja
"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja