Selamat membaca."Apa tidak meyakitkan berakting seperti ini terus Sania?" tanya Nael dari balik kaca Spion mobilnya.Ia melirik terus ke arah mata Sania yang duduk di kursi belakang bersama Salsabila, sedang Avanti duduk di depan."Menyetirlah dengan benar, lihat ke depan Nael. Atau kita bisa mati karena rasa penasaranmu itu." rutuk Sania. Ia sedikit tidak bersemangat sekarang, dan perasaannya terasa aneh.Apa karena ia akan berada di tempat yang baru jadi perasaannya aneh begini?Bu Avanti mengengam tangan Sania, yang sontak saja membuat Sania tersadar dari lamunannya."Apa yang kau pikirkan sampai tidak mendengarkan kami?" tanya Nael lagi.Hm. Sania tidak bisa mengelak karena ia tidak bisa mendengar dengan jelas. Matanya kini tertuju ke arah pinggir jalan yang penuhi oleh anak-anak berseragam putih abu-abu, merah dan putih, juga biru putih."Di satu wilayah ada berapa sekolah?""Mungkin sekitar tiga sampai lima, tidak begitu pasti. Karena saya bukan kepala pengurus wilayah disini."
Selamat membaca."Mas beli lima tusuk dulu ya."Saat Sania sedang memesan, mobil yang ia tumpangi tiba-tiba saja melaju dengan cepat meninggalkannya sendirian."Wah, si brengsek dan antek-anteknya. Malah meninggalkanku disini, sialan!" geram Sania, hanya bisa melihat dan mengikuti pergerakan mobil yang mulai menjauh dengan matanya saja."Ini." Pesanan sudah siap, dan Sania tidak peduli dengan Nael yang tidak becus. "Mau jasjus juga neng?""Boleh deh. Satu ya."Meski baru pertama membeli secara langsung, bukan berarti Sania tidak familiar dengan semua jajanan yang menggugah selera disini. Apalagi saat menghirup aroma minyak dan bakso bercampur telur yang khas dengan sambal kacang.Sambil makan dengan lahap, Sania mendapatkan sapaan dari orang yang tak terduga."Wanita elegant yang memegang garpu, seksi dan cantik, tiba-tiba saja berubah menjadi gadis kampungan yang kelaparan?" Suara itu, Sania mengenali suara yang tak asing lagi di tenganya saat ini. HOGO CONAN, adik Luke Conan dan ju
Selamat membaca.Bugh!Hantaman yang begitu keras tiba-tiba saja melayang ke pipi Hugo, dan tangan Sania terlepas dari pria berseragam itu.Hugo menyentuh rahangnya, juga mengusap bibirnya yang berdarah. "Apa yang—" ucapannya berhenti, saat melihat Luke yang harusnya sibuk di perusahaan malah muncul di hadapan Sania. "Ternyata kakak yang tidak berguna." Sesal Hugo karena sudah memperlihatkan ekspresi lemahnya pada Luke Conan.Tatapannya kini tertuju pada Sania yang sedang mengerutkan keningnya, pertanda kalau Sania sedang memikirkan sesuatu yang janggal.Seakan Sania pernah mendengar pengakuan itu dari mulut seseorang. Tapi siapa?"Meski kau adikku, aku tidak akan segan untuk membunuhmu sekarang juga. Jika kau menyentuh istriku sekali lagi!" ancam Luke.Dan bukannya takut, Hugo malah menunjukan tatapan penuh persaingannya. Seakan Sania adalah mangsa."Astaga, aku tertipu ya oleh sikap polosnya barusan." gumam Sania, kini tersenyum sinis pada Hugo. "Kau memang luar biasa, tapi dari seg
Selamat membaca.Karena kesal, Sania memilih untuk keluar untuk merendahkan amarahnya dan Syukurlah Luke tidak peduli.Di balkon yang entah dimana, Sania mampir untuk menghirup udara segar. Sampai….Meong! Meong! Meong!Suara kucing, Sania menoleh dan ternyata benar. Ada kucing hitam dengan bulu-bulu panjang di balkon tempat ia bersandar—terlihat sangat ramah."Hai, kau manis sekali. Pasti hargamu sangat mahal!" Sania mendekat, mengelus bahkan memeluk kucing imut itu dengan sayang.Muah! Muah! Muah!Bahkan sampai mencium kucing itu dengan sayang. "aku ingin memakanmu saking imutnya." Mata Sania tertuju pada kalung silver yang melingkar di leher kucing itu. "Luca, jadi namamu Luca? Kau tampan sekali. Mau tidur denganku?" racau Sania. Berpikir kalau kucing itu bisa bicara."Aku akan sangat menyayangimu, bagaimana kalau kita buat daftar main. Mandi dan makan serta tidur bersama?"Meong!Benar-benar kucing yang tidak mengerti apapun."Sania!""Hm?" Sania menoleh secara spontan, dan ternya
Selamat membaca.Hacimmm.Uhuk!Uhuk!Uhuk!Sania bahkan harus sampai menarik lendir yang terus keluar dari hidungnya, wajahnya memerah, kepalanya pusing, dan tubuhnya sakit sekarang."Mungkin karena faktor cuaca yang berganti-ganti." Nael memeriksa kondisi Sania—padahal tadi pagi masih baik-baik saja saat Luke berangkat bekerja. "Kau baik-baik saja Sania?""Buta ya.""Maaf, bagiamana kalau ke rumah sakit saja?""Tidak usah.""Tapi—""Apa kau ingin suamiku mendatangkan rumah sakit ke depan pintu gerbang mention ini? Atau, mengosongkan rumah sakit hanya untuk satu orang? Lebih baik jangan!" saranku. Yang mendapatkan persetujuan dari Nael. "Aku akan menelepon Luke.""Tidak usah." tahanku. Karena selalu saja mengganggu pekerjaan Luke, hanya untuk istri yang bahkan tidak asli. "Aku hanya butuh istirahat dan minum obat yang cukup, lalu semuanya akan baik-baik saja.""BUKAN ITU MASALAHNYA!" pekik Nael, yang membuat Salsabila yang ada disisiku terkejut. Kami berdua mengedipkan mata kami beb
Selamat membaca."Kau sudah pulang?" tanya Sania, terbangun dari tidurnya karena sentuhan tangan seseorang diwajahnya. Ia menebak itu adalah Luke, dan tebakannya benar.Luke diam menatap Sania. "Sania.""Hm?""Apa, kau merasakan adanya penderitaan?"'hahaha' Sania tertawa mendengarnya. "Kenapa harus menderita? Suamiku kaya, punya segalanya meski agak sedikit emmm, " Sania tak berani melanjutkan kalimatnya. "Sedikit apa Sania?""Sedikit terlalu serius, dingin, dan juga berwibawa." Luke tersinggung. "Tapi tidak apa-apa, selama kau punya kuasa dan juga uang. Aku tidak akan mengikhinatimu.""Kau berkata seolah kau tidak akan pergi setelah aku mendapatkan segalanya. Padahal pada kenyataannya, kau akan meninggalkanku karena kekuasaanku." Pikir Luke membatin—dia tidak bisa menyembuyikan tatapan penuh kekecewaannya dari Sania.Dan entah kenapa, Sania merasa ada yang aneh dari pria yang sedang duduk menatapnya dengan tatapan aneh saat ini. "Kau sakit?""Tidak.""Tapi mata terlihat memerah." S
Selamat membaca."Sania!"Luke sedang berbaring di samping Sania, dan terbangun saat Sania mengigau tak jelas."Sania, sadarlah!" Luke berusaha untuk membangunkan Sania dengan cara mengoyang-goyangkan tubuh Sania pelan. "Hei."Namun itu tak berhasil, jadi Luke memikirkan cara lain.Cup!Yap. Ia mencium Sania, tepat disaat mata Sania terbuka dengan lebarnya. "MAS!" pekiknya, bangkit. membentur rahang Luke hingga berdarah."Ada apa?"Sania membelakak. "Kau berdarah."Lekas Sania mencari kotak P3K, namun kepanikannya membuat ia lupa menaruh kotak itu dimana.Sedang Luke menyeka bibirnya. "sudahlah Sania, aku bisa melakukannya sendiri. sekarang kemarilah!" titah Luke. Yang tidak bisa sedikit pun Sania tentang. Dengan rasa bersalah Sania kembali ke hadapan Luke."Maaf." ucap Sania memelas."Tidak apa-apa, dibandingkan ini. Apa yang sedang kau mimpikan?" tanya Luke sembari menangkupkan kedua tangannya pada pipi Sania. "Kau terlihat kesakitan."Sontak Sania mengengam lehernya. Menelan Saliva
Selamat membaca.Kehidupan Sania dan Luke berjalan dengan baik, bisnis, kekuasaan dan kepercayaan mulai Luke dapatkan dari kakeknya.Sampai terlalu tenang untuk Sania mengerti.Hangus."Sayang, bukankah ikannya lebih baik di bakar saja?" tanya Luke berbisik di telinga Sania, memeluk istrinya itu dari belakang.Mematikan kompor listrik, yang telah menghanguskan tiga penggal ikan goreng."Astaga maafkan aku."Sania mengibas-ngibaskan tangannya saat asap memenuhi dapur. Tangannya refleks menuangkan air ke dalam masakan yang harusnya sudah siap, akan tetapi Luke menahan tangan Sania."Menyikirlah!" pinta Sania, karena Luke benar-benar menganggunya saat ini. "Mas!""Tidak mau.""Luke!" Kekesalan Sania membuat Luke melepas pelukannya, sembari mengakat kedua tangannya ke atas seperti pelaku kriminal yang tertangkap basa di tempat kejadian.Sania tersentum sembari mengeleng-gelengkan kepalanya menatap sikap Luke yang baginya lumayan lucu untuk ia jadikan sebagai, kenang-kenangan nantinya.Da