"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja
'Rudi mantannya Vina, benarkah? Itu mirip sekali dengan foto yang waktu itu Vina tunjukin,' ucap Salman dalam hati. Sedangkan Vina malah bingung melihat Salman tiba-tiba diam."Kak lagi liatin apa sih?" tanya Vina hendak menoleh ke arah jendela namun, Salman langsung menangkup wajahnya membuat Vina kaget."Gak apa-apa ayo kita ke rumah sakit," lanjut Salman lalu ia memajukan mobil. Ia kembali teringat dengan curhatan Vina awal-awal mereka ketemu.Ketika itu Salman sempat mengutarakan isi hatinya, namun Vina malah menolak jika harus berpacaran."Aku bukannya gak mau pacaran Kak, hanya saja aku udah trauma dengan pacaran.Dulu aku punya pacar namanya Rudi dia baik, perhatian, sopan, ramah, good looking lah. Aku yang polos ini malah tertipu begitu saja, nyatanya ia hanya ingin mengambil uangku, setiap kali aku gajian ia selalu meminta kalo aku gak ngasih dia pasti ngambek. Gak jarang ia bahkan marah dan dia dengan mudahnya memaki-maki aku di depan teman-temannya. Aku trauma sama cowok
"Liat aja nanti," jawab Ira dengan senyum liciknya.***3 hari kemudian, Romi di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Orang tua Romi menawarkan untuk istirahat di rumah mereka, namun Romi malah memilih pulang ke rumah pribadinya.Sedangkan Salman setelah Romi pulang dari rumah sakit. Keesokan harinya ia dan Vina langsung ke kampung halaman orang tua Vina untuk melamar gadis itu."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Vina tampak gelisah."Aku takut Kak," jawabnya membuat Salman menaikkan alisnya sebelah."Takut untuk?"tanya Salman memperjelas ucapan Vina."Tante Ira, takut beliau berbuat yang nggak-nggak pas tau aku nikah," jawab Vina membuat Salman menghela nafas."Gak apa-apa, dia gak berhak mengatur kamu," jawab Salman membuat Vina mau tidak mau harus mengangguk.Sesampainya di kampung halaman Vina, ia tampak buru-buru turun dari mobil hendak menemui Ibunya yang dari kejauhan sudah terlihat. Tapi detik kemudian Vina diam sejenak untuk mengeluarkan sesak di dadanya.Dari kejauhan i
"Ibu adalah satu-satunya alasanku memilih kerja, aku gak tega sama Ibu setiap hari harus berjuang demi anak-anaknya.Padahal Ibu lagi sakit, tapi Ibu selalu menunjukkan rasa bahagia di depan aku dan Indra. Padahal kita juga tahu kalo Ibu capek," lanjut Fitri membuat Vina mangut-mangut, Ia merasa dirinya paling jahat karena tidak pernah mengetahui apa yang di alami keluarganya sendiri. Ia selalu mengira semuanya baik-baik saja, namun nyatanya berbeda dengan bayangannya."Maafin Kakak ya," lirih Vina tidak sanggup mendengar cerita adiknya tersebut.Seminggu kemudian, hari ini adalah hari pernikahan Salman dan Vina. Pernikahan di gelar di rumah Salman dan sekarang Vina sedang di rias, sedangkan Salman di bawah akad nikah."Ibu masih gak nyangka, sebentar lagi kamu bakal punya suami dan menjadi seorang istri." ucap Ibu sambil mengusap punggung Vina membuat sang empu ingin menangis.Namun, ia urungkan hal itu karena sudah berjam-jam untuk merias dan menyualapnya seperti bidadari."Ibu k
"Kalian apakan istri saya?" tanya Romi dingin membuat keduanya langsung senggol-senggolan tangan."Itu istri kamu jatuh Rom, niatnya kamu mau bantu tapi bingung harus gimana," jawab Rea mulai bersilat lidah membuat Romi langsung mangut-mangut lalu mendekati Khanza.Detik kemudian ia melihat cap lima di pipi istrinya tersebut, ia langsung mengambil ponselnya lalu menelepon seseorang."Belum puas kah Ibu membuatku menderita?" tanya Romi membuat Ira langsung kaget, ia tampak gugup menjawab pertanyaan Romi."Jawab Bu!" bentak Romi membuat kedua langsung terlonjak kaget."Em ... i--itu-" jawab Ira gelagapan ia tidak tau harus mengatakan apa."Apa?!" Bentak Romi lagi karen sudah habis kesabaran melihat Ibunya tersebut, Deg!"Lihat ini Bu, ini ulah siapa? Ibu mana yang tega lukai anaknya sampe segininya?" cecar Romi sambil menyingkap sedikit kemejanya memperlihatkan luka di perutnya."Romi Ibu kan gak sengaja, kalo kamu gak halangin pasti kamu gak kena." elak Ira membuat Romi tidak mengerti
"Ini fitnah," bantah Ira dengan tegas sambil menatap tajam polisi itu."Dari tadi Ibu selalu bilang fitnah, mana buktinya kalo benar fitnah?" tanya polisi tersebut.Ira langsung mengeluarkan ponselnya menunjukkan sebuah foto dimana dirinya sedang duduk ketakutan dan satu perempuan sedang menodongkan pistol ke arahnya, ya tidak lain wanita itu adalah Indah."Bu Indah," ucap polisi tersebut tidak percaya."Nah, dia sebenarnya dalang di balik semua ini, asal Bapak tau ini fitnah!" lagi-lagi Ira meninggikan suaranya membuat para polisi langsung bimbang."Kalo begitu kami pergi, buang-buang waktu saja," ujar Rea dengan angkuhnya membuat para polisi saling melempar pandangan."Gak bisa Bu, kami akan menghubungi Ibu Indah untuk datang kesini dan selama itu berlangsung kalian harus di penjara dulu," tegas para polisi membuat Ira dan Rea kaget."Saya gak mau, jelas-jelas kami gak salah," bantah Ira, tapi posisi tetap tegas menahan keduanya.***Sore hari, para tamu sudah sepi dan acaranya juga
[Baik nanti malam saya dan istri saya kesana,] balas Bimo lalu ia menoleh melihat Indah."Sayang," panggil Bimo, Indah langsung menoleh sekaligus bingung membuat Bimo terkekeh geli melihat ekspresi istrinya tersebut."Nanti malam kita ke kantor polisi ya," ajak Bimo."Ngapain Mas?" tanya Indah bingung membuat Bimo menghembuskan nafas panjang."Nggak tau, ini polisi yang tadi siang nyuruh kesana kayaknya dua makhluk itu bikin ulah lagi," kesal Bimo."Hus ... gak boleh gitu Mas," ucap Indah."Habisnya gak pernah ada kapoknya," jawab Bimo kesal."Udah gak apa-apa namanya juga lagi cari perhatian sama mantan suami," lanjut Indah membuat Bimo langsung menatap tegas ke arah Indah sedangkan Indah malah acuh.Bimo bangkit dari duduknya lalu mendekati Indah."Ndah," panggil Bimo membuat Indah langsung mendongak."Apa Ma- mffft," belum sempat ia menyelasaikan ucapannya Bimo sudah menyambar bibirnya."Huh ... Mas kamu kenapa ih ngagetin," kesal Indah membuat Bimo langsung memegang kedua tangan I
"Siapa dia ya polisi, cuma gak bisa sesuai peraturan mereka," lanjut Bimo."Bisa Yah, di situ ada David temannya Salman dan kebetulan Romi juga akrab semenjak kejadian kemaren," sanggah Romi membuat Bimo langsung mengangguk."Pergilah, Ayah tidak tega lihat Bunda kamu disana," lanjut Bimo yang dibalas anggukan oleh Romi, ia kembali masuk ke dalam mencari Khanza."Khanza," panggil Romi karena ia tidak melihat istrinya tersebut."Di kamar Fatimah, Kak!" sahut Khanza membuat Romi langsung menuju kamar adiknya.Ceklek! "Kenapa Kak?" tanya Khanza begitu melihat Romi masuk."Kamu nginap disini dulu sama Fatimah ya," ucap Romi membuat Khanza bingung."Kakak mau kemana?" tanya Khanza membuat Romi langsung tersenyum."Kakak ada kerjaan penting dan harus di selesaikan malam ini juga," jawab Romi membuat Khanza mangut-mangut."O iya Bang, lihat Bunda gak?" tanya Fatimah yang sedang asik dengan ponselnya."Bunda nginap di rumah Oma," jawab Romi berbohong ia tidak ingin istri dan adiknya tersebut