Selamat membaca."Mengkhinati? Tentu saja tidak!" tentangku. "Ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu saat ini, aku hanya ingin mencari tahu apa yang terjadi di masa lalu. Tidakkah kau mau membantuku?""Sania aku tidak bisa membantumu.""Kau tidak percaya padaku? Darrel aku putus asa, hidupku hancur, tubuh dan wajahku tidak lagi milikku, aku dalam kuasa orang lain, dan telah di nyatakan mati. Apakah kau tidak kasihan, pada seorang wanita yang perkosa setiap malam, yang bahkan setiap makanan dan minum yang masuk di atur oleh orang lain. Aku kehilangan jati diriku, aku. A-aku hanya menginginkan kepercayaan dan cinta. Aku hanya sedikit keras kepala, tapi bayarannya sangat mahal. Dan hukuman untukku, tidakkah kau melihatnya." jelas Sania panjang lebar, mencoba untuk meyakinkan Darrel akan kondisi dan perasaannya sekarang.Akan tetapi Darrel mengelengkan kepalanya tak setuju. "Maafkan aku, karena harus menutup mataku akan apa yang telah terjadi padamu. Tapi Sania, cobalah untuk perca
Selamat membaca.Namun tatapan mereka segera teralihkan, saat Luke menatap mereka semua dengan tatapan tajam dan mengerikan, juga sangat mengintimidasi.Detik berikutnya, semua kembali ke posisi seolah sedang tak terjadi apapun. "Ibu-ibu, apa aku boleh punya suami yang lebih tua dariku?"Ibunya buru-buru membekap mulut anaknya. Lalu menarik pergi anak itu, "Hohoho, dasar anak ini!""Sakit Bu!" Pekik anak kecil itu, saat ibunya memukul bokong anak itu.Akan tetapi Sania yang tertegun selama beberapa saat, sebab kejadian ini sama seperti saat itu. Anehnya Dimata orang mereka hanya melihat kebahagiaan saja, tanpa tahu apa yang dirasakan masing-masing pribadi.Keheningan berlanjut, sampai mie kua Sania sampai di meja makan. Luke sudah selesai, tapi Sania masih lapar.Tap!Tap!Tap!"Wah! Wah! Wah! Siapa ini?" tanya seseorang, suaranya terdengar sangat Arrogant. Dan sangat tak asing di telinga Sania.Sementara mata Luke sedang fokus menatap ke arah Sania yang sedang menyeruput mie, namun
Selamat membaca.Sania tidak tahu apakah ini adalah anugrah atau bukan, terlibatnya dia dengan Luke. Lalu kekasih baik hatinya tak seperti yang ia bayangkan.'sebenarnya aku merindukan Hugo, tetapi mataku terus tertuju pada Luke.' memangnya Sania boleh memiliki pemikiran begitu?Mencintainya, mungkinkah akan menghancurkan dia? Jujur Sania tidak tahu harus kemana sekarang?"Sudahi sedihmu, cobalah." Luke menarik pelan tangan Sania, sebelum ia menyematkan cincin dengan permata merah di atasnya. Cantik dan elegant, dan terlihat sangat mahal.Sania lalu menatap Luke, sebelum tatapannya tertuju pada beberapa mata cincin lain yang memiliki warna lebih ringan dan tak mencolok. Lantas mengapa ia memilih yang berwarna merah."Warnanya agak….""Di sebagian cerita, merah adalah warna yang penuh dengan tragedy. Namun di sebagian ingatan, warna merah selalu ada. Meski, kenangannya penuh dengan hal yang buruk." ucap Luke, tersenyum lembut pada Sania.'Kadang membuat aku terbang, namun kadang membua
Selamat membaca.Empat tahun berlalu dengan begitu cepatnya. Tampak beberapa orang berjas sedang mengikuti langkah kaki dari seorang pria berjas lainnya.Luke menekan tombol lift, dan memaksa orang-orang itu untuk berhenti mengikuti langkahnya.Setelah pintu Lift tertutup, orang-orang berwajah datar itu. Malah menghembuskan nafas mereka legah, bahkan mengibas-ngibaskan dokumen karena begitu panas. Meski berada dalam ruangan yang berase."Lama-lama aku bisa mati terbakar oleh tatapan tuan Luke.""Iya, aneh juga.""Kenapa kau berkeringat begitu?""Tadi sepertinya keringatku membeku karena bos begitu dingin. Wah!" Kagumnya. Pria berdasi, dan wanita berambut pendek itu memikirkan bagaimana caranya ia resigh.Tapi semua hanya berakhir menjadi mimpi. Seorang wanita paru baya mendekat, menepuk bahu wanita dan pria muda itu. "Bukan hanya saya yang berpikir untuk Resigh dari perusahaan ini.""Benar. Gajinya, sangat besar. Hohoho, saya sudah 10 tahun. Tapi tetap bertahan memakan sampah, tampara
Selamat membaca.Sania yang sedang makan di dalam kantor barunya, tiba-tiba saja mengigit lidahnya sendiri. "Awww." Ringisnya. Sendoknya juga jatuh ke lantai. Dan mau tak mau, Sania harus ke kantin kantor untuk meminjam sendok.***Di kantin.Darrel menarik lengan Sania, untuk mengikutinya duduk di bangku kosong yang membuat semua karyawan membelalakan mata mereka saling bingungnya."Kenapa?" tanya Sania acuh tak acuh.Darrel duduk di depan Sania, lalu memcodobgkan wajahnya ke depan. Berbisik, "bagaimana kau bisa menulis surat seperti itu?""Isinya kan lamaran.""Bukan begitu. Sania!" tekan Darrel, mencoba membuat Sania mengerti.Tapi saat melihat ekspresi Sania yang terlihat murung, Darrel memilih takengukitnya lagi. "Kenapa kau tidak makan dikantin?" tanya Darrel sembari menatap bekal yang sedang di pegang erat Sania. Menatap ke arah bekalnya sendiri. Sania lalu menjawab, "aku hanya tidak terbiasa makan di tempat lain.""Kenapa?""Entahlah. Aku juga tidak mengerti."'tentu karena
Selamat membaca.Hari semakin larut, dan Darrel melihat Email yang masih belum dibaca oleh Sania sembari menghembuskan nafasnya kasar.Kini ia sudah benar-benar menyerah pada Sania.***Sementara itu, di dalam kamar tidur berukuran cukup besar. Dengan gaya modern yang pasukan dengan beberapa ukuran emas bergambar naga, cat tembok berwarna gelap membuat suasana dikamar itu terasa menyeramkan namun mewah.Gluguk! Gluguk! Gluguk!Luke menelan tegukan terakhir minuman di tangannya, aroma kuat Alkohol yang menyengat menyebar dalam ruangan. Tak mengganggu si pemilik kamar."Sania heh?" pikirnya, bertanya pada dirinya sendiri. Tentang sosok Sania yang berada dalam pengawasannya—ia menempatkan seorang pria untuk mengawasi gerak-gerik Sania, dan merekamnya pada kamera tersembunyi yang terhubung di hpnya.Dan selama itu, Sania tak pernah pulang. Dia malah, terlihat seperti. "Gadis depresi yang kehilangan segalanya, dipaksa tersenyum dan berani dalam menghadapi kehidupan." baca Luke, setelah me
Selamat membaca.Setelah habis, hancur seluruh alur hidupku. Dan terlihat seperti sebuah permainan yang tidak memiliki akhir karena semuanya sudah berantakan."Masa mudaku, keluargaku, rumahku, dan mimpiku." Sania merenung di pinggiran danau di dalam kota, yang sedang sepi. Ia bahkan belum menganti pakaian kerjanya, makan, atau minum.Sania lalu memegang wajahnya. "Menyebalkan bukan?" Hah! Sania terkejut, tubuhnya spontan menjauh dari seorang wanita muda yang merupakan seorang pengamen.Sania melirik ke arah kiri dan kanan. Sebelum kembali menatap ke arah wanita muda yang tampak brantakan dan agak bau yang duduk di sampingnya. "Kau, siapa kau?" tanya Sania sembari menyipitkan matanya.Pengamen wanita yang terlihat brantakan itu, membuka sebuah permen karet lalu memakannya tanpa memperdulikan Sania."Keberanianku, akhirnya membuatku tenggelam di tengah bintang yang sedang bersinar," dia menatap Sania sembari tersenyum seperti orang tak waras. Lalu kembali melanjutkan kalimatnya yang
Selamat membaca.Luke menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Dia dengan langkah panjang, berjalan masuk ke dalam ruangannya sendiri. Lalu menarik laci meja kerjanya, sementara tangan lainnya membuka laptop dan mengetikan nama Sania Allegra."Harusnya ada." ucapnya, sembari mengetikan kata kunci dengan nama Sania Allegra.Dan setelah mencari, akhirnya ia menemukan satu artikel yang menjelaskan tentang sosok perempuan yang di bawa Luke Conan di hadapan kakeknya. Apakah demi harta? "Hanya satu, ini tidak membantuku." kesal Luke Conan.Tiba-tiba saja Nael muncul. "Ada apa?" tanya Nael penasaran. Tetapi dari raut wajah Luke, dia terlihat seperti sedang terburu-buru, marah, penasaran akan sesuatu.Luke menoleh ke arah Nael. Lalu bertanya, "apa kau mengenal Sania Allegra? Bisakah kau membantuku mencari siapa dia?"Nael terkejut, pasalnya sekarang harusnya Sania baik-baik saja di jepang. Itulah yang pikirkan oleh Nael sampai saat ini.Diam, membuat Luke mengangkat satu alisnya ke atas. Pas