Tut! Salman merampas ponsel tersebut lalu memutuskan sambungan membuat Rea kaget."Kenapa dimatiin," kesal Rea membuat Salman menaikkan alisnya sebelah."Saya cuma butuh tau dia dimana, tidak butuh curhat panjang lebarnya," jawab Salman santai lalu ia mulai menjalankan mobil.Sekarang Rea dan Salman sedang di perjalanan menuju bandara. Rea benar-benar bingung kenapa Salman memutuskan sambungan. Ira pun sama ia merasa aneh dengan Rea, tanpa membuang waktu ia langsung mengetikkan pesan untuk Rea.***Ting! Salman langsung meraih ponsel Rea lalu membuka pesannya.[Tante tunggu di bandara ya setidaknya Tante ingin ketemu kamu sebelum berangkat] tulis Ira membuat Salman tersenyum miring.[Baik Tante] balas Salman sambil tersenyum miring."Jangan harap bisa berangkat," gumam Salman sedangkan Rea hanya bisa menghela nafas panjang, pasalnya ia sedang diperalat oleh Salman.Ingin melawan juga tidak ada gunanya, karena ia sudah lemas semalaman di ikat.***Di rumah sakit, Fatimah yang baru saj
Deg! Ira yang melihat itu langsung menoleh melihat rea dengan tatapan tajamnya."Kamu tega sama Tenta Rea," ucap Ira tegas membuat Rea langsung menggeleng."Aku juga di tahan Tan, gak cuma Tante," bantah Rea. Ira langsung mengambil tasnya berniat masuk tapi, Salman langsung menghadangnya."Mau kemana Tante? Anak Tante sekarat di rumah sakit bisa-bisanya Tante mikirin kabur. Gak nyangka sih," ucap Salman membuat Ira langsung menatapnya tajam."Gak usah ikut campur, minggir!" bentak Ira, tapi tidak di hiraukan oleh Salman."Tante mau menyerahkan diri sendiri atau perlu main kekerasan?" lagi-lagi Salman membuat Ira kesal."Sudah saya bilang jangan ikut campur!" bentak Ira membuat Salman mangut-mangut."Ya sudah, David tangkap saja," panggil Salman pada pria berkaos hitam tersebut. David adalah teman dekat Salman yang sekarang berprofesi sebagai polisi."Oke," jawab David lalu ia mengeluarkan borgolnya, Ira langsung kaget."Kamu siapa? Gak usah pura-pura jadi polisi!" bentak Ira saat Da
"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja
"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja
'Rudi mantannya Vina, benarkah? Itu mirip sekali dengan foto yang waktu itu Vina tunjukin,' ucap Salman dalam hati. Sedangkan Vina malah bingung melihat Salman tiba-tiba diam."Kak lagi liatin apa sih?" tanya Vina hendak menoleh ke arah jendela namun, Salman langsung menangkup wajahnya membuat Vina kaget."Gak apa-apa ayo kita ke rumah sakit," lanjut Salman lalu ia memajukan mobil. Ia kembali teringat dengan curhatan Vina awal-awal mereka ketemu.Ketika itu Salman sempat mengutarakan isi hatinya, namun Vina malah menolak jika harus berpacaran."Aku bukannya gak mau pacaran Kak, hanya saja aku udah trauma dengan pacaran.Dulu aku punya pacar namanya Rudi dia baik, perhatian, sopan, ramah, good looking lah. Aku yang polos ini malah tertipu begitu saja, nyatanya ia hanya ingin mengambil uangku, setiap kali aku gajian ia selalu meminta kalo aku gak ngasih dia pasti ngambek. Gak jarang ia bahkan marah dan dia dengan mudahnya memaki-maki aku di depan teman-temannya. Aku trauma sama cowok
"Liat aja nanti," jawab Ira dengan senyum liciknya.***3 hari kemudian, Romi di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Orang tua Romi menawarkan untuk istirahat di rumah mereka, namun Romi malah memilih pulang ke rumah pribadinya.Sedangkan Salman setelah Romi pulang dari rumah sakit. Keesokan harinya ia dan Vina langsung ke kampung halaman orang tua Vina untuk melamar gadis itu."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Vina tampak gelisah."Aku takut Kak," jawabnya membuat Salman menaikkan alisnya sebelah."Takut untuk?"tanya Salman memperjelas ucapan Vina."Tante Ira, takut beliau berbuat yang nggak-nggak pas tau aku nikah," jawab Vina membuat Salman menghela nafas."Gak apa-apa, dia gak berhak mengatur kamu," jawab Salman membuat Vina mau tidak mau harus mengangguk.Sesampainya di kampung halaman Vina, ia tampak buru-buru turun dari mobil hendak menemui Ibunya yang dari kejauhan sudah terlihat. Tapi detik kemudian Vina diam sejenak untuk mengeluarkan sesak di dadanya.Dari kejauhan i
"Ibu adalah satu-satunya alasanku memilih kerja, aku gak tega sama Ibu setiap hari harus berjuang demi anak-anaknya.Padahal Ibu lagi sakit, tapi Ibu selalu menunjukkan rasa bahagia di depan aku dan Indra. Padahal kita juga tahu kalo Ibu capek," lanjut Fitri membuat Vina mangut-mangut, Ia merasa dirinya paling jahat karena tidak pernah mengetahui apa yang di alami keluarganya sendiri. Ia selalu mengira semuanya baik-baik saja, namun nyatanya berbeda dengan bayangannya."Maafin Kakak ya," lirih Vina tidak sanggup mendengar cerita adiknya tersebut.Seminggu kemudian, hari ini adalah hari pernikahan Salman dan Vina. Pernikahan di gelar di rumah Salman dan sekarang Vina sedang di rias, sedangkan Salman di bawah akad nikah."Ibu masih gak nyangka, sebentar lagi kamu bakal punya suami dan menjadi seorang istri." ucap Ibu sambil mengusap punggung Vina membuat sang empu ingin menangis.Namun, ia urungkan hal itu karena sudah berjam-jam untuk merias dan menyualapnya seperti bidadari."Ibu k
"Kalian apakan istri saya?" tanya Romi dingin membuat keduanya langsung senggol-senggolan tangan."Itu istri kamu jatuh Rom, niatnya kamu mau bantu tapi bingung harus gimana," jawab Rea mulai bersilat lidah membuat Romi langsung mangut-mangut lalu mendekati Khanza.Detik kemudian ia melihat cap lima di pipi istrinya tersebut, ia langsung mengambil ponselnya lalu menelepon seseorang."Belum puas kah Ibu membuatku menderita?" tanya Romi membuat Ira langsung kaget, ia tampak gugup menjawab pertanyaan Romi."Jawab Bu!" bentak Romi membuat kedua langsung terlonjak kaget."Em ... i--itu-" jawab Ira gelagapan ia tidak tau harus mengatakan apa."Apa?!" Bentak Romi lagi karen sudah habis kesabaran melihat Ibunya tersebut, Deg!"Lihat ini Bu, ini ulah siapa? Ibu mana yang tega lukai anaknya sampe segininya?" cecar Romi sambil menyingkap sedikit kemejanya memperlihatkan luka di perutnya."Romi Ibu kan gak sengaja, kalo kamu gak halangin pasti kamu gak kena." elak Ira membuat Romi tidak mengerti
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m