Share

Gosip

Penulis: Maheera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 13:52:17

Sukma merapikan tudung saji dan memeriksa dapur sebelum berangkat ke rumah ibunya. Pagi ini suasana hatinya tidak baik-baik saja. Saat tahu angsuran yang harus dibayar sekitar tiga juga, kepalanya seketika terasa berat. Dulu saat Yudi membayar utang bank keliling Romi yang jumlahnya 800 ribu sebulan, dia hanya diberi nafkah satu juta per bulan. Dia pastikan ke depan mungkin Yudi akan kesulitan memberinya uang. Sukma berusaha menenangkan diri, walau dia punya penghasilan sendiri, bukan berarti tidak butuh nafkah dari Yudi. Dia memasukkan gamis, jilbab dan bahan makanan ke dalam tas kain untuk diberikan ke ibunya.

Rumah yang ditempati ibunya sekarang bekas kontrakan mereka dulu. Dari usahanya berjualan online, Sukma mampu membeli rumah itu saat dia masih menimba ilmu di salah satu universitas. Rumahnya tidak terlalu besar, tetapi sangat nyaman. Bukannya tak pernah mengajak sang ibu tinggal bersama di kontrakannya, tetapi wanita itu selalu menolak untuk pindah. "Ibu di sini saja, Nak. Tempat ini penuh kenangan, meskipun sederhana." Begitu alasan yang sering kali diberikan. Sukma mengerti, tetapi tetap saja hatinya khawatir setiap kali meninggalkan ibunya sendirian.

Setelah 30 menit perjalanan, Sukma tiba di depan rumah kontrakan ibunya. Dia mengetuk pintu pelan, lalu masuk begitu mendengar suara ibunya dari dalam. "Eh, Sukma. Tumben pagi-pagi ke sini?"

Sukma mencium tangan ibunya dan meletakkan tas yang dibawanya di atas meja. "Aku kangen, Bu. Lagi pula ada yang mau aku ceritakan."

Ibunya langsung menyuguhkan teh hangat sambil duduk di kursi yang berderit. "Ceritakan saja, Nak. Kalau ada beban di hati, jangan dipendam sendiri."

Awalnya, Sukma ragu untuk memulai, tapi setelah didesak ibunya, dia mulai menceritakan semua yang terjadi. Perihal sikap mertua yang selalu memihak adik-adik Yudi, hingga bagaimana Yudi menjadi sosok yang tak bisa tegas pada keluarganya. Ibunya mendengarkan dengan tenang. Meski begitu raut wajahnya sesekali berubah mendung ketika Sukma bercerita soal beban utang yang ditanggung Yudi.dan perlakuan mertuanya.

"Begini, Nak," ibunya mulai bicara setelah Sukma selesai. "Ujian dalam rumah tangga itu banyak bentuknya. Kadang datang dari orang luar, kadang dari keluarga sendiri. Selama Yudi itu tidak main perempuan, jud-i, mabuk-mabukan, masih ada alasan untuk bertahan."

Sukma diam, menundukkan kepalanya. "Tapi, Bu, aku capek. Apa aku salah kalau ingin Yudi lebih tegas pada keluarganya? Kenapa semua orang menganggap aku ini penghalang antara Yudi dan ibunya? Padahal aku cuma ingin dia adil. Aku juga punya hak untuk bahagia, Bu."

Ibunya menarik napas panjang, lalu menatap Sukma dengan lembut. "Kamu tidak salah, Sukma. Kamu hanya ingin suami memperhatikan istri, bukan hanya keluarga besarnya. Tapi ingat, menikah itu artinya menerima semua beban pasanganmu. Kalau kamu mundur sekarang, apa yakin hidupmu akan lebih tenang?"

Sukma menghela napas. Kata-kata ibunya mengendap di kepalanya, tetapi tidak cukup untuk meredakan am4rahnya. "Aku tahu, Bu. Aku kasihan sama Mas Yudi. Keluargany menjadikan dia sapi perah, mereka tidak mau tahu Mas Yudi secapek apa, kalau ada maunya baru mulut manis mereka keluar."

Ibunya mengangguk pelan. "Kalau begitu, kamu harus bicarakan ini lagi dengan Yudi. Jangan diam saja. Tapi, ingat, jangan sampai lidahmu jadi pisau yang meluk-ai. Kata-kata itu bisa lebih tajam dari apa pun, Nak."

Setelah menghabiskan waktu hingga sore, Sukma berpamitan untuk pulang. Di perjalanan, dia memutuskan mampir ke warung kecil untuk membeli stok camilan. Saat sedang memilih roti dan mie instan, sayup-sayup dia mendengar suara yang sangat familiar.

"Iya, Mbak. Sukma itu nggak pernah perhatian ke saya. Padahal rumahnya cuma di seberang sana, lho. Dekat banget"

"Lho, bukannya Mbak Sukma sering ke rumah Bu Lilis? Saya sering liat tiap sore."

"Iya, cuma lihat doang, tapi nggak ngasih apa-apa. Dia di rumah pun sibuk main ponsel. Basa-basi mau nitip belanja apa juga nggak. Padahal dia kan istrinya Yudi. Mestinya dia ikut tanggung jawab sama saya, minimal jangan pengaruhi anak saya buat benc1 saya."

Sukma menajamkan telinga. Tidak salah, itu suara ibu mertuanya.

"Iya, saya dengar Yudi sering sakit sekarang. Mungkin karena istri nggak berbakti," sahut seorang wanita lain.

Sukma mengepalkan tangannya. Dia melangkah pelan ke arah mereka, sengaja menampakkan diri. Ibu mertuanya langsung terdiam begitu melihat Sukma berdiri dengan senyum tipis.

"Oh, jadi saya kurang perhatian, ya?" Sukma bertanya dengan nada datar, sangat tenang meskipun ada nyala api di matanya. "Memangnya makanan yang Ibu makan setiap hari itu turun dari langit? Atau rumah Ibu bisa bersih sendiri tanpa saya yang membantu?"

Ibu mertuanya salah tingkat, tetapi segera memasang wajah acuh tak acuh. "Kamu itu bicara apa, Sukma? Ibu cuma curhat, kok. Nggak usah tersinggung."

Sukma tersenyum sinis. "Curhat, ya, Bu? Baiklah, lain kali kalau Ibu butuh bantuan, jangan lupa curhat ke orang lain juga. Jangan ke saya, soalnya saya menantu tidak berbakti."

Wanita yang tadi berbicara dengan ibu mertuanya menunduk canggung, sementara Sukma membayar belanjaannya dengan tenang. Sebelum pergi, dia menoleh sekali lagi ke arah ibu mertuanya. "Ingat, Bu. Kalau memang saya ini istri yang nggak berbakti, Ibu bebas suruh Mas Yudi cari istri lain. Saya nggak akan keberatan."

Sukma meninggalkan warung dengan langkah tegas, tetapi hatinya terasa panas. Dia tahu kata-katanya tadi bisa memicu masalah lebih besar, tetapi dia sudah terlalu muak. Bisa-bisanya yang dia lakukan selama ini untuk ibu mertua tidak dihargai sama sekali.

Ketika tiba di rumah, Yudi sudah menunggu di meja makan. Melihat wajah suaminya yang lelah, Sukma merasa sedikit bersalah. Dia menahan diri agar tak mengadukan sikap ibu mertuanya tadi. Dia tak ingin menambah beban hati suaminya.

"Darimana, Sayang?" Yudi bertanya dengan nada lembut.

"Dari rumah Ibuku, trus belanja," jawab Sukma singkat, lalu berjalan ke dapur untuk menyimpan barang belanjaannya.

Yudi mengikuti dari belakang. "Kamu nggak apa-apa? Tadi Ibu telepon, katanya kamu marah di warung."

Sukma membalikkan badan dengan cepat. "Oh, jadi Ibumu sudah telepon duluan, ya? Hebat sekali. Dia cerita apa? Kalau aku ini menantu yang nggak tahu diri? Atau aku ini istri yang menghalangi anaknya berbakti?"

Yudi terlihat bingung. "Sukma, jangan salah paham. Aku cuma tanya."

Sukma memotong dengan suara yang lebih tinggi. "Mas, sampai kapan kamu akan terus jadi boneka keluargamu? Aku ini istrimu, tapi aku selalu dianggap orang luar. Apa aku harus menunggu sampai kamu kehilangan segalanya baru sadar?"

Yudi tidak menjawab. Dia menundukkan kepala, tampak seperti orang yang kehilangan kata-kata.

Sukma melanjutkan dengan suara yang lebih tenang tetapi tegas. "Aku sudah sabar, Mas, tapi sabar ada batasnya. Kalau kamu terus begini, aku nggak tahu sampai kapan bisa bertahan."

Yudi mengangkat kepala dan menatap Sukma dengan sorot bersalah. "Maaf, ya, udah jangan dengarkan Ibu lagi. Sedapat mungkin hindari konfrontasi dengan Ibu."

Sukma menatapnya lama, lalu menghela napas panjang. "Kamu tahu, Mas? Bukan hanya ada anak durhaka, tetapi ada juga Ibu durhaka yang membuat putranya lupa kewajibannya pada istri."

Setelah berkata demikian, Sukma pergi ke kamar tanpa menunggu jawaban. Dia membiarkan Yudi berdiri sendirian di dapur. Yudi terduduk lemas di kursi dapur memikirkan kata-kata Sukma. Dia tahu istrinya benar, tapi, apa yang harus dia lakukan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Kesabaran yang Diuji

    Dua hari terakhir, Sukma merasa ada yang janggal. Yudi pulang larut malam hampir setiap hari. Ketika ditanya, jawabannya selalu sama. "Aku ambil pekerjaan tambahan. Kita harus segera melunasi utang bank."Mendengar itu, Sukma tidak bisa memprotes. Dia tahu Yudi melakukannya demi keluarga, tetapi dalam hati, dia sedih dan muak. Lagi-lagi, suaminya harus berkorban untuk menanggung beban yang sebagian besar adalah ulah adik-adiknya. Sukma berusaha mengendalikan dirinya, mengingat nasihat ibunya tentang kesabaran.'Aku ingin lihat sampai di mana dia bisa bertahan jadi budak keluarganya,' Sukma membatin sembari menahan kekesalan yang sudah menumpuk. Dia tidak ingin berdebat lagi, apalagi menambah beban pikiran Yudi. Masalah dengan ibu mertua di warung juga mengendap sendiri. Sejak hari itu Sukma tak pernah datang lagi mengunjungi mertuanya. Dia tahu apa pun yang dia lakukan, di mata wanita itu tetap salah.Siang itu, setelah mengantar barang dagangannya ke ekspedisi, Sukma pulang dengan pi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Pencuri

    Pagi itu, Sukma bangun lebih awal seperti biasa. Setelah menyiapkan sarapan sederhana-nasi putih, ayam goreng, dan sayur lodeh favorit Yudi-dia berniat membangunkan suaminya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Rani keluar dari kamar tamu dengan mata masih setengah tertutup. Tanpa basa-basi, Rani langsung duduk di meja makan lalu meraih piring dan mulai menyendok nasi dengan lahap. Tidak cukup sampai di situ, tangannya dengan santai mengambil ayam goreng yang Sukma siapkan khusus untuk suaminya. Sukma mematung, nyaris tak percaya dengan kelakuan adik iparnya itu. Dia gegas menghampiri meja makan. "Rani, itu ayam buat Masmu," katanya dengan suara tertahan. Rani mendongak, mengunyah pelan, lalu menjawab dengan nada datar, "Kan masih ada telur ceplok. Mas Yudi juga nggak bakal keberatan." "Ini bukan soal keberatan atau nggak," balas Sukma dengan nada mulai meninggi. "Kamu tamu di sini. Seharusnya kamu tahu sopan santun. Kalau kamu mau makan, bilang dulu. Jangan asal ambil makana

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Konfrontasi

    "Tanya adik kesayanganmu apa yang dia ambil dari rumahku?" balas Sukma dengan suara bergetar. Rasanya dar4hnya mendidih menahan amar4h. "Maksudmu apa? Kamu kenapa sih nggak suka adikku tinggal di sini? Padahal dia berkunjung sesekali, tapi sikapmu selalu ketus padanya." "Karena adikmu tidak tahu diri!" seru Sukma keras. Sepertinya Yudi sudah buta hingga tak melihat prilaku adiknya yang tidak tahu adap. Yudi menggeleng pelan. Dia tidak mengerti kenapa Sukma sangat membenci adik-adiknya. Dia tahu mereka kelewatan, tapi keluarga tetaplah keluarga. "Di mana Rani sekarang?" tanya Sukma lagi dengan wajah garang. "Sikapmu yang seperti ini bikin Rani nggak hormat. Aku antar ke terminal. Dia bilang anak-anak nggak betah di sini, jadi dia pulang ke rumahnya sore tadi. Emangnya kenapa sih?" Sukma tertawa sinis.. " Rani pulang bukan karena nggak betah, tapi untuk menghilangkan jejak!" Dahi Yudi berkerut. Dia semakin tidak mengerti arah pembicaraan Sukma. "Cincin kawin kita hilang, Mas! Ua

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Ini Pilihanku

    Sukma berdiri membelakangi Yudi sembari memegangi pipinya yang terasa kebas. Sejak menikah ini pertama kalinya Yudi melukai fisiknya dan untuk Sukma tindakan tadi adalah puncak dari segala luka yang selama ini dia pendam. Cukup sudah kesabarannya, selama ini dia bertahan berharap Yudi sadar telah bersikap tidak adil padanya. Tak jemu merajut doa di setiap sujud agar pria itu melihat pengabdiannya. Namun, semua sia-sia, ternyata berjuang sendiri itu melelahkan. Sementara itu Yudi masih berdiri di ambang pintu kamar, dia berusaha mendinginkan hati Sukma yang membara. “Sukma, aku minta maaf,” ucap Yudi dengan suara bergetar. Dia menyesali perbuatannya, melihat pipi Sukma bekas tangannya di pipi bersih Sukma menyakiti hatinya juga. Dia merasa gagal sebagai suami. “Aku khilaf. Aku nggak sengaja. Aku—” “Pergi!” Sukma menjawab tegas, suaranya meninggi. “Kamu pikir maaf bisa memperbaiki semuanya? Kamu pikir aku akan melupakan begitu saja apa yang baru saja kamu lakukan?” Yudi terdiam, mat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Baikan

    Di rumah ibunya, Sukma terduduk di sofa kecil ruang tamu, wajahnya sembab karena tangis yang belum juga reda. Sang ibu duduk di sebelahnya, memegang tangan putrinya dengan lembut. “Sudahlah, Nak. Kamu di sini dulu. Tenangkan pikiranmu. Jangan ambil keputusan apa-apa saat hati masih panas,” ucap ibunya dengan lembut. Sukma mengangguk walau hatinya masih gelisah. “Tapi, Bu, apa gunanya bertahan? Aku mencintai Yudi, tapi dia tidak pernah berpihak padaku. Kalau begini terus, aku capek. Aku nggak sanggup.” Ibunya mengusap punggung Sukma dengan penuh kasih. “Ibu tahu kamu cinta sama dia, tapi pernikahan itu bukan cuma soal cinta, Nak. Kalau kamu terus terluka, itu bukan cinta lagi namanya. Kamu istirahat dulu, ya. Jangan terlalu memikirkan hal-hal yang meny4kitkan.” Sukma lagi-lagi mengangguk pelan. Tubuhnya terasa lelah, bukan hanya karena kurang tidur, tetapi juga karena beban emosional yang tak kunjung hilang. Belakangan ini dia juga sering merasa mual dan pusing, mungkin efek masala

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 11

    Telinga Sukma berdenging ketika mendengar suara nyaring ibu mertuanya. Wanita paruh baya itu melangkah masuk ke rumah tanpa permisi, langsung duduk di kursi ruang tamu seolah rumah ini miliknya. Wajahnya yang penuh kerutan tampak masam, pandangannya tajam dan sinis ke arah Sukma."Oh, baru ingat pulang. Dasar wanita nggak benar!" suara ketus itu keluar dari mulut ibu Yudi, membuat Sukma yang duduk di kursi seberang hanya mampu menghela napas panjang.Sukma diam, mencoba menahan emosi yang meluap-luap dalam dadanya. Dia tahu, berdebat dengan ibu Yudi hanya akan memperpanjang masalah. Dia melirik Yudi yang berjalan ke kamar mandi."Seharusnya kamu bersyukur, Sukma. Anakku itu terlalu baik sama kamu. Kalau aku jadi dia, sudah lama kamu aku tinggalkan! Mana ada laki-laki yang mau bertahan sama istri kayak kamu?" lanjut ibu mertuanya, kali ini dengan senyum sinis meremehkan Sukma.Sukma tersenyum tipis, dalam kondisi normal mungkin balasannya akan frontal. Sekarang kondisi badannya sangat

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 12

    Sukma sedang memeriksa pesanan online yang masuk di ponselnya di ruang tamu, ketika suara pintu depan berderit keras tanpa aba-aba. Dia langsung memasang kerudungnya yang tergeletak di kursi lalu menoleh siapa yang datang."Juno?" serunya, adik bungsu Yudi itu masuk tanpa mengetuk, seolah rumah ini miliknya."Hehe, kaget ya, Mbak?" Juno tersenyum lebar, tatapannya menyapu ruangan sebelum mendarat pada Sukma. Ada sesuatu di matanya yang membuat Sukma tidak nyaman, tatapan Juno terlalu berani, terlalu menilai, membuatnya bergidik."Kenapa masuk nggak izin dulu?" Sukma menegur, berusaha tetap tenang meski hatinya sudah ketar-ketir."Ah, ini kan rumah Kakakku sendiri. Apa salahnya?" jawab Juno santai sambil menutup pintu dengan kaki."Mas Yudi nggak ada di rumah, sebaiknya kamu pulang," ucap Sukma tegas. Dia mulai curiga melihat Juno menutup pintu, dia takut akan terjadi fitn4h. Dia berjalan ke arah pintu."Tunggu dulu, Mbak," Juno menghalangi langkah Sukma, dia mendekat dengan langkah pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 13

    Sejak kejadian hari itu sikap Sukma semakin dingin terhadap Yudi. Dia bicara seperlunya saja. Satu tanya, satu jawab, lalu diam. Rumah yang dulu hangat kini terasa dingin mencekam. Yudi pun tak berniat melunakan hati Sukma. Dia sudah terlalu lelah bekerja seharian di pabrik lalu dari sore hingga tengah malam menjadi pengemudi ojek online. Lelah, sangat lelah, tapi hanya itu satu-satunya cara agar bisa melunasi hutang bank."Sukma, kopiku mana?" Yudi kecewa tidak melihat minuman favoritnya di meja makan. Dia membuka tudung saji, tapi kosong melompong. "Sarapan juga nggak ada, gimana sih?" Sukma mendengar keluhan Yudi, tapi dia acuh tak acuh, malah asyik dengan ponselnya. Kesal melihat reaksi Sukma, Yudi memanggil wanita itu dengan keras. "Sukma, kamu dengar aku tanya apa?""Dengar," jawab Sukma singkat."Mana kopiku? Aku mau berangkat kerja.""Minta sama Ibumu, Mas. Sarapan juga sekalian di sana.""Apa?" Yudi mulai emosi. "Kamu istriku, kenapa malah suruh aku ke rumah Ibu?"Sukma te

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10

Bab terbaru

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 23

    "Dia kenapa?" tanya Juno melihat Yudi uring-uringan masuk ke dalam rumah. Sella yang ditanya mengangkat bahu acuh tak acuh, dia duduk di sebelah Juno dengan raut cemberut. "Masmu dari rumah Sukma. Dia kesal karena wanita itu ada laki-laki lain.""Laki-laki lain?" Dahi Juno berkerut, dia menggeser duduk lebih dekat dengan Sella. "Maksudnya gimana?"Sella tersenyum tipis. "Sukma itu tampilannya aja alim, muslimah taat, aslinya dia doyan selingkuh." "Nggak mungkin dia begitu, kamu pasti salah."Sella berdecak. "Kalau begitu dia juga berhasil menipu kamu. Emang, ya, sekarang nggak bisa menilai orang dari penampilan." Suaranya terdengar sinis."Memangnya ada bukti kalau Mbak Sukma selingkuh?"Sella menatap Juno tajam. "Kamu masih ngebela dia? Jelas-jelas tadi saat aku dan Yudi ke rumahnya, si Sukma itu baru pulang jalan sama laki-laki lain. Bukan hanya itu, laki-laki itu mengatakan akan menikahi Sukma setelah melahirkan nanti. Aku jadi curiga, jangan-jangan an4k yang dia kandung bukan an

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 22

    Arman berlari menghampiri Sukma yang mencoba bangkit, sementara sepeda motornya dibiarkan begitu saja."Kamu nggak apa-apa?" Arman memapah Sukma membawanya duduk di trotoar."Aku nggak apa-apa, tapi perutku ...." Sukma meringis sambil memegangi perutnya.Wajah Arman pias, dia tahu Sukma sedang mengandung. "Tunggu di sini, aku ambil mobil dulu. Kita ke rumah sakit."Sukma mengangguk. Dia melihat beberapa orang lelaki membawa sepeda motornya ke pinggir. Dia juga melihat Arman berbicara dengan pemilik warung lalu memberikan sesuatu. Sukma terpaksa membanting stang sepeda motor ke kiri untuk menghindari anak kecil yang tiba-tiba berlari ke tengah jalan. Sayangnya, dari belakang sepeda motor langsung menabraknya. Beruntung keduanya tidak terlalu kencang hingga tidak ada luka serius."Ayo, apa kau kuat berjalan?" Arman membantu Sukma bangkit.Sukma mengangguk, tapi baru beberapa langkah dia mengaduh. Arman tak mau berpikir panjang dia membopong si wanita lalu mendudukkan di kursi depan di

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 21

    "Sarapan dulu, Nak." Narti, Ibu Sukma meletakkan secangkir susu hangat untuk wanita ham1l di atas meja. Dia menatap putri semata wayangnya dengan sorot khawatir. Ibu mana yang tidak cemas memikirkan nasib anaknya? Putri yang dia besarkan seorang diri, berpayah-payah menahan tudingan miring orang-orang yang mengatakan kalau dia istri simpan, sebab suami yang baru menikahinya beberapa bulan menghilang tanpa jejak. Bukan tak pernah dia mencari, tetapi bingung harus ke mana? Narti yang terlalu polos percaya begitu saja saat si lelaki berkata hidup sebatang kara. Saat Sukma berdiri di depan pintu rumah tadi malam, dia tidak bertanya apa pun. Dari sorot mata sang putri dia tahu kalau pernikahannya tidak baik-baik saja. Sakit hati, pasti! Dia tidak akan membiarkan Sukma menghadapi getir seorang diri sepertinya dulu."Nggak usah, Bu. Nanti aja sekalian makan siang," balas Sukma tanpa mengalihkan pandangan dari barang jualan yang siap dikirim ke ekspedisi.Narti menghela napas, dia duduk di s

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 20

    "Lepaskan!" Sukma menepis tangan Juno yang menahan pinggangnya. Dia berdiri menjauh dari lelaki itu.Juno tersenyum miring. "Kenapa sih Mbak, setiap melihatku seperti jijik?"Sukma mendengkus, dia menatap adik iparnya dengan raut tidak suka. "Syukurlah kalau kamu sadar aku jijik sama kamu. Jangan pikir aku udah lupa apa yang kamu lakukan beberapa hari yang lalu di rumahku!"Alih-alih merasa malu, Juno malah tertawa. Dia bertolak pinggang di depan Sukma. "Hallah, Mbak, masalah itu nggak usah dibesar-besarkan. Lagian nggak ada yang percaya kalau aku ngerayu Mbak."Ingin rasanya Sukma menampar wajah adik iparnya yang kurang ajar itu, tapi dia menahan diri. Percuma meladeni manusia tidak tahu malu seperti dia. Sukma memilih menghindar, dia berjalan melewati Juno, tapi langkahnya mati karena lelaki itu menghalangi jalannya."Minggir!" bentak Sukma dengan wajah garang.Juno justru tertawa. Di matanya raut marah Sukma semakin membuat hatinya terpikat. "Mbak sangat cantik kalau marah. Aku he

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 19

    "Sa, sayang?" Yudi melepaskan tangan Sella dari lengannya, tetapi wanita itu tak peduli, dia kembali merangkul, malah kepalanya disandarkan ke bahu si pria.Tatapan Sukma menajam, dia mendekat perlahan sembari menahan amukan badai amarah di dada. Siapa yang tidak sakit hati melihat suami dempet-dempetan sama perempuan lain?Apalagi melihat Yudi sibuk melepaskan diri dari pelukan Sella. "Bisa kamu jelaskan maksud perkataan dia tadi, Mas?" Suaranya terdengar datar.Yudi bangkit menghampiri Sukma, melihat raut dingin sang istri membuat Yudi ketar-ketir. Dia takut Sukma mengamuk di ruang perawatan sang ibu."Sayang, ini nggak seperti yang kamu kira. Aku ....""Kamu pikir aku bod0h?" sambar Sukma, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. "Mataku masih awas untuk melihat apa yang kalian lakukan, telingaku sangat tajam mendengar apa yang wanita itu katakan!" Meski ada bara yang mengunggun di dadanya, tapi Sukma tetap menjaga intonasi suaranya. Dia sangat tahu diri untuk tidak membuat

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 18

    Tengah malam Sukma terbangun, dia menatap sisi pembaringan di sebelahnya. Empat hari sejak ibu mertuanya keserempet mobil, Yudi selalu menemani di rumah sakit. Beberapa kali Sukma ingin menjenguk, tapi selalu dilarang suaminya dengan alasan tak mau sang istri tertular penyakit. Alasan yang masuk akal. Akan tetapi, bukan hal itu yang menjadi menyita pikirannya. Sukma meraih ponsel di atas meja di sebelah tempat tid-urnya. Dia melihat lagi foto yang dikirimkan Mirna, tetangga sebelah rumahnya. Di foto itu tampak Yudi sedang duduk berdampingan dengan Sella di bawah pohon lansano yang rindang. Pria itu sedang menikmati makanan yang ada di dalam kotak bekal. Bukan hanya itu, di foto yang lainnya tampak Sella sedang mengulurkan botol minum ke suaminya itu. Tentu saja foto-foto itu menggiring asumsi tak baik ke kepala Sukma. Apakah Yudi mulai bermain api? Inikah alasan pria itu melarangnya ke rumah sakit? Sukma memijit dahinya yang berdenyut. Sejak kehamilannya masuk bulan ketiga rasa mual s

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 17

    Napas Yudi memburu menahan godaan Sella. Pria mana yang tidak akan tergoda bila disodori wanita cantik dan seksi setiap malam. Sekuat apa pun iman pasti akan tergoda juga."Mas, kamu nggak perlu mikir lama-lama. Kamu kepala rumah tangga, masak takut sama istri? Kalau Sukma nggak setuju ceraikan saja. Aku lebih bisa membahagiakan kamu."Sella berbisik lirih di telinga Yudi, bahkan bibir wanita itu meny3ntuh daun telinga si pria. "Coba kamu pikir, Mas. Aku anak satu-satunya, otomatis kekayaan Ayah bakal jatuh ke tanganku. Artinya, siapa saja yang jadi suamiku nanti pasti akan beruntung. Banyak lho Mas pria yang mau jadi pendampingku, tapi aku cintanya sama kamu.""Nggak Sel, aku nggak bisa berbuat curang Sukma. Dia istri yang baik. Dia nggak pernah mengecewakanku selama ini. Justru aku yang belum mampu membahgiakan dia."Mendengar Yudi terus memuji Sukma, kesabaran Sella pun terkikis. Dia semakin berani memeluk Yudi erat-erat. Gerakannya begitu tiba-tiba hingga pria itu tidak sempat be

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 16

    Yudi berdiri di depan pintu gudang yang remang-remang, tangannya memutar kunci gembok. Setelah membujuk Sukma, istrinya memberi izin meski setengah hati. Yudi tak peduli karena dengan menerima pekerjaan yang ditawarkan Sella bisa meringankan bebannya. Dia juga tidak perlu lagi mengojek. Lagipula niatnya murni bekerja bukan aneh-aneh. Gudang beras milik juragan Marjuki itu luas, dengan rak-rak tinggi yang dipenuhi karung beras tertata rapi. Tempat itu sunyi saat malam hari meski terletak di pinggir jalan desa. Yudi menghela napas panjang. Ini hari ke lima dia bekerja. Dia merenggangkan badan mencoba mengusir rasa lelah setelah seharian bekerja di pabrik.Yudi baru saja menutup pintu gudang ketika suara langkah mendekat. Dia menoleh dan mendapati Sella datang dengan membawa kotak makanan. Wanita itu mengenakan kaos ketat dan celana pendek yang bahkan tidak menutupi setengah pah4nya. Bau parfum menusuk hidung Yudi, membuatnya mengerutkan kening."Mas Yudi, aku bawain makanan buat kamu."

  • Istri yang Kau Anggap Bodoh   Bab. 15

    "Gimana jalan-jalannya Mas?" tanya Sukma melihat sekilas ke arah Yudi masuk ke rumah saat azan Isya berkumandang. "Iya, tadi macet di jalan. Maklum lagi musim liburan." Yudi duduk di sebelah Sukma lalu memberikan kantong kresek yang dia bawa. "Tadi aku beli nasi bebek kesukaanmu? Kamu belum makan kan?"Dahi Sukma berkerut, rautnya terlihat heran. "Kamu sehat kan?" Dia menempelkan punggung tangannya ke dahi Yudi."Sehat? Kenapa sih?"Sukma mengangkat bahu, dia lalu mengendus nasi bebek yang masih di dalam bungkusnya. "Nasinya kamu kasih jampi-jampi, ya?"Yudi sampai menganga mendengar pertanyaan Sukma. "Ya, Allah, sayang! Kamu mikirnya kejauhan!" Yudi berjalan ke dapur lalu kembali lagi membawa satu piring dan sebotol air mineral. "Tadi saat pulang aku lewat depan jualan nasi bebek. Akhir-akhir ini aku perhatiin kamu doyan, mungkin bawaan hamil, ya."Sukma melengos, dia memperhatikan tangan Yudi cekatan membuka bungkus nasi lalu diletakkan di atas piring. Aroma gurih khas nasi bebek

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status