Di kediaman kedua orang tua Damaira, tamu masih berdatangan meski acara telah usai. Tamu-tamu itu adalah kerabat jauh yang menyempatkan diri untuk datang dan ingin menghabiskan waktu beberapa hari di Purwokerto.Seperti tak ada waktu untuk bersama, Damaira dan Mahesa cukup bersabar, keduanya masih ikut duduk dan bercengkrama.Momen seperti ini jarang terjadi, keluarga besar berkumpul dan bercengkrama bersama. Lelah memang tapi juga bahagia.“Kamu kapan, Sa?” tanya salah satu kerabat dari Jogja.“Iya, kapan? Sudah pantas jadi bapak,” sambung yang lain.Jelas saja sudah pantas, karena anak-anak kecil itu terus berkerumun padanya, Ezra, Celine, di tambah Keysha. Ketiga anak itu tak memberi Isa ruang untuk sekedar beristirahat.“Aku santai saja, Budhe. Masih muda,” jawab Isa dengan santai.“Santai terus nanti keterusan. Atau mau Budhe kenalkan dengan gadis Jogja? Yang sepadan denganmu. Kamu kan lulusan luar negeri, kalau dia S2, cantik dan sholehah, dari keluarga baik-baik,ayahnya dosen,”
Kembali pada Dion yang mendapat pengusiran di rumah mantan istrinya. Sebelum pergi pria itu mengatakan maksud kedatangannya datang ke rumah kepada mantan ibu mertuanya.“Ibu, sekarang aku akan pergi dari sini, tapi aku akan kembali lagi. Tolong ibu merestui hubungan kami. Aku masih mencintai Nindi, Bu–”“Mencintai? Mencintai macam apa, Dion?” ibu Nindi yang bernama Linda itu memotong kalimat Dion.Wanita paruh baya itu tampak bersungut-sungut, kemudian kembali melanjutkan kalimatnya.“Kamu tega menikah di belakang Nindi, kemudian menceraikannya setelah istri keduamu hamil, tapi sekarang dengan mudahnya kamu mengatakan bahwa kamu mencintai anak saya? Siapa yang akan percaya, Dion?”“Maafkan aku ibu, tapi aku terpaksa melakukan itu–”“Demi ibumu? Demi keluargamu?” Dion terdiam.“Jika memang seperti itu lalu bagaimana nasib Nindi kedepannya jika kalian benar-benar rujuk?” imbuh Linda.“Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja.”Dion tidak ingin memaksakan kehendaknya, karena hasilnya akan pe
Isa mengerutkan keningnya mendengar ucapan sang ibu, kemudian bertanya, “memangnya ada apa dengan Dina, Bu?”Sebelum kembali berbicara, Lestari memindai sekitar memastikan bahwa tidak ada Dina di dekat mereka.“Ada apa Bu sepertinya serius sekali?” Isa kembali bertanya karena sudah tidak sabar menunggu jawaban dari ibunya.“Kamu tidak sedang menjalin hubungan dengan Dina, ‘kan?”Isa semakin tidak tahu arah pembicaraan ibunya.“Hubungan?”“Masa kamu nggak paham maksud Ibu sih, Sa?” Nada bicara Lestari terdengar kesal.“Kamu itu pria normal bukan? Bisa-bisanya pertanyaan seperti itu saja kamu nggak paham,” imbuh Lestari.Isa tersenyum, dia barulah paham arah pembicaraan ibunya. “Mana ada, Bu. Kami nggak ada hubungan apa-apa.”“Syukurlah!” Lestari terlihat bernafas lega.Isa heran dengan tingkah ibunya. “Memangnya ada apa, Bu?”“Pokoknya Ibu nggak setuju kamu sama Dina sudah titik itu aja.”“Memangnya siapa juga yang mau sama dia?” Isa kembali menimpali ucapan ibunya.“Biasanya seorang
Suasana pagi kali ini sangat berbeda untuk Isa, Dina, Negan, dan yang lainnya, udara yang dingin dan sedikit berkabut.Dina membuka lebar pintu jendelanya, udara sejuk masuk ke dalam kamar.“Bbbrrr! Dingin, Tante,” keluh Celine seraya meringkuk memeluk kaki yang dilipat. “Bangun, sudah siang. Kamu lihat itu, Kak Key baru pulang jalan-jalan.”Arah pandang Celine pun berpindah ke Keysha. Sontak, gadis kecil itu pun bangkit dari tidurnya.“Kakak habis jalan-jalan?”“Iya,” jawab Keysha singkat.“Sama siapa? Kok aku nggak diajak?”“Sama Papi, kamu masih tidur, dibangunin ngolet doang.”“Yaaahhh.” Wajah Celine lihat kecewa.“Tante juga ikut?” Celine bertanya kepada Dina. Wanita itu pun menggeleng. Saat Keysha terbangun dia bahkan belum tidur.Dina memandang pegunungan yang indah dan sedikit berkabut. Pikirannya menerawang, lagi-lagi isi tempurung kepalanya dipenuhi oleh Isa.“Ayo cepat mandi, Celine. Terus sarapan.”“Iya, Tante.”Sepulang berjalan-jalan sebentar dengan Keysha, bisa langsung
“Bukannya gadis cilik itu…siapa yang namanya aku lupa,” gumam seorang pria yang tak sengaja melihat Celine di traffic light.“Berarti itu Dina, dong?” Sekarang pria itu benar-benar mengamati wanita yang asyik mengobrol dengan anak kecil itu.Saat Dina menoleh ke arah Celine pria itu pun tersenyum. “Benar, Dina ternyata. Takdir macam apa ini, bisa-bisanya aku melihatmu di sini. Ini baru namanya ketidaksengajaan,” monolog pria itu lagi.Lampu Traffic light pun berganti warna menjadi hijau. Dina kembali memacu kendaraannya, melanjutkan perjalanan.Tak ingin kehilangan kesempatan, pria itu pun mengikuti ke mana Dina pergi. Ternyata Dina pergi ke sebuah restoran cepat saji, kebetulan saja pria itu juga belum makan siang.Pria itu menggunakan kesempatan agar bisa mendekati Dina.“Kamu mau tambahan apa, Celine? Burger? Kentang goreng?”“Aku boleh minta itu, Tante?” Celine meyakinkan pendengarannya seraya menunjuk gambar menu yang terpampang nyata di atas, takut Dina hanya salah berucap.“Bo
Isa datang ke rumah Negan untuk mengantar oleh-oleh dan cinderamata balasan dari kehadiran saat acara pernikahan yang dibawa dari Purwokerto.“Lho, Sa. Ada apa? Bukannya kamu baru sampai di Jakarta.”“Iya Bang, aku datang ke sini untuk mengantar ini.”Isa memberikan buah goodie bag besar kepada Negan.“Kenapa repot-repot, ayo masuk dulu.” Negan mengajak mantan adik iparnya untuk masuk ke dalam rumah lebih dulu.“Kata ibu harus segera diserahkan karena ada makanan yang harus segera diamankan, kalau tidak nanti akan cepat basi.” Jawab isya seraya masuk ke dalam rumahNegan menyuruh Celine untuk memanggil Dina dan membuatkan minum untuk Isa.Dari dalam kamar diam-diam Dina mencari tahu siapa yang datang.Suara ketukan pintu terdengar dari dalam kamar Dina.“Tante, ada Papi, kata ayah Tante disuruh buatkan minum,” kata Celine dari balik pintu.Hati kecil Dina tidak ingin bertemu dengan Isa. Dia pun memilih untuk pura-pura tidur. Terdengar suara pintunya dibuka kemudian ditutup lagi. Terny
Hari resepsi akhirnya tiba, satu per satu undangan telah datang ke gedung serbaguna yang sudah dipersiapkan untuk acara.Hari ini Dina terlihat ayu dengan pakaian bridesmaids-nya bersama Citra. Karena memiliki posisi yang sama, dua wanita itu pun mendadak menjadi akrab.Citra tak henti-hentinya menanyakan tentang Negan. “Kamu tertarik dengan masku?” tanya Dina yang mulai kesal dengan keaktifan Citra.“Lumayan,” jujur gadis berusia 24 tahun itu.“Kamu masih muda, bisa dapatkan pria yang lebih baik dari masku. Masku itu duda beranak 2, memang kamu siap jika harus merawat mereka?” Pertanyaan Dina kali ini membuat Citra kesulitan menelan salivanya. Sejenak gadis itu membayangkan dia merawat dua bocah yang sedang usil-usilnya itu. Citra menggeleng dan mengusap lengan atas tangan kirinya, merinding.Dina langsung tertawa pelan melihat tingkah Citra yang apa adanya.“Merawat satu anak aja berat, apalagi merawat dua anak yang lagi aktif-aktifnya,” Dina semakin menambahkan bumbu dalam ucapann
“Dina!” Suara bariton itu mengalihkan perhatian Dina, Naya, dan Faisal.Setelah menatap Isa, Naya dan Faisal pun berpindah menatap ke arah Dina. Keduanya tergelitik ingin mengetahui reaksi adiknya yang sudah beberapa hari ini terlihat muram dan mengurung diri di kamar menurut penuturan Negan.“Ada apa, Bang?” tanya Dina pura-pura tidak tahu maksud pria itu mendekat ke arahnya.Bukan menjawab pria itu justru duduk di samping Dina, lalu mengambil satu suap makanan yang ada di sendok gadis itu. Membuat Dina melotot.“Bang! Itu ‘kan makanan aku,” protes Dina.Isa justru mengambil piring yang ada di tangan Dina, dan melahap makanan itu tanpa rasa risih sama sekali.“Bang!”“Aku lapar sekali, belum makan sejak semalam, setidaknya beri aku makan,” ujar Isa.“Di depan banyak makanan, kenapa harus jauh-jauh datang ke mari dan mengambil makananku,” kesal Dina.Isa tidak menjawab, dia terus melahap makanan itu sendok demi sendok. Benar-benar terlihat seperti orang yang sedang kelaparan.“Hhiiiis