Selamat membaca.Sania yang sedang makan di dalam kantor barunya, tiba-tiba saja mengigit lidahnya sendiri. "Awww." Ringisnya. Sendoknya juga jatuh ke lantai. Dan mau tak mau, Sania harus ke kantin kantor untuk meminjam sendok.***Di kantin.Darrel menarik lengan Sania, untuk mengikutinya duduk di bangku kosong yang membuat semua karyawan membelalakan mata mereka saling bingungnya."Kenapa?" tanya Sania acuh tak acuh.Darrel duduk di depan Sania, lalu memcodobgkan wajahnya ke depan. Berbisik, "bagaimana kau bisa menulis surat seperti itu?""Isinya kan lamaran.""Bukan begitu. Sania!" tekan Darrel, mencoba membuat Sania mengerti.Tapi saat melihat ekspresi Sania yang terlihat murung, Darrel memilih takengukitnya lagi. "Kenapa kau tidak makan dikantin?" tanya Darrel sembari menatap bekal yang sedang di pegang erat Sania. Menatap ke arah bekalnya sendiri. Sania lalu menjawab, "aku hanya tidak terbiasa makan di tempat lain.""Kenapa?""Entahlah. Aku juga tidak mengerti."'tentu karena
Selamat membaca.Hari semakin larut, dan Darrel melihat Email yang masih belum dibaca oleh Sania sembari menghembuskan nafasnya kasar.Kini ia sudah benar-benar menyerah pada Sania.***Sementara itu, di dalam kamar tidur berukuran cukup besar. Dengan gaya modern yang pasukan dengan beberapa ukuran emas bergambar naga, cat tembok berwarna gelap membuat suasana dikamar itu terasa menyeramkan namun mewah.Gluguk! Gluguk! Gluguk!Luke menelan tegukan terakhir minuman di tangannya, aroma kuat Alkohol yang menyengat menyebar dalam ruangan. Tak mengganggu si pemilik kamar."Sania heh?" pikirnya, bertanya pada dirinya sendiri. Tentang sosok Sania yang berada dalam pengawasannya—ia menempatkan seorang pria untuk mengawasi gerak-gerik Sania, dan merekamnya pada kamera tersembunyi yang terhubung di hpnya.Dan selama itu, Sania tak pernah pulang. Dia malah, terlihat seperti. "Gadis depresi yang kehilangan segalanya, dipaksa tersenyum dan berani dalam menghadapi kehidupan." baca Luke, setelah me
Selamat membaca.Setelah habis, hancur seluruh alur hidupku. Dan terlihat seperti sebuah permainan yang tidak memiliki akhir karena semuanya sudah berantakan."Masa mudaku, keluargaku, rumahku, dan mimpiku." Sania merenung di pinggiran danau di dalam kota, yang sedang sepi. Ia bahkan belum menganti pakaian kerjanya, makan, atau minum.Sania lalu memegang wajahnya. "Menyebalkan bukan?" Hah! Sania terkejut, tubuhnya spontan menjauh dari seorang wanita muda yang merupakan seorang pengamen.Sania melirik ke arah kiri dan kanan. Sebelum kembali menatap ke arah wanita muda yang tampak brantakan dan agak bau yang duduk di sampingnya. "Kau, siapa kau?" tanya Sania sembari menyipitkan matanya.Pengamen wanita yang terlihat brantakan itu, membuka sebuah permen karet lalu memakannya tanpa memperdulikan Sania."Keberanianku, akhirnya membuatku tenggelam di tengah bintang yang sedang bersinar," dia menatap Sania sembari tersenyum seperti orang tak waras. Lalu kembali melanjutkan kalimatnya yang
Selamat membaca.Luke menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Dia dengan langkah panjang, berjalan masuk ke dalam ruangannya sendiri. Lalu menarik laci meja kerjanya, sementara tangan lainnya membuka laptop dan mengetikan nama Sania Allegra."Harusnya ada." ucapnya, sembari mengetikan kata kunci dengan nama Sania Allegra.Dan setelah mencari, akhirnya ia menemukan satu artikel yang menjelaskan tentang sosok perempuan yang di bawa Luke Conan di hadapan kakeknya. Apakah demi harta? "Hanya satu, ini tidak membantuku." kesal Luke Conan.Tiba-tiba saja Nael muncul. "Ada apa?" tanya Nael penasaran. Tetapi dari raut wajah Luke, dia terlihat seperti sedang terburu-buru, marah, penasaran akan sesuatu.Luke menoleh ke arah Nael. Lalu bertanya, "apa kau mengenal Sania Allegra? Bisakah kau membantuku mencari siapa dia?"Nael terkejut, pasalnya sekarang harusnya Sania baik-baik saja di jepang. Itulah yang pikirkan oleh Nael sampai saat ini.Diam, membuat Luke mengangkat satu alisnya ke atas. Pas
Selamat membaca.Tubuh Sania di dorong masuk ke dalam kamar dengan kasar oleh Luke Conan."Apa lagi yang kau lakukan?" tanya Sania, mencoba untuk keluar dari kamar yang punya kenangan buruk dengannya. Namun saat di depan pintu Darrel muncul dan langsung membuat Sania kembali berjalan mundur. Sedangkan Nael masuk dengan tatapan tak suka."Luke, kau tidak boleh menahan wanita itu disini." Sinis Nael saat melihat Sania. "Kau bisa ditangkap!" cemas Nael.Sania tersenyum berdesis, memutar bola matanya. Memakai tipis. "Sebaiknya dengarkan dia." saran Sania sembari menatap Nael.Tapi Darrel malah mengunci pintu dan membuat kami berempat terjebak dalam situasi yang agak aneh, dan sepertinya Luke punya sesuatu untuk di tanyakan."Luke!" Darrel menahan bahu Nael yang tidak menyukai situasi saat ini."Aku tidak akan membunuhnya untuk sekarang, jadi tenanglah Nael." ucap Luke.Oh, itu terdengar seperti sebuah ancaman di telinga Sania.Sania dan Luke saling tatap, sebelum mata Luke tertuju pada l
Selamat membaca.Mereka akhirnya meninggalkan Sania sendirian, entah karena kata-kata Sania, atau karena keputusasaan Sania.Mereka tahu, kalau Sania pada akhirnya akan mati. Jadi bukankah lebih baik untuk membiarkan Sania?***Ya, setidaknya itulah yang mereka pikirkan—sedangkan Sania. Dia.emmm…"Sepertinya aku bisa menerima penghargaan sebagai aktris terbaik tahun ini." ucap Sania senang.Saking senangnya, Sania sampai lupa kalau ia punya rumah. Tetapi memilih untuk cek-in di hotel yang sangat mewah berbintang lima secara tunai."Nona, Sania lama tidak bertemu. Kenapa jarang sekali mampir dan menginap disini?" goda front office yang sedang membereskan data-data Sania yang sudah ia kenal.Para staff yang lainnya juga mengenalnya."Katanya kau nginap di hotel jepang, temanku menelepon loh.""Hah, kalian kan tahu kalau aku sangat sibuk.""Melarikan diri hohoho." canda mereka semua yang tidak di hiraukan oleh Sania. Karena candaan itu sudah biasa baginya. "Eh, kita makan-makan yuk. Mump
Selamat membaca.Di rumah sakit, Sania membuka matanya dan hal pertama yang ia lakukan adalah pergi tanpa bicara. Dan begitu mereka melihat Sania yang bahkan tak menyapa atau mengeluhkan kondisinya, Luke bergerak menahan Sania.Untungnya hari itu, Luke berhasil membawa Sania dan bukannya Hugo atau kakeknya itu."Istirahatlah, kau belum pulih." saran Nael sebagai seorang dokter.Sania berdecak kesal. Sedangkan Luke, "sebaiknya kau dengarkan dia!" titah Luke, ia menatap Sania seakan ingin memenggal leher Sania saat ini juga.Takut. Tentu saja, tetapi Sania sudah terbiasa menghadapi mahkluk seperti manusia berbahaya di depannya saat ini."Aku lelah, lepaskan aku." Degus Sania setelahnya.Tetapi Luke tak mendengarkan Sania, ataupun melepaskan lengan yang coba Sania tarik agar terpisah dari lengannya.Karena itulah Luke harus mengendong Sania, membawa wanita yang memberontak dalam gendongannya itu. Agar kembali ke atas tempat tidur."Ambilkan tali!" titah Luke pada Darrel dan juga Nael ya
Selamat membaca.Telingga Sania berdenging, tubuhnya terasa panas. Namun hari ini sedang hujan lebat, tangannya mengengam erat gaunnya. Dan matanya terasa sangat panas dan basah.***Hosh!Sania terbangun dari tidurnya, dan yang pertama ia lihat adalah kamarnya. Hotel tempat ia menginap, dan bukannya rumah sakit.Suara telepon berbunyi. Sepertinya itu berasal dari Front office.Sania yang sedang menggunakan piyama segera bangun, namun kepalanya sedikit pusing. Sepertinya ia mabuk kemarin."Hallo, ada apa?" tanya Sania langsung."Kau baik-baik? Kapan kau akan keluar dan makan? Kami pikir kau sudah membusuk di dalam kamar gratis itu."Kamar gratis? Sania mengerutkan keningnya bingung, karena ia tak "jangan-jangan saat ia menjadi Weiters itu bukanlah mimpi?" Gumam Sania, dia lalu mencengkram rambutnya kuat.Tanpa sengaja ia menatap ke arah kaca. "Siapa yang membawaku ke kamar?" tanya Sania pada Daisy."Tentu saja aku.""Begitu ya.""Keluarlah…."Belum sempat melanjutkan kata-katanya, San