“Bukannya gadis cilik itu…siapa yang namanya aku lupa,” gumam seorang pria yang tak sengaja melihat Celine di traffic light.“Berarti itu Dina, dong?” Sekarang pria itu benar-benar mengamati wanita yang asyik mengobrol dengan anak kecil itu.Saat Dina menoleh ke arah Celine pria itu pun tersenyum. “Benar, Dina ternyata. Takdir macam apa ini, bisa-bisanya aku melihatmu di sini. Ini baru namanya ketidaksengajaan,” monolog pria itu lagi.Lampu Traffic light pun berganti warna menjadi hijau. Dina kembali memacu kendaraannya, melanjutkan perjalanan.Tak ingin kehilangan kesempatan, pria itu pun mengikuti ke mana Dina pergi. Ternyata Dina pergi ke sebuah restoran cepat saji, kebetulan saja pria itu juga belum makan siang.Pria itu menggunakan kesempatan agar bisa mendekati Dina.“Kamu mau tambahan apa, Celine? Burger? Kentang goreng?”“Aku boleh minta itu, Tante?” Celine meyakinkan pendengarannya seraya menunjuk gambar menu yang terpampang nyata di atas, takut Dina hanya salah berucap.“Bo
Isa datang ke rumah Negan untuk mengantar oleh-oleh dan cinderamata balasan dari kehadiran saat acara pernikahan yang dibawa dari Purwokerto.“Lho, Sa. Ada apa? Bukannya kamu baru sampai di Jakarta.”“Iya Bang, aku datang ke sini untuk mengantar ini.”Isa memberikan buah goodie bag besar kepada Negan.“Kenapa repot-repot, ayo masuk dulu.” Negan mengajak mantan adik iparnya untuk masuk ke dalam rumah lebih dulu.“Kata ibu harus segera diserahkan karena ada makanan yang harus segera diamankan, kalau tidak nanti akan cepat basi.” Jawab isya seraya masuk ke dalam rumahNegan menyuruh Celine untuk memanggil Dina dan membuatkan minum untuk Isa.Dari dalam kamar diam-diam Dina mencari tahu siapa yang datang.Suara ketukan pintu terdengar dari dalam kamar Dina.“Tante, ada Papi, kata ayah Tante disuruh buatkan minum,” kata Celine dari balik pintu.Hati kecil Dina tidak ingin bertemu dengan Isa. Dia pun memilih untuk pura-pura tidur. Terdengar suara pintunya dibuka kemudian ditutup lagi. Terny
Hari resepsi akhirnya tiba, satu per satu undangan telah datang ke gedung serbaguna yang sudah dipersiapkan untuk acara.Hari ini Dina terlihat ayu dengan pakaian bridesmaids-nya bersama Citra. Karena memiliki posisi yang sama, dua wanita itu pun mendadak menjadi akrab.Citra tak henti-hentinya menanyakan tentang Negan. “Kamu tertarik dengan masku?” tanya Dina yang mulai kesal dengan keaktifan Citra.“Lumayan,” jujur gadis berusia 24 tahun itu.“Kamu masih muda, bisa dapatkan pria yang lebih baik dari masku. Masku itu duda beranak 2, memang kamu siap jika harus merawat mereka?” Pertanyaan Dina kali ini membuat Citra kesulitan menelan salivanya. Sejenak gadis itu membayangkan dia merawat dua bocah yang sedang usil-usilnya itu. Citra menggeleng dan mengusap lengan atas tangan kirinya, merinding.Dina langsung tertawa pelan melihat tingkah Citra yang apa adanya.“Merawat satu anak aja berat, apalagi merawat dua anak yang lagi aktif-aktifnya,” Dina semakin menambahkan bumbu dalam ucapann
“Dina!” Suara bariton itu mengalihkan perhatian Dina, Naya, dan Faisal.Setelah menatap Isa, Naya dan Faisal pun berpindah menatap ke arah Dina. Keduanya tergelitik ingin mengetahui reaksi adiknya yang sudah beberapa hari ini terlihat muram dan mengurung diri di kamar menurut penuturan Negan.“Ada apa, Bang?” tanya Dina pura-pura tidak tahu maksud pria itu mendekat ke arahnya.Bukan menjawab pria itu justru duduk di samping Dina, lalu mengambil satu suap makanan yang ada di sendok gadis itu. Membuat Dina melotot.“Bang! Itu ‘kan makanan aku,” protes Dina.Isa justru mengambil piring yang ada di tangan Dina, dan melahap makanan itu tanpa rasa risih sama sekali.“Bang!”“Aku lapar sekali, belum makan sejak semalam, setidaknya beri aku makan,” ujar Isa.“Di depan banyak makanan, kenapa harus jauh-jauh datang ke mari dan mengambil makananku,” kesal Dina.Isa tidak menjawab, dia terus melahap makanan itu sendok demi sendok. Benar-benar terlihat seperti orang yang sedang kelaparan.“Hhiiiis
“Salah paham ya? Memangnya kamu menyukaiku?” Pertanyaan Isa sukses membuat Dina terbatuk, karena tersedak makanannya.Melihat tidak ada air putih di meja itu, Isa pun segera berlari dan mengambil beberapa gelas air mineral.“Ini, minumlah.” Isa memberikan satu gelas air mineral yang sudah dia bukakan untuk Dina.Dina akhirnya bisa sedikit menetralkan kembali kerongkongannya yang terasa panas akibat makanan pedas.“Kenapa kamu bereaksi seperti itu? Benar kamu menyukaiku?” tanya Isa dengan wajah datar membuat Dina bertambah kesal.“Apa maksudmu? Kenapa kamu percaya diri sekali, Bang?” tanya Dina.Wanita itu cukup pandai menyembunyikan rasa dengan ekspresi kesalnya.“Orang tidak akan salah paham dengan kebaikanku kalau tidak memiliki rasa apa-apa padaku. Orang hanya akan menganggapku orang baik, sudah sampai di situ saja, tidak berpikir akan salah paham atau tidak,” terang Isa.Wajah Dina langsung merona, dia kesal mengapa pria datar itu terlalu banyak bicara.Melihat Dina yang hanya di
Isa dan Dina kembali ke gedung pernikahan Damaira dan Mahesa, dengan hati yang sama-sama kacau.Isa berjalan lebih dulu dan meninggalkan Dina begitu saja saat mereka sudah turun dari mobil. Tak sedikitpun Isa menoleh pada Dina.Dina menarik nafas pelan, kemudian memutar tubuhnya, memilih untuk tidak kembali ke dalam gedung dan berjalan tanpa arah.Memutuskan untuk memakai sepatu dengan hak pendek ternyata pilihan yang terbaik. Dina juga bersyukur baju bridesmaid yang dikenakannya juga cukup sederhana dan tidak terlalu mencolok, jadi dia tidak terlalu menjadi pusat perhatian.Pikiran Dina benar-benar kacau. Kenapa tadi dia tidak menanyakan alasan Isa menanyakan hal itu, sekarang dia justru merasa penasaran.“Bodoh kamu, Dina.”Isa tidak sadar jika Dina tidak mengikuti langkahnya, hingga Negan bertanya.“Mana Dina? Kenapa sendirian?” Negan celingukan mencari adik bungsunya itu.Sontak Isa melihat ke belakang, barulah pria itu sadar.“Hah? Tadi dia ada di belakangku, Bang.”“Di belaka
Semesta seperti mendukung Isa. Dia melihat Dina yang duduk di kursi taman. Cukup jauh dari gedung yang tadi dipergunakan untuk acara pernikahan Damaira dan Mahesa. Pas sekali, mengapa tadi dia memilih melalui jalan itu.Isa memarkirkan mobilnya, lalu berjalan sedikit memutar agar Dina tidak menyadarinya. Kemudian duduk di belakang wanita itu. Mereka saling membelakangi.Dalam benak Isa penuh tanya, apakah Dinda sejak tadi berada di sini, duduk berjam-jam seorang diri? Kalau memang begitu hebat sekali wanita ini. Setelah duduk kurang lebih selama seperempat jam bisa akhirnya bereaksi.Isa sedikit memutar tubuhnya, kemudian mengalungkan tangannya ke leher Dina. Sontak wanita itu berteriak dan menjerit histeris.Dina pikir ada orang jahat yang akan berbuat jahat kepadanya.“Bang Isa!” Pekik Dina dengan ekspresi yang terkejut sembari memegang dadanya, karena efek terkejut itu sangat luar biasa. Jantungnya seperti ingin melompat dari rongga dada.Beberapa saat kemudian Dina berjongkok dan
Isa tak juga menjabat tangan Dina dan hanya terus menatapnya.“Kenapa hanya menatapku seperti itu?” Dina kembali angkat suara.“Ayo kita berjabat tangan dan kita kembali seperti dulu.” Dengan segenap jiwa dan hatinya Dina menahan sakit. Wanita itu terus memberi sugesti positif pada dirinya sendiri bahwa pasti rasa sakit itu hanya akan menyelimuti berlangsung untuk beberapa waktu saja. Asalkan mengalihkan semuanya pada pekerjaan dan hal lainnya pasti akan segera sirna dengan sendirinya.Dina tersenyum samar dan mulai menarik tangannya. Dia sungguh tidak mengerti kemauan pria yang ada di depannya.Dina menarik nafas dengan maksud menarik ingusnya agar tidak keluar. Dia menahan tangis sekuat tenaga.“Ya sudah ayo kita pulang. Orang-orang pasti menganggapku orang gila karena duduk di sini berjam-jam.Dina meraih tangan Isa dan menarik pria itu agar segera beranjak dari duduknya. Tapi Isa justru menahan tangan Dina.“Ayo kita menikah!” seru Isa.Ucapan Isa sontak membuat Dina membulatkan