"Abis ashar kita ke rumah Bunda ya," ajak Romi sambil menunduk melihat Khanza yang sedang memperhatikannya. Dengan cepat Khanza mengangguk karena ia juga sudah rindu kesana."Kak," panggil Khanza membuat Romi kembali menunduk lalu menaikkan alisnya sebelah."Dua hari lagi 'kan puasa, aku mau ziarah ke makam Ayah sama Bapak ya." ucap Khanza yang dibalas anggukan oleh Romi. "Boleh, nanti saya ikut," jawab Romi membuat Khanza tersenyum manis lalu mengalungkan tangannya ke leher Romi."Mau ke kamar," rengeknya seketika membuat Romi terkekeh lalu mengangguk membiarkan gadis itu pergi ke kamar pribadinya. ***Sore hari, Romi dan Khanza sudah sampai di rumah orang tua Romi. Dari kejauhan Romi tersenyum saat melihat adiknya yang masih SMA sedang menyapu di teras."Assalamualaikum," ucap Romi yang diikuti oleh Khanza."Walaikumsalam, Bunda ... Bang Romi datang," teriak gadis itu membuat Romi langsung terkekeh lalu mengacak-acak jilbabnya."Ish ... Abang, 'kan rusak," kesal Fatimah sambil mem
Disisi lain, Vina mulai gelisah bercampur panik karena tidak ada angkutan umum yang lewat. 'Duh gimana ya, kalo jalan juga jauh banget.' ucap Vina dalam hati sambil menggosok-gosokkan tangannya.Dari kejauhan ternyata dua orang laki-laki yang berpakaian serba hitam sedari tadi sudah memperhatikan dirinya. Tanpa Vina sadari dua orang tersebut sudah mendekatinya diam-diam dari belakangnya.Saat Vina menoleh hampir saja ia melompat karena kaget melihat orang tersebut. Detik kemudian satu pria tersebut menarik tangan Vina membuatnya langsung panik."Ngapain kamu? Lepasin!" bentak Vina, tapi tidak di hiraukan oleh laki-laki tersebut ia malah menarik Vina sekuat tenaganya membuat Vina mau tidak mau dengan susah payah mengikuti langkah laki-laki tersebut."Lepasin! Tolong!" teriak Vina, tapi satu pria lagi langsung membekap mulutnya membuat Vina semakin panik, tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat karena takut.'Ya Allah, tolong selamatkan hamba, hamba mohon.' pintanya dalam hati sambil air ma
Detik kemudian ia mengangguk dengan mantap membuat Salman langsung memeluk Vina dengan erat."Terima kasih sayang, jangan takut lagi ada aku disini," bisik Salman membuat Vina langsung lega. Salman melepaskan pelukannya lalu menatap Vina dalam-dalam."Apa yang mereka lakukan sama kamu?" tanya Salman dengan serius membuat Vina langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat tidak ingin mengingat-ingat kejadian tadi."Ceritakan sayang, gak apa-apa aku akan membuat dua orang tersebut merasakan nikmatnya di penjara," bujuk Salman sambil mengusap air mata Vina."Mereka menarik tanganku Kak," ucap Vina sambil menunjukkan tangannya yang sudah membiru membuat Salman semakin geram."Lagi," lanjut Salman sambil menatap wanita itu lekat-lekat."Mereka menamparku, mendorongku ke gudang, menarik paksa bajuku hingga robek. Ia bahkan hiks ... ," Vina tidak sanggup melanjutkan ucapannya membuat Salman langsung mengusap-usap tangan Vina."Lanjut sayang gak apa-apa," ucap Salman menguatkan Vina."
Tiba-tiba Vina langsung membuang ponselnya membuat Salman kaget."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Vina tiba-tiba ketakutan."Kak ... hiks, baca ponselku," tiba-tiba tangis Vina pecah membuat Salman kaget. Dengan cepat ia meraih ponsel tersebut lalu membaca pesan."Shit!" umpat Salman ia langsung mengepalkan tangannya."Ternyata ini direncanakan, awas aja sampe dalangnya harus dapat." ucap Salman ia menatap Vina dengan serius, ia memegang kedua bahu gadis itu."Jangan takut, saya nggak akan biarin kamu seperti kemaren lagi, kamu jangan takut ya.Untuk ponsel kamu saya pegang dulu," terang Salman yang dibalas anggukan oleh Vina.***Disisi lain, setelah selesai sarapan pagi, Romi dan Khanza sedang duduk-duduk di halaman belakang rumah orang tuanya.Dari kejauhan Indah sedang memperhatikan anak dan menantunya tersebut. Bibirnya terus saja tersenyum bangga melihat Romi yang bagitu romantis pada Khanza."Ngapain Ndah?" tanya Bimo tiba-tiba membuat Indah langsung menoleh."Shut! Janga
"Nah, itu dia Bang orangnya yang maki-maki Vina." bisik Rea membuat Romi mangut-mangut lalu melipat kedua tangannya."Romi," panggil Rea dengan girangnya, ia bahkan hampir saja memeluk Romi, tapi Romi terlebih dahulu menghindar."Ngapain kamu disini? Dari mana kamu tahu tempat ini?" tanya Romi datar."Dari Ibu kamu dong, Tante 'kan sinyalnya luas lacak beginian mah gampang apalagi kamu anaknya," jawab Rea dengan santainya."Eh tunggu, kamu-" tebak Rea sambil menunjuk Salman, ia berfikir sejenak."Oh ternyata kamu pembohong besar, aku ingat kamu adalah orang yang ngaku-ngaku sebagai atasannya si Babu yang kemaren 'kan? O jadi kamu kerja disini dan setau aku atasan disini Romi berarti kamu juga Babu dong," tebak Rea sambil menahan tawa membuat Salman hanya bisa menghela nafas panjang percuma berdebat dengan orang seperti Rea."Kamu ngapain kesini?" tanya Romi lagi dengan datar."Ih ketemu kamu Rom, kata Tante kalo nggak ada di rumah. Ini alamat kantor kamu makanya aku datang kesini." j
Tanpa membuang waktu Romi langsung berlari keluar dari ruangannya membuat Khanza bingung. "Security!" panggil Romi dengan keras membuat para security menoleh."Iya Pak, ada apa?" tanya mereka melihat bingung saat mata Romi celingak-celinguk."Jangan biarkan wanita yang disana pergi, awasi dia!" perintah Romi menunjuk ke arah Rea, untung Rea keras kepala tidak mau pulang sedari tadi.Setelah selesai Romi kembali ke ruangannya, lalu buru-buru menyusun berkas-berkas penting. Kemudian ia menoleh melihat istrinya sedang memperhatikannya."Kita ke rumah orang tuaku sekarang ya," ajak Romi membuat Khanza bingung pasalnya baru kemaren sore mereka balik. Tapi langsung mengangguk tidak ingin banyak tanya karena suaminya terlihat sibuk.Romi yang melihat Khanza hanya mengangguk seketika meletakkan berkasnya lalu mendekati istrinya tersebut, ia langsung mencium kening Khanza."Maaf ya saya cuekin kamu terus," ucap Romi, lagi-lagi Khanza hanya mengangguk. Romi diam sejenak berfikir berkali-kali
Dor! Suara pistol menggelegar membuat Fatimah semakin mencengkram ujung kursi."Akh," suara ringisan. Indah yang sudah gemetar tiba-tiba merasa aneh karena tidak merasa sakit sedikitpun di badannya."Romi!" teriak Bimo dari belakang membuat Indah langsung membuka matanya. Ia langsung kaget melihat putranya tergeletak di lantai."Romi!" seketika Indah histeris ingin rasanya ia berlari memeluk putranya. Tapi karena posisinya yang sedang di ikat membuatnya langsung berontak.Sedangkan Ira, ia tiba-tiba mematung menyaksikan siapa yang ia tembak, kakinya seperti di lem dan tangannya. Tiba-tiba melemah hingga pistol di tangannya jatuh begitu saja. Disaat Ira ingin menembak Indah. Romi dengan cepat berlari menghalangi Bundanya, sedangkan Ira sudah di penuhi emosi ingin menghabisi Indah detik itu juga.Ia tidak berniat sedikitpun mencelakai putranya, ia hanya ingin membunuh Indah yang sudah mengganggu di hidupnya yang sekarang ini."Mas, lepasin ini! Romi!" teriak Indah semakin menjadi-jadi
Indah menoleh ke samping detik kemudian ia sadar jika suaminya baru saja mendonorkan darah.Indah langsung mengusap wajah Bimo membuat Bimo yang sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya di sisi kursi kembali membuka matanya."Maaf," lirih Indah yang dibalas senyuman oleh Bimo."Kok minta maaf, kamu gak salah," ucap Bimo."Mas tunggu di sini, aku ke depan sebentar," ucap Indah, tapi Bimo langsung menahan tangannya."Jangan, nanti kamu kenapa-kenapa," sanggah Bimo. Indah langsung menggeleng lalu mencium tangan suaminya itu."Sebentar aja Mas, sebentar aja, aku gak apa-apa insyaallah." pinta Indah membuat Bimo mau tidak mau langsung mengangguk.Buru-buru Indah keluar dari rumah sakit mencari warung atau mini market terdekat. Ia langsung membeli beberapa susu, air mineral, roti dan lain-lain untuk suaminya.Bagitu ia keluar dari mini market, samar-samar ia melihat Khanza turun dari mobil."Khanza," panggil Indah membuat Khanza dan Salman langsung menoleh. Khanza langsung te