Selamat membaca.Saat menuruni tangga kantor, Sania hampir saja terpeleset. Namun untungnya, seseorang menahan lengannya agar tak jatuh."Wow, Anda sepertinya punya banyak sekali masalah hidup hm?" ejek seseorang, dan saat Sania menoleh. Dia adalah Hugo Conan.Buru-buru Sania menepis tangannya, menatap tajam Hugo. "Mengikuti orang itu tidak baik!" Tegur Sania."Aku tidak mengikuti mu.""Dan menguping pertengkaran orang lain juga tidak benar!" sambung Sania. Hugo tidak bisa mengelak, pria dengan jaket kekinian. Anting yang pasang pada telinga kiri pemuda itu menjadikannya seperti 'brandalan jalanan' yang tidak punya tujuan hidup. Alias broken home.Lalu setelahnya Sania tersenyum smirk. Begitu juga dengan Hugo.Sesaat sebelum keduanya berciuman dengan sangat mesranya, layaknya sepasang kekasih yang sedang saling melepas kerinduan."Ugh! Cukup Hugo, kita akan ketahuan."Melihat penokanan Sania, membuat Hugo malah semakin bergairah. Dia bena-benar tak sabar untuk menjadikan Sania sebagai
Selamat membaca.Tok!Tok!Suara klakson dan ketukan terdengar sangat jelas dari luar jendela, rupanya Hugo mengikuti Sania dan Luke saat melihat mobil Luke bersama Sania yang sepertinya sedang kesulitan."Hentikan mobilnya!" Seru HugoSania mulai panik, sesekali ia menelan salivanya kuat. Namun rasa takut pada Luke mulai muncul. "Aku mohon berhentilah." minta Sania baik-baik, mengengam tangan Luke yang berada di atas kemudi sembari mengerutkan keningnya memohon."Apa kau melupakan pelajaran yang diajarkan padamu?""A-aku ingat. Ha-harusnya aku tidak me-memohon untuk orang lain….""Alasannya!" desak Luke. Sania mengigit bibir bawahnya. Ia takut juga kebingungan sikap Luke yang seolah sangat murka padanya sekarang."Jawab Sania!" bentaknya."Karena aku istrimu."Mobil tiba-tiba saja berhenti, dan Luke langsung keluar namun ia mengunci pintu dari sangat cepat sebelum sempat Sania bisa bangkit dari tempat duduknya.Gedor! Gedor! Gedor!"Mas! Aku mohon, buka pintunya. Biarkan aku… astaga a
Selamat membaca.Permusuhan itu tidak pernah hilang, Nael tetap menatap Sania sebagai penghalang yang membuat Luke menjadi sangat lemah sekarang.Sama halnya seperti Nael yang berpura-pura peduli padanya, maka Sania sedang berpura-pura tidak melihat apapun yang ia ketahui sampai saat ini.***Rumah sakit, Hugo bahkan melarang Sania agar masuk ke dalam ruangan Luke karena rasa bencinya terlihat sangat jelas."Sebagainya kau pergi, dan jangan pernah terlihat lagi di kota ini!"Sania terdiam, ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Menatap Luke yang perlahan-lahan menghilang dari hadapannya, sebelum tersenyum. Berbalik meninggalkan tempat tersebut.***Beberapa hari kemudian, Luke telah sadarkan diri dan Sania datang dengan satu lembar kertas ditangannya."Kita harus bicara.""Nael keluarlah!" perintah Luke.Nael yang sedang mengurus keperluan Luke, hanya menatap Sania dengan tatapan tak suka. Sebelum ia mendapatkan perintah dari Luke agar segera pergi dari ruangan ini.Setelah hanya ada k
Selamat membaca.Sania benar-benar merasa buruk sekarang, sebab semuanya tidak berjalan seperti yang ia rencanakan."Padahal aku kira aku jenius." ungkap Sania lirih, "tetapi kejeniusan itu malah menelanku sekarang dalam dilema." sambung Sania, mendonggak menatap Luke yang ternyata sedang mendengarkan keluhannya."Kau tidak marah padaku?"Sania mengelengkan kepalanya dengan cepat. "Ini pilihanku, dan ini adalah penyesalanku. Marah padamu hanyalah caraku melepaskan diri dari masalah."Luke tiba-tiba menyentuh wajah Sania yang murung. "Setidaknya kau sudah jujur padaku." kata Luke sembari tersenyum, mencoba untuk menenangkan Sania. "Jadi perjanjian kita batal?" Tanya Sania."Tidak."Sania mengerutkan keningnya tak percaya. "Kenapa? Aku yang meminta pembatalan, dan aku, juga mencintai musuhmu. Apakah tidak masalah jika ini terus dilanjutkan? cepat atau lambat kakekmu akan curiga." jelas Sania panjang lebar, mengutarakan semua kecemaanan dan kesalahannya pada Luke."Seperti yang kau kata
Selamat membaca.Melihat seorang wanita cantik dan muda menangis, membuat keluarga yang begitu Sania rindukan itu mendekatinya dengan perasaan bingung."Anda baik-baik saja Nona?"Mereka jelas khawatir, tetapi mengapa hari Sania terasa sangat sakit? Mungkinkah karena yang sedang mencemaskannya adalah keluarganya, ataukah musuhnya."Kalian terlihat sangat baik." puji Sania, mencoba untuk tersenyum. "Putri kalian pasti akan merasa sangat bangga." lirih Sania sembari tersenyum."Iya, tentu saja."Mereka peduli. Apakah karena Sania menggunakan gelang mahal?"Ah, ini … aku ingin memberikan kalian ini.""Apa ini?"Mereka mengerutkan kening mereka saat menerima gelang tangan Sania. Kemudian mata Sania dan ibunya bertemu, "untuk putrimu." pancing Sania. "Kau akan memberikannya pada putrimu? Ini adalah jadiah dan juga berkat."Sania ingin memastikan sesuatu."Tentu." ucap ibunya.Setelahnya keduanya berpisah, yang lainnya dengan perasaan senang. Namun yang satunya malah pergi dengan perasaan b
Selamat membaca.Beberapa saat kemudian, Luke terlihat sedang mengosok pipinya yang merah karena ulah Sania. Juga karena dirinya yang sengaja menggoda Sania dalam situasi seperti ini."A-aku tidak bermaksud memukulmu, aku hanya, sedikit takut pada apa yang baru saja kau lakukan." terang Sania, menyalahkan Luke atas semua tindakannya barusan.Tidak benar tapi Sania juga tidak salah, kini ia menatap pipi Luke sigkat. Terlihat jelas kalau Sania merasa sangat bersalah sekarang.Tetapi Luke malah tersenyum aneh pada Sania. Lalu bertanya, "jadi, istriku takut pada suaminya?" tanya Luke, ia menatap Sania dalam-dalam.Minder, tetapi juga tersipu malu. Sania mencoba menjaga jarak dari Luke, agar ia tidak semakin tenggelam dalam mata bersinar milik Luke."A-aku tidak takut, tetapi tadi itu sedikit berbahaya." ucap Sania."Aku bisa menahan hasratku." Balas Luke.Namun Sania tak percaya. Dan malah bergumam, "mana ada hasrat yang bisa di tahan seorang pria? Dan jika ada, semua hanyalah kebohongan
Selamat membaca.Aneh, tetapi lucu untuk di lihat. Setidaknya itulah yang dipikirkan saat ini tentang Luke. Lalu Sania terpikirkan sesuatu, dan Yap. Sania mengecup pipi Luke singkat. Dan benar, air mata Luke berhenti. Berganti dengan tatapan aneh. "Jangan-jangan dia marah padaku lagi?" tanya Sania membatin."Kau menciumku?" tanya Luke."Hah?" Sania mengerutkan keningnya. "Kenapa? Tidak boleh? Kau, 'kan, suamiku." Tutur Sania sembari tersenyum. Ia mengedipkan matanya beberapa kali pada Luke.Imut dan mengemaskan. Itulah yang Luke pikirkan sekarang tentang Sania."Ya, tentu saja." ucap Luke.***Tengah hari telah lewat, dan mobil mereka akhirnya berhenti di sebuah Cafe yang di pinggir jalan.Tak disangka-sangka, Luke langsung disambut dengan sangat hormat di setibanya ia di cafe bernuansa klasik dengan piano dan lampu-lampu gantung elegant. Dan oh, jangan lupakan lilin yang diletakan di atas meja sebagai hiasan.Sania terpukau, tapi hanya sementara. "Tuan, Anda ingin memesan tempat VIP
Selamat membaca."Anak?" Sania tersenyum berdesis. Tapi Luke terlihat begitu serius saat menatapnya. "Aku masih cukup kuat untuk memberukannya jika kau mau." sambung Luke.Namun ekspresi Sania tidak menunjukan ketertarikan, atau rasa senang sedikit pun. "Lihatlah hubungan kita, kau, tidak boleh asal mengatakan itu Luke." jelas Sania."Kenapa tidak?""Bagaimana kalau aku memanfaatkan apa yang baru saja kau katakan?" tanya Sania lagi. Malah terdengar seperti wanita tak baik-baik, yang menggunakan anak demi harta. "Aku masih membencimu beberapa saat yang lalu—"Namun belum sempat melanjutkan ucapannya. Luke malah menambahi, "kita masih baik-baik saja. Dan jika kau menginginkan seorang anak maka akan ku berikan, bahkan jika kakek menentangnya.""Ini bukan soal anak Luke." "Lantas apa, tanggung jawab?" Luke terlihat marah sekarang. "Aku akan bertagung jawab jika kau menginginkannya Sania, aku akan membuatnu bahagia sesuai janjiku.""Kau berlebihan.""Aku rela melakukan apapun untuk part