Home / Romansa / Istri untuk Papa / Bab 1 - Kejadian di Rooftop

Share

Istri untuk Papa
Istri untuk Papa
Author: Aurel Ntsya

Bab 1 - Kejadian di Rooftop

Author: Aurel Ntsya
last update Last Updated: 2023-04-10 10:49:36

"Hei, kau mau kemana!"

"Berhenti di sana, atau aku akan membunuhmu!"

Seorang perempuan tampak gemetaran, ia tidak punya pilihan lain selain berlari. Melihat tiga laki-laki menyeramkan itu mengejarnya.

"Tuhan, aku mohon. Selamatkan aku." Sembari berlari, ia terus berdoa. Langkah kaki yang saling bersahutan diiringi teriakan yang memintanya berhenti terdengar semakin dekat di belakangnya, jika dia tertangkap maka habislah riwayatnya.

Luna, seorang perawat yang bekerja di rumah sakit swasta yang sangat terkenal. Harus berurusan dengan para rentenir karena hutang yang ditinggalkan orang tuanya.

Dengan gerakan cepat, Luna berlari menaiki tangga yang terhubung menuju rooftop. Bersembunyi di sana, di balik tumpukan kursi kayu yang sudah tidak terpakai.

Detak jantungnya masih memburu, semakin kencang memompa saat mendengar derap langkah kaki yang mendekat. Luna bahkan memejamkan mata dan memanjatkan doa, berharap ia tidak ditemukan.

"Mama?"

"Ha?" Luna cukup terkejut, keringat dingin bahkan menguap dari dalam tubuhnya.

Namun, ia akhirnya bisa bernapas lega saat membuka mata, karena yang ada di hadapannya adalah seorang anak perempuan yang masih menggunakan baju pasien khas rumah sakit. Wajahnya terlihat pucat.

"Oh, hai," sapa Luna, masih berusaha mengatur deru napasnya yang memburu, hingga ia kembali dikejutkan dengan sebuah pelukan. Anak perempuan yang kiranya berusia empat tahun itu tiba-tiba memeluk Luna erat.

Luna tidak menolak, hanya membalas pelukan dari anak perempuan itu, sembari mengatur deru napasnya. "Apa kamu sedang mencari Mamamu?" tanya Luna kemudian, setelah mereka tidak lagi saling memeluk.

"Kamu bukan Mama aku?" tanya balik anak perempuan itu dengan polosnya, matanya mengerjap lucu.

"Bukan! Aku bukan Mama kamu, aku belum memiliki anak." Luna membantah dengan cepat sembari menjauhkan tubuhnya.

Bagaimana bisa Luna memiliki anak, bahkan saat ini usia Luna baru 26 tahun. Dan yang lebih penting untuk diketahui, Luna belum menikah. Lalu, anak siapa yang ada di hadapannya ini? Luna tidak mengenalnya.

"Jadi, siapa Mamaku?" Anak itu tampak kecewa. Ia menunduk, memainkan jari-jemarinya.

"Aku juga tidak tahu," jawab Luna, mengangkat bahunya tanda tak tahu.

Masih memandangi anak perempuan yang berdiri di depannya. Ada kesedihan yang ia tunjukkan. Membuat Luna menarik simpati dalam dirinya, "Nama kamu siapa?" tanya Luna sembari menarik anak perempuan itu untuk lebih dekat dengannya.

"Nama aku, Bintang," jawabnya, masih enggan untuk melihat ke arah Luna.

"Kalau nama aku, Luna. Kamu bisa memanggilku kak Luna, oke!" seru Luna yang juga memperkenalkan diri, "tenang saja, aku akan membantumu mencari Mama kamu," ujar Luna lagi, saat menangkap gurat sedih yang tergambar jelas di wajah Bintang.

"Aku tidak memiliki Mama, aku hanya memiliki Papa," ujar Bintang, kali ini ia menatap Luna dengan binar matanya yang bulat.

Luna kemudian diam, berusaha menangkap apa yang dimaksud oleh Bintang. Jika tidak memiliki Mama, lalu untuk apa dia mencari Mamanya sampai mengira Luna adalah sang Mama.

"Bukannya tadi Bintang mencari Mama?" tanya Luna, ragu. Masih belum paham yang sebenarnya. Ia baru saja tercekat nyaris tidak bisa bernapas karena dikejar para rentenir, dan tiba-tiba ada seorang anak perempuan yang menghampiri dan memanggil dirinya Mama.

"Aku tidak mencari Mama, tapi aku menginginkan Mama Luna untuk menjadi Mamaku," pinta Bintang yang berhasil membuat Luna melotot. Yang benar saja. Dan juga, Luna sudah memintanya untuk memanggil kakak, tapi Bintang malah memanggil dengan sebutan Mama.

"Kenapa aku?" tanya Luna, menunjuk dirinya sendiri.

"Karena Mama Luna bisa berlari kencang menaiki tangga, seperti di film-film," ujar Bintang, antusias. Ia menatap Luna dengan wajah polosnya, matanya bahkan berkedip-kedip dengan senyuman yang begitu manis, sangat menggemaskan.

Luna mengerti sekarang, sepertinya Bintang melihatnya saat berlari tadi. Dan karena itu, Bintang mengikutinya sampai di sini.

Masih asik mengobrol dengan Bintang yang bersikeras memanggilnya Mama, Luna tidak menyadari kehadiran tiga orang laki-laki yang memandangnya dengan senyum miring. Para rentenir yang tadi mengejarnya.

"Kau berada di sini rupanya." Suara yang terdengar berat itu, mampu membuat Luna mematung di tempatnya.

Luna merasa darahnya berhenti mengalir. Dengan napas tertahan, Luna menoleh dengan kaku. Dan, pandangan mata mereka bertemu.

"Jangan mendekat!" teriak Luna, menarik Bintang agar berlindung di belakangnya.

"Kenapa? Kau mau lari kemana lagi?" tanya salah satu dari tiga laki-laki itu, melihat Luna yang berusaha mundur dengan sebuah tangan kecil yang berada dalam genggamannya.

"Jangan mendekat!" Sekali lagi Luna berteriak. Dengan napas memburu, Luna berhenti mundur. Ia sudah sampai di bagian pinggir.

Luna melihat sekitarnya, salah satu dari tiga rentenir itu berdiri di dekat pintu. Sedangkan dua orang lagi sudah semakin dekat dari tempat Luna berdiri. Luna sudah tidak bisa lagi bergerak, selangkah lagi ia mundur, maka Luna akan jatuh ke bawah.

"Mama, mereka siapa?" Mendengar suara Bintang yang ketakutan, membuat Luna tersadar kalau ia tidak sedang sendiri sekarang.

Luna menoleh untuk melihat Bintang, ia tidak mungkin berpikiran pendek dan melompat dari atas sini saat Bintang sedang bersamanya. Luna harus menemukan cara lain, setidaknya Bintang tidak akan diganggu oleh para rentenir itu, cukup Luna saja.

"Jangan melihat mereka," bisik Luna. Berjongkok di hadapan Bintang, mensejajarkan tinggi tubuhnya. Luna lalu menarik Bintang agar bersembunyi dalam pelukannya.

"Jadi, kau sudah memiliki anak," ujar laki-laki itu, derap langkahnya yang pelan semakin mendekati Luna.

Luna hanya bisa memejamkan mata, memeluk Bintang semakin erat. Sudah pasrah atas apa yang akan terjadi, namun sebisa mungkin ia berusaha melindungi Bintang dalam dekapannya. Apa pun yang terjadi, Bintang tidak boleh sampai terluka.

"Aku sudah memberimu peringatan bukan, segera bayar utang kamu bulan ini!"

"Akan tetapi, kau malah memilih jalan yang rumit, mencoba bermain-main dengan kami? Ha!" Laki-laki tanpa rasa balas kasih itu menarik rambut Luna yang hanya sebatas bahu.

"Argh...." Luna menggeram kesakitan, kulit kepalanya terasa panas seolah seluruh rambutnya akan tercabut.

Namun, Luna masih berusaha menahan rasa sakit itu dengan memejamkan mata. Luna masih berusaha melindungi Bintang dengan menariknya agar tetap bersembunyi di balik dadanya. Bintang tidak boleh melihat kekerasan seperti ini, hanya itu yang terlintas dalam pikiran Luna.

"Bawa anak ini pergi, dia bisa jadi jaminan," perintah laki-laki itu, meminta pada kedua temannya untuk membawa Bintang.

"Jangan menyentuhnya, dia tidak ada hubungannya dengan aku!" cegah Luna, berteriak dan meronta. Hingga tangan laki-laki itu terlepas dari rambutnya.

Luna memeluk Bintang semakin erat. Sedangkan para rentenir itu tampak tidak peduli, mereka berusaha mengambil Bintang dari Luna.

"Kau pikir, kami bodoh? Kami mendengarnya memanggilmu Mama," bentak laki-laki itu, ia memaksa untuk mengambil Bintang. Namun Luna semakin mengeratkan pelukannya. Bagaimanapun, Bintang tidak boleh ada di tangan para rentenir itu. Mereka tidak akan segan melukai Bintang, dan bisa saja melakukan kemungkinan lainnya yang beresiko lebih besar.

"Kau benar-benar pandai melawan, baiklah! Kau sendiri yang menginginkan kami untuk bertindak kasar padamu!"

Detik berikutnya, Luna tidak bisa lagi menyentuh Bintang. Ia sudah ada dalam gendongan laki-laki itu. "Mama! Mama Luna!" Bintang berteriak histeris dan menangis.

Luna yang melihat itu, kembali berusaha melawan. Namun, ia hanya bisa merasakan tubuhnya yang melayang sebelum akhirnya jatuh ke lantai.

"Argh...." Luna menggeram kesakitan, memegang bagian belakang tubuhnya. Tulang belakang Luna terasa seperti akan patah.

"Mama... Mama!" Ditengah-tengah rasa sakitnya, Luna mendengar suara Bintang yang menangis dan berteriak memanggilnya, terdengar semakin jauh. Hal itu kembali menyadarkan Luna, ia tidak peduli dengan rasa sakit pada tubuhnya, Luna harus mengambil Bintang dari tangan mereka.

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Luna berusaha untuk berdiri. Mengejar para rentenir yang sudah berjalan menjauh. Luna harus melakukan sesuatu agar mereka tidak membawa Bintang.

Luna kemudian mengambil sebuah kursi kayu yang sudah patah, ia menggunakan itu untuk memukul salah satu dari tiga laki-laki itu. Hingga laki-laki yang menggendong Bintang itu menurunkannya.

"Bintang, cepat pergi dari sini!" Hanya itu yang bisa dikatakan Luna. Sebelum akhirnya ia merasakan benda keras yang menghantam wajahnya.

Tidak hanya sampai disitu, seluruh tubuh Luna terasa remuk dengan pukulan bertubi-tubi yang diterimanya. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, hingga pengelihatan Luna terasa mulai samar dan gelap. Luna tidak lagi tahu apa yang terjadi, iaa kehilangan kesadarannya.

Related chapters

  • Istri untuk Papa   Bab 2 - Jaminan

    "Mama... Mama!" teriakan yang memekik itu terdengar sangat jelas. Membuat seorang pria yang terlihat cemas berhenti berlarian. Ia mengenal suara itu, suara putrinya."Bintang?" gumamnya lirih, melihat ke arah sekitar. Sepertinya para pengawalnya juga mendengar suara itu."Segera cari! mengapa kalian berhenti!" bentak pria itu, membuat para pengawalnya bergerak cepat, mencari sumber suara yang hanya terdengar sekilas.Brian, ayah Bintang. Hanya bisa menggeram marah. Ia mengusap wajahnya beberapa kali, ia baru meninggalkan putrinya selama beberapa jam, dan ada banyak pengawal yang berjaga.Tapi, tiba-tiba putrinya sudah tidak ada di ruang perawatannya. Bahkan para pengawal yang berjaga tidak mengetahui keberadaannya, membuat Brian seketika murka."Tuan, Nona Kecil ada di rooftop," teriak seorang pengawal.Brian segera berlari, melewati beberapa anak tangga hanya dengan sekali lompatan. Ia juga tidak menghiraukan tiga orang lainnya yang berjalan berlawanan arah dengannya."Ada apa ini? Ap

    Last Updated : 2023-04-10
  • Istri untuk Papa   Bab 3 - Aksi Penyelamatan

    "Apa lagi? Bukankah utangnya sudah dilunasi! Lalu, kenapa masih menahanku?" jerit Luna, ia merasakan seluruh tubuhnya berdenyut nyeri."Beraninya kau berteriak dihadapanku!" Laki-laki tua itu geram, melayangkan tamparan yang membuat Luna tersungkur. Ia tidak suka saat Luna mencoba untuk melawan."Apa salahku? Aku merasa tidak memiliki kesalahan apa pun," rintihnya. Luna tidak merasa memiliki kesalahan pada laki-laki tua itu, selain dari hutang yang ditinggalkan orang tuanya.Laki-laki itu tersenyum licik, melihat Luna yang hanya bisa berlutut. 'Anak perempuan yang malang,' pikirnya. Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Luna harus terbebani dengan masalah yang dibuat oleh kedua orang tuanya. Hutang yang ditinggalkan kedua orang tua Luna tidak dalam jumlah yang sedikit."Uang tadi hanya untuk membebaskan anak kecil itu," ujar laki-laki tua itu, "untuk utangmu, kau masih harus membayarnya."Laki-laki tua itu kembali diam, dia menampakkan mimik wajah berpikir selama beberapa saat. "Bagai

    Last Updated : 2023-04-10
  • Istri untuk Papa   Bab 4 - Bertemu dengan Bintang

    "Siapa?" suara Bariton milik Brian menginterupsi Luna yang sedang duduk melamun."Ha?" tanya Luna, bingung."Nama?" tanya Brian lagi, kini ia duduk di depan Luna, "aku Brian, Ayah Bintang," ujar Brian, memperkenalkan diri lebih dulu."Ah, aku Luna," jawab Luna yang baru mengerti kemana arah pembicaraan Brian.Saat ini, mereka berada di sebuah kantor yang diyakini Luna sebagai tempat kerja Brian. Ia bahkan sempat membaca papan nama yang ada di atas Meja kerja itu. CEO perusahaan, Brian Alferdo."Kau sudah memikirkannya? Cara untuk membayar tiga ratus juta itu," tanya Brian sembari menatap Luna yang menunduk dengan lesu, memainkan jari-jemarinya."Aku tidak memiliki apa pun, kau bisa mengatakan apa yang kau inginkan," jawab Luna. Ia masih juga menunduk, tidak berani menatap Brian."Benarkah? Aku bisa sangat serakah," ujar Brian, meminta Luna untuk menatapnya, "lihat aku! Aku ada di sini, mengapa kau terus melihat ke bawah."Luna kemudian memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, menat

    Last Updated : 2023-04-10
  • Istri untuk Papa   Bab 5 - Jadilah Istri untuk Papa

    "Hm, hm." Luna beberapa kali berdehem, rasa canggung menyelimutinya. Bintang masih berbaring, tertidur setelah meminum obat. Sedangkan di sebelahnya ada Brian yang tengah bersandar memijat kepalanya. Luna tidak tahu harus melakukan apa, seandainya ia menolak saja tadi, saat Brian memberinya tawaran untuk masuk dan melihat Bintang."Aku akan keluar," ujar Brian, ia bahkan sudah berdiri sembari melirik pada Luna. Namun, yang dilirik tidak juga paham, sehingga Luna hanya diam saja."Kau ingin makan apa?" tanya Brian saat tidak ada tanggapan dari Luna.Mendengar itu, Luna mendongak, melihat Brian yang sangat tinggi. Kenapa Luna seperti melihat Pangerang saja. Brian terlalu tampan dengan rambut hitam pekatnya, matanya yang berwarna kecoklatan sudah cukup untuk membuat para perempuan meleleh. Belum lagi bulu matanya yang lentik, serta alisnya yang tebal dan tertata dengan rapi.Luna bahkan sangat ingin menyentuh hidung Brian yang begitu mancung. Seandainya Luna tengah mengandung, ia pasti a

    Last Updated : 2023-04-10
  • Istri untuk Papa   Bab 6 - Menginginkan Mama

    "Tidak, Bintang!" Brian berucap tegas, menolak hasil pemikiran konyol dari sang putri."Tapi, Bintang menginginkan Mama, Bintang ingin Mama," teriak Bintang, ia kembali rewel."Mengapa Bintang sangat ingin Mama? Selama ini Bintang hanya punya Papa dan semuanya baik-baik saja 'kan," ujar Brian, berhasil membuat Bintang diam.Berbeda dengan Luna, ia hanya duduk diam di tempatnya. Luna merasa tidak berhak untuk ikut campur antara Brian dan Bintang. Lagi pula, Luna dan Bintang juga baru mengenal, begitu pun dengan Brian. "Semua orang memiliki Mama, mengapa Bintang tidak memiliki Mama?" cicit Bintang, ia berujar sangat pelan, hingga terdengar suara isak tangis yang berusaha ditahannya."Bintang, kenapa menangis." Luna yang tidak tega segera menghampiri Bintang, menggendongnya. Sedangkan Brian, ia memilih untuk keluar. Meninggalkan Luna yang berusaha menenangkan Bintang. Kepalanya terasah berdenyut, pusing. Baru kali ini Bintang menginginkan sosok Mama. Dan hanya Luna, Bintang tidak mengin

    Last Updated : 2023-06-12
  • Istri untuk Papa   Bab 7 - Penyelamat

    "Aku mohon, jangan lakukan itu...." rintih Luna, berusaha meronta dengan sisa tenaganya yang semakin terkuras.Baju Luna nyaris terlepas dengan kedua tangan yang terikat. Ia tidak bisa lagi melakukan perlawanan, hanya bisa berteriak meminta tolong, meski suaranya terasa tercekat.Luna melihat dua laki-laki yang berbadan kekar itu, tergesa-gesa membuka pakaiannya. Luna menutup kedua matanya, menahan napas."Aku benci hidup ini!" batin Luna. Ia dapat merasakan, dadanya yang terasa sesak karena tidak ada pasokan oksigen. Tetes-tetes air mata Luna menjadi saksi, ia ingin mengakhiri hidupnya.Di sisi lain, Brian dengan cepat segera masuk ke dalam rumah. Saat ia menyadari, Luna sedang dalam bahaya. Meski begitu, Brian berusaha melangkah pelan untuk mencari keberadaan Luna.Hingga langkah kaki Brian terhenti, rahangnya mengeras, tangannya terkepal kuat. Luna ada di hadapan Brian, berbaring di atas lantai dengan kedua tangan yang terikat. Pakaian Luna berantakan, nyaris tidak menutupi seluruh

    Last Updated : 2023-07-21
  • Istri untuk Papa   Bab 8 - Ayo Menikah!

    "Apa yang Anda pikirkan? Semua masalah telah selesai. Kasus dengan para rentenir sudah diatasi, Luna sudah kembali sehat, Bintang juga mulai membaik," celetuk Adrian saat melihat Brian yang selama beberapa hari ini, tampak gelisah."Bukankah mereka benar-benar seperti ibu dan anak," gumam Adrian. Mengikuti arah pandang Brian yang terus tertuju pada Luna dan Bintang yang sedang bermain."Tidak perlu ragu, dia bisa Anda manfaatkan untuk merawat Bintang. Dia memiliki sertifikat sebagai perawat yang sudah cukup berpengalaman," ujar Adrian, "selain itu, hal tersebut juga akan lebih memudahkan Anda untuk menebus semuanya."Dalam diam, Brian membenarkan apa yang dikatakan oleh Adrian. Selain menepati janjinya pada Bintang, Luna juga bisa membantunya untuk merawat Bintang lebih khusus."Lagi pula, sebentar lagi Anda memasuki kepala tiga. Anda harus segera menikah untuk citra Anda juga, atau Anda akan kembali disorot oleh media dengan berita yang tidak berbobot," tutur Adrian, mengingat ia pern

    Last Updated : 2023-07-21
  • Istri untuk Papa   Bab 9 - Perjanjian Pernikahan

    "Apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Luna pada Brian. Saat ini mereka hanya berdua, di taman belakang rumah yang sudah kembali bersih seperti semula. Tidak ada lagi hiasan yang menandakan bahwa baru saja dilangsungkan sebuah acara pernikahan.Rumah besar ini sudah kembali sepi, hanya ada pengawal yang berjaga di beberapa bagian. Itu pun, mereka tidak benar-benar terlihat.Sedangkan Adrian, ia mengantar Bintang kembali ke rumah sakit, dan Bibi Megan lebih memilih menginap di hotel. Serta para pengawal yang sempat datang menghadiri pernikahan, sudah kembali ke tempat masing-masing untuk melaksanakan tugasnya.Pelaksanaan pernikahan yang begitu singkat, hanya sesaat. Setelah itu, semuanya selesai. Luna bahkan masih bingung, mereka seperti bermain-main saja, alih-alih melangsungkan pernikahan sungguhan."Ada apa, hm? Tanyakan saja jika ada yang mengganggu pikiranmu." Brian mengusap tengkuknya, merasa canggung saat hanya berdua dengan Luna. Duduk saling berdekatan, di sebuah bangku yang

    Last Updated : 2023-07-22

Latest chapter

  • Istri untuk Papa   Bab 97 - Perayaan

    Baru saja matahari terbit, jelas bersinar sang surya, saat itu berjalanlah seorang perempuan, berdiri di ujung tangga di atas sana. Pandangannya mengarah ke bawah, melihat kesibukan orang-orang yang begitu ramai.Setiap sudut ruangan telah dihiasi dengan bunga mekar yang begitu segar, mengeluarkan aroma harum yang menyerbak ke penjuru rumah. Ribuan hiasan berkilau layaknya permata yang menyejukkan mata. Sorot lampu bercahaya keemasan menyinari setiap ruang. "Sayang, mengapa berdiri di sini, hm?" Dengan lembut, melingkarkan tangannya di perut sang istri. Dagunya bertumpu pada bagian pundak, membuat pipi mereka saling bersentuhan."Brian, kamu meninggalkan Bara sendirian?" tanya Luna, menoleh untuk melihat wajah sang suami yang masih diselimuti rasa kantuk."Ada Bintang yang menemaninya, sayang. Bara juga belum bangun. Sekarang jawab pertanyaan aku, mengapa berdiri di sini?" tanya balik Brian yang masih menuntut jawaban atas pertanyaannya.

  • Istri untuk Papa   Bab 96 - Dialog Kenangan

    "Mengapa tidak pernah mengatakan padaku, bahwa Bibi Megan yang selama ini mengancam kamu?" sesal Brian, menyayangkan sikap Luna yang menyembunyikan kejahatan Bibi Megan selama ini. Sehingga Brian tetap berpikir kalau Bibi Megan adalah orang yang sangat baik."Maaf, Bibi Megan mengancam aku. Dan, aku tidak ingin kehilangan rumah itu, karena hanya itulah satu-satunya peninggalan orang tuaku," cicit Luna, turut merasa bersalah."Jadi kamu rela menukar aku dengan rumah panggung itu?" tanya Brian yang berpura-pura merajuk, namun sebenarnya ia hanya bergurau saja.Luna tertawa, beberapa hari ini Brian sering mengungkit-ungkit kalau Luna rela menukar suaminya demi harta. Hal itu membuat Luna merasa geli sendiri, apalagi mengingat wajah Brian yang seolah begitu kesal saat mengatakan itu. Seolah Brian tidak memiliki harga sedikit pun jika dibandingkan dengan rumah panggung peninggalan orang tua Luna."Bukan seperti itu, sayang." Luna mengusap wajah Brian y

  • Istri untuk Papa   Bab 95 - Obrolan Pengantar Tidur

    "Jadi, sebenarnya Adrian menyadari perasaan Sely, tapi dia memilih acuh dan pura-pura tidak tahu?" tanya Luna, masih tidak menyangka."Hm," jawab Brian bergumam, ia semakin erat memeluk perut Luna sembari melabuhkan beberapa kecupan.Saat sebelum tidur, Brian lebih sering mensejajarkan tubuhnya tepat di depan perut Luna, agar ia lebih muda mengusap-usap perut Luna saat tiba-tiba Luna merasa keram. Sebelum itu, Brian juga selalu menyempatkan diri untuk memberi pijatan di seluruh tubuh Luna, karena Luna yang hampir setiap saat mengeluh karena merasa pegal pada seluruh tubuhnya."Sayang, jawab yang benar. Jangan hm, hm, saja," protes Luna sembari meminta Brian untuk menatapnya."Iya, sayang. Adrian tahu kalau Sely suka sama dia.""Terus, kenapa dia diam saja? Mengapa tidak mengungkapkan perasaannya? Atau, jangan bilang Adrian menunggu Sely yang mengungkapkan perasaan lebih dulu." Luna tidak habis pikir jika memang Adrian melakukan itu.

  • Istri untuk Papa   Bab 94 - Berkumpul

    "Seperti yang saya duga, Anda yang akan telat."Brian berpura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Adrian. Brian baru keluar dari kamar utama setelah selesai mandi, dan ternyata sudah banyak orang yang menunggunya."Kau seperti tidak tahu saja, orang yang lagi melepas rindu itu seperti apa," balas Dokter Rio yang juga berada di sana."Memangnya, Anda tahu?" balas Adrian yang balik bertanya."Sepertinya, kau juga tidak tahu."Meski hubungan Adrian dan Dokter Rio sudah tidak seburuk dulu, namun yang sekarang tidak bisa juga disimpulkan sebagai hubungan yang terjalin dengan baik. Karena mereka belum bisa mengobrol dengan santai, dan lebih sering berdebat."Mengapa malah kalian yang jadi berisik!" tegur Sely saat Adrian dan juga Dokter Rio masih juga berdebat, "kalian tidak dipanggil ke sini untuk memperdebatkan hal yang tidak jelas!"Adrian dan Dokter Rio sontak menutup rapat mulut mereka. Namun, mereka saling melem

  • Istri untuk Papa   Bab 93 - Kerinduan Yang Terbayarkan

    Luna masih berdiri di tempatnya, meragukan pengelihatannya atas sambutan yang baru saja ia dapatkan saat turun dari mobil. Luna bahkan merasa kalau kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul."Selamat datang kembali, sayang." Brian memeluk Luna dari belakang, melingkarkan tangan di perut besar Luna, mengusapnya pelan."Selamat datang di rumah, Baby," bisik Brian.Namun, Luna masih juga diam. Ia hanya berfokus pada sosok anak kecil yang begitu ia rindukan, Bintang. Dia ada di sana, menyambut Luna dengan sebuah buket bunga yang jauh lebih besar dari tubuhnya."Mama…." lirih Bintang, berjalan dengan pelan menghampiri Luna dengan membawa buket bunga besar itu."Mama…." Luna tak sanggup lagi, ia melepaskan diri dari Brian, merentangkan tangan, menunggu Bintang datang dalam dekapannya."Mama kemana saja? Bintang menunggu Mama, Bintang rindu dengan Mama, Bintang hanya ingin Mama Luna, bukan Bibi Sely. Maafkan Bintang, Mama." Bint

  • Istri untuk Papa   Bab 92 - Persiapan Kembali ke Rumah

    Ucapan permohonan maaf dan juga pelaksanaan sangsi atas pelanggan hukum adat yang telah dilakukan oleh Luna dan Baim, berlangsung dengan lancar. Penanaman seratus pohon tanaman selesai hanya dalam sekejap, karena dilakukan oleh puluhan orang pengawal gabungan milik Brian dan juga Baim."Terima kasih, sudah menjaga Luna disaat aku tidak ada di sampingnya," ucap Brian."Hm, aku harap kau tidak melakukan itu lagi. Atau kau akan benar-benar kehilangan Luna selamanya!""Sekarang, Luna adalah adikku. Jadi, jangan mencoba untuk menyakitinya, atau kau tidak akan bertemu lagi dengannya!"Brian hanya tersenyum, karena tanpa Baim mengancam seperti itu pun, Brian tidak akan pernah menyakiti Luna. Brian tidak akan pernah melepas Luna dari genggamannya."Aku dengar, kau sudah menikah. Apakah itu pernikahan yang sengaja tidak kau ungkap ke publik?"Brian cukup tahu dengan Baim sebagai sesama rekan kerja, jadi seharusnya Brian mendapatkan undangan atas pernikahan Baim. Namun, Brian bahkan tidak perna

  • Istri untuk Papa   Bab 91 - Pejanjian Kita

    Brian duduk termenung, memandangi permukaan jari manisnya, dimana sebuah cincin mengikat di sana. Cincin pernikahannya dengan Luna."Aku begitu mencintaimu Luna, hingga melupakan satu hal. Bahwa aku akan melepaskanmu setelah kamu menemukan sosok pria yang bisa kamu jadikan rumah yang nyaman, yang akan melindungimu setiap saat," gumam Brian."Apakah sekarang sudah waktunya?""Apakah, dia orang yang akhirnya kamu pilih?"Brian menghela napas, perasaannya tak menentu. Apakah Brian bisa melepaskan Luna untuk orang lain? Bagaimana dengan anak yang dikandung Luna, bukankah itu anak Brian?"Anda hanya membuang-buang waktu di sini, saat istri Anda sedang kesakitan karena merasa keram pada perutnya."Adrian yang sedari tadi menatap Brian dari jarak yang cukup jauh, memutuskan untuk langsung menghampiri Brian. Adrian ingin merasa kasihan, namun disisi lain Adrian juga merasa kesal dengan sikap tidak sabaran Brian. Hingga ia terus menerus s

  • Istri untuk Papa   Bab 90 - Sangsi

    Suasana di rumah pemangku adat sedang ramai-ramainya, para warga berkumpul untuk memastikan berita burung yang sudah menyebar.Luna, perempuan yang baru pindah ke kampung mereka, diberitakan melakukan pelanggaran adat. Tantu saja hal ini menjadi buah bibir yang mengantarkan banyak warga menuju rumah pemangku adat, untuk memastikan bagaimana kebenarannya.Luna memang sudah dikenal oleh beberapa orang, termasuk orang tuanya, mengingat Luna dan orang tuanya pernah tinggal di kampung ini sewaktu Luna masih kecil. Dan Luna baru kembali lagi menampakkan diri selama beberapa bulan ini, dengan Luna yang berstatus sebagai istri dari Baim yang bekerja di kota."Jadi, Nak Luna bisa jelaskan dulu, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya sang pemangku adat, "apakah berita itu benar, bahwa kamu selingkuh disaat suami kamu sedang bekerja di kota?""Kami tidak selingkuh, dia istri saya!" tegas Brian.Brian tidak suka mendengar nama Luna disertakan sebagai istri dari pria lain, karena Luna hanyalah istrin

  • Istri untuk Papa   Bab 89 - Cerita Kita

    Brian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ada di dalam rumah, meski terlihat sederhana, namun di sini benar-benar nyaman. Akan tetapi, bukan itu yang sekarang mengganggu pikiran Brian. Kemana saja Brian selama ini, membiarkan istrinya tinggal sendirian, merasakan kesulitan sendirian, di saat Luna tengah mengandung anaknya. Brian benar-benar dipenuhi rasa bersalah.Seandainya Brian tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan sempat menaruh rasa benci pada Luna, semua ini pasti tidak akan terjadi. Luna tidak akan menderita sendirian, karena Brian pasti akan menemukannya saat itu juga. 'Semua ini, salahku!' pikir Brian."Brian!""Brian!"Brian terkejut, sontak ia menoleh ke arah Luna yang duduk di dekatnya. Padahal mereka hanya berjarak beberapa sentimeter, mengapa Luna harus berteriak segala."Aku bicara padamu! Mengapa hanya diam saja." Luna melotot, kesal saat ia bercerita panjang lebar tapi Brian hanya diam, sibuk dengan pikirannya sendiri."Maaf, sayang. Aku tidak menden

DMCA.com Protection Status