Indah menoleh ke samping detik kemudian ia sadar jika suaminya baru saja mendonorkan darah.Indah langsung mengusap wajah Bimo membuat Bimo yang sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya di sisi kursi kembali membuka matanya."Maaf," lirih Indah yang dibalas senyuman oleh Bimo."Kok minta maaf, kamu gak salah," ucap Bimo."Mas tunggu di sini, aku ke depan sebentar," ucap Indah, tapi Bimo langsung menahan tangannya."Jangan, nanti kamu kenapa-kenapa," sanggah Bimo. Indah langsung menggeleng lalu mencium tangan suaminya itu."Sebentar aja Mas, sebentar aja, aku gak apa-apa insyaallah." pinta Indah membuat Bimo mau tidak mau langsung mengangguk.Buru-buru Indah keluar dari rumah sakit mencari warung atau mini market terdekat. Ia langsung membeli beberapa susu, air mineral, roti dan lain-lain untuk suaminya.Bagitu ia keluar dari mini market, samar-samar ia melihat Khanza turun dari mobil."Khanza," panggil Indah membuat Khanza dan Salman langsung menoleh. Khanza langsung te
"Iya Kak," jawab Khanza singkat tapi mampu membuat Vero bahagia dengan jawaban itu."Ya sudah kalo begitu ayo keluar," ajak Vero membuat Khanza kembali menoleh."Bisakah aku lebih lama disini Kak, aku janji nanti aku bakalan keluar," pinta Khanza membuat Vero diam sejenak lalu ia mengangguk."Jangan terlalu menangisi suamimu, kasian dia butuh ketenangan dulu," nasehat Vero yang dibalas anggukan oleh Khanza. Setelah Vero keluar Khanza memejamkan matanya.Ia tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan Vero, ia menatap sendu wajah Romi seketika perasaan bersalah menyelimuti dirinya."Maafin aku Kak, disaat Kakak seperti ini aku malah ngobrol dengan orang lain," lirih Khanza lalu mencium tangan Romi, air matanya kembali mengalir.Ia meletakkan tangan Romi di perutnya berusaha memberikan kekuatan untuk suami sekaligus calon ayah untuk anaknya tersebut.Di luar Salman dan orang tua Romi sedang ngobrol-ngobrol tentang Romi, Salman hanya menyimak cerita hidup bosnya tersebut sesekali ia mangut-m
Tut! Salman merampas ponsel tersebut lalu memutuskan sambungan membuat Rea kaget."Kenapa dimatiin," kesal Rea membuat Salman menaikkan alisnya sebelah."Saya cuma butuh tau dia dimana, tidak butuh curhat panjang lebarnya," jawab Salman santai lalu ia mulai menjalankan mobil.Sekarang Rea dan Salman sedang di perjalanan menuju bandara. Rea benar-benar bingung kenapa Salman memutuskan sambungan. Ira pun sama ia merasa aneh dengan Rea, tanpa membuang waktu ia langsung mengetikkan pesan untuk Rea.***Ting! Salman langsung meraih ponsel Rea lalu membuka pesannya.[Tante tunggu di bandara ya setidaknya Tante ingin ketemu kamu sebelum berangkat] tulis Ira membuat Salman tersenyum miring.[Baik Tante] balas Salman sambil tersenyum miring."Jangan harap bisa berangkat," gumam Salman sedangkan Rea hanya bisa menghela nafas panjang, pasalnya ia sedang diperalat oleh Salman.Ingin melawan juga tidak ada gunanya, karena ia sudah lemas semalaman di ikat.***Di rumah sakit, Fatimah yang baru saj
Deg! Ira yang melihat itu langsung menoleh melihat rea dengan tatapan tajamnya."Kamu tega sama Tenta Rea," ucap Ira tegas membuat Rea langsung menggeleng."Aku juga di tahan Tan, gak cuma Tante," bantah Rea. Ira langsung mengambil tasnya berniat masuk tapi, Salman langsung menghadangnya."Mau kemana Tante? Anak Tante sekarat di rumah sakit bisa-bisanya Tante mikirin kabur. Gak nyangka sih," ucap Salman membuat Ira langsung menatapnya tajam."Gak usah ikut campur, minggir!" bentak Ira, tapi tidak di hiraukan oleh Salman."Tante mau menyerahkan diri sendiri atau perlu main kekerasan?" lagi-lagi Salman membuat Ira kesal."Sudah saya bilang jangan ikut campur!" bentak Ira membuat Salman mangut-mangut."Ya sudah, David tangkap saja," panggil Salman pada pria berkaos hitam tersebut. David adalah teman dekat Salman yang sekarang berprofesi sebagai polisi."Oke," jawab David lalu ia mengeluarkan borgolnya, Ira langsung kaget."Kamu siapa? Gak usah pura-pura jadi polisi!" bentak Ira saat Da
"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja
"Huh .. akhirnya bebas, mending sekarang aku pergi jauh tapi sialnya pesawat sudah berangkat, bagaimana dengan Bimo? Ah, sudahlah jangan di pikirkan sekarang, yang jelas aku belum melepaskannya apalagi istrinya," gumam Ira lalu menyunggingkan senyum.Disisi lain, Rea memilih untuk mencari tempat makan terlebih dahulu karena perutnya sudah benar-benar keroncong di tawan semalaman."Ingat Fatimah, kamu akan mendapat balasan yang setimpal dengan apa yang udah kamu perbuat padaku tadi malam, gadis ingusan!" umpat Rea, samar-samar ia melihat orang yang tidak asing baginya dari kejauhan.Tapi Rea bisa melihat jelas orang tersebut, ia mengucek-ngucek matanya memastikan penglihatannya dan benar ia mengenal orang tersebut, tanpa membuang waktu Rea langsung berlari mendekati orang tersebut."Tante!" pekik Rea membuat Ira langsung menoleh lalu menoyor kepala Rea."Akh ... sakit Tante," ringis Rea membuat Ira menatapnya tajam."Sakit ... sakit, tapi kamu biarin Tante hampir di jebloskan ke penja
'Rudi mantannya Vina, benarkah? Itu mirip sekali dengan foto yang waktu itu Vina tunjukin,' ucap Salman dalam hati. Sedangkan Vina malah bingung melihat Salman tiba-tiba diam."Kak lagi liatin apa sih?" tanya Vina hendak menoleh ke arah jendela namun, Salman langsung menangkup wajahnya membuat Vina kaget."Gak apa-apa ayo kita ke rumah sakit," lanjut Salman lalu ia memajukan mobil. Ia kembali teringat dengan curhatan Vina awal-awal mereka ketemu.Ketika itu Salman sempat mengutarakan isi hatinya, namun Vina malah menolak jika harus berpacaran."Aku bukannya gak mau pacaran Kak, hanya saja aku udah trauma dengan pacaran.Dulu aku punya pacar namanya Rudi dia baik, perhatian, sopan, ramah, good looking lah. Aku yang polos ini malah tertipu begitu saja, nyatanya ia hanya ingin mengambil uangku, setiap kali aku gajian ia selalu meminta kalo aku gak ngasih dia pasti ngambek. Gak jarang ia bahkan marah dan dia dengan mudahnya memaki-maki aku di depan teman-temannya. Aku trauma sama cowok
"Liat aja nanti," jawab Ira dengan senyum liciknya.***3 hari kemudian, Romi di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Orang tua Romi menawarkan untuk istirahat di rumah mereka, namun Romi malah memilih pulang ke rumah pribadinya.Sedangkan Salman setelah Romi pulang dari rumah sakit. Keesokan harinya ia dan Vina langsung ke kampung halaman orang tua Vina untuk melamar gadis itu."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Vina tampak gelisah."Aku takut Kak," jawabnya membuat Salman menaikkan alisnya sebelah."Takut untuk?"tanya Salman memperjelas ucapan Vina."Tante Ira, takut beliau berbuat yang nggak-nggak pas tau aku nikah," jawab Vina membuat Salman menghela nafas."Gak apa-apa, dia gak berhak mengatur kamu," jawab Salman membuat Vina mau tidak mau harus mengangguk.Sesampainya di kampung halaman Vina, ia tampak buru-buru turun dari mobil hendak menemui Ibunya yang dari kejauhan sudah terlihat. Tapi detik kemudian Vina diam sejenak untuk mengeluarkan sesak di dadanya.Dari kejauhan i