Selamat membaca.Karena kesal, Sania memilih untuk keluar untuk merendahkan amarahnya dan Syukurlah Luke tidak peduli.Di balkon yang entah dimana, Sania mampir untuk menghirup udara segar. Sampai….Meong! Meong! Meong!Suara kucing, Sania menoleh dan ternyata benar. Ada kucing hitam dengan bulu-bulu panjang di balkon tempat ia bersandar—terlihat sangat ramah."Hai, kau manis sekali. Pasti hargamu sangat mahal!" Sania mendekat, mengelus bahkan memeluk kucing imut itu dengan sayang.Muah! Muah! Muah!Bahkan sampai mencium kucing itu dengan sayang. "aku ingin memakanmu saking imutnya." Mata Sania tertuju pada kalung silver yang melingkar di leher kucing itu. "Luca, jadi namamu Luca? Kau tampan sekali. Mau tidur denganku?" racau Sania. Berpikir kalau kucing itu bisa bicara."Aku akan sangat menyayangimu, bagaimana kalau kita buat daftar main. Mandi dan makan serta tidur bersama?"Meong!Benar-benar kucing yang tidak mengerti apapun."Sania!""Hm?" Sania menoleh secara spontan, dan ternya
Selamat membaca.Hacimmm.Uhuk!Uhuk!Uhuk!Sania bahkan harus sampai menarik lendir yang terus keluar dari hidungnya, wajahnya memerah, kepalanya pusing, dan tubuhnya sakit sekarang."Mungkin karena faktor cuaca yang berganti-ganti." Nael memeriksa kondisi Sania—padahal tadi pagi masih baik-baik saja saat Luke berangkat bekerja. "Kau baik-baik saja Sania?""Buta ya.""Maaf, bagiamana kalau ke rumah sakit saja?""Tidak usah.""Tapi—""Apa kau ingin suamiku mendatangkan rumah sakit ke depan pintu gerbang mention ini? Atau, mengosongkan rumah sakit hanya untuk satu orang? Lebih baik jangan!" saranku. Yang mendapatkan persetujuan dari Nael. "Aku akan menelepon Luke.""Tidak usah." tahanku. Karena selalu saja mengganggu pekerjaan Luke, hanya untuk istri yang bahkan tidak asli. "Aku hanya butuh istirahat dan minum obat yang cukup, lalu semuanya akan baik-baik saja.""BUKAN ITU MASALAHNYA!" pekik Nael, yang membuat Salsabila yang ada disisiku terkejut. Kami berdua mengedipkan mata kami beb
Selamat membaca."Kau sudah pulang?" tanya Sania, terbangun dari tidurnya karena sentuhan tangan seseorang diwajahnya. Ia menebak itu adalah Luke, dan tebakannya benar.Luke diam menatap Sania. "Sania.""Hm?""Apa, kau merasakan adanya penderitaan?"'hahaha' Sania tertawa mendengarnya. "Kenapa harus menderita? Suamiku kaya, punya segalanya meski agak sedikit emmm, " Sania tak berani melanjutkan kalimatnya. "Sedikit apa Sania?""Sedikit terlalu serius, dingin, dan juga berwibawa." Luke tersinggung. "Tapi tidak apa-apa, selama kau punya kuasa dan juga uang. Aku tidak akan mengikhinatimu.""Kau berkata seolah kau tidak akan pergi setelah aku mendapatkan segalanya. Padahal pada kenyataannya, kau akan meninggalkanku karena kekuasaanku." Pikir Luke membatin—dia tidak bisa menyembuyikan tatapan penuh kekecewaannya dari Sania.Dan entah kenapa, Sania merasa ada yang aneh dari pria yang sedang duduk menatapnya dengan tatapan aneh saat ini. "Kau sakit?""Tidak.""Tapi mata terlihat memerah." S
Selamat membaca."Sania!"Luke sedang berbaring di samping Sania, dan terbangun saat Sania mengigau tak jelas."Sania, sadarlah!" Luke berusaha untuk membangunkan Sania dengan cara mengoyang-goyangkan tubuh Sania pelan. "Hei."Namun itu tak berhasil, jadi Luke memikirkan cara lain.Cup!Yap. Ia mencium Sania, tepat disaat mata Sania terbuka dengan lebarnya. "MAS!" pekiknya, bangkit. membentur rahang Luke hingga berdarah."Ada apa?"Sania membelakak. "Kau berdarah."Lekas Sania mencari kotak P3K, namun kepanikannya membuat ia lupa menaruh kotak itu dimana.Sedang Luke menyeka bibirnya. "sudahlah Sania, aku bisa melakukannya sendiri. sekarang kemarilah!" titah Luke. Yang tidak bisa sedikit pun Sania tentang. Dengan rasa bersalah Sania kembali ke hadapan Luke."Maaf." ucap Sania memelas."Tidak apa-apa, dibandingkan ini. Apa yang sedang kau mimpikan?" tanya Luke sembari menangkupkan kedua tangannya pada pipi Sania. "Kau terlihat kesakitan."Sontak Sania mengengam lehernya. Menelan Saliva
Selamat membaca.Kehidupan Sania dan Luke berjalan dengan baik, bisnis, kekuasaan dan kepercayaan mulai Luke dapatkan dari kakeknya.Sampai terlalu tenang untuk Sania mengerti.Hangus."Sayang, bukankah ikannya lebih baik di bakar saja?" tanya Luke berbisik di telinga Sania, memeluk istrinya itu dari belakang.Mematikan kompor listrik, yang telah menghanguskan tiga penggal ikan goreng."Astaga maafkan aku."Sania mengibas-ngibaskan tangannya saat asap memenuhi dapur. Tangannya refleks menuangkan air ke dalam masakan yang harusnya sudah siap, akan tetapi Luke menahan tangan Sania."Menyikirlah!" pinta Sania, karena Luke benar-benar menganggunya saat ini. "Mas!""Tidak mau.""Luke!" Kekesalan Sania membuat Luke melepas pelukannya, sembari mengakat kedua tangannya ke atas seperti pelaku kriminal yang tertangkap basa di tempat kejadian.Sania tersentum sembari mengeleng-gelengkan kepalanya menatap sikap Luke yang baginya lumayan lucu untuk ia jadikan sebagai, kenang-kenangan nantinya.Da
Selamat membaca.Saat menuruni tangga kantor, Sania hampir saja terpeleset. Namun untungnya, seseorang menahan lengannya agar tak jatuh."Wow, Anda sepertinya punya banyak sekali masalah hidup hm?" ejek seseorang, dan saat Sania menoleh. Dia adalah Hugo Conan.Buru-buru Sania menepis tangannya, menatap tajam Hugo. "Mengikuti orang itu tidak baik!" Tegur Sania."Aku tidak mengikuti mu.""Dan menguping pertengkaran orang lain juga tidak benar!" sambung Sania. Hugo tidak bisa mengelak, pria dengan jaket kekinian. Anting yang pasang pada telinga kiri pemuda itu menjadikannya seperti 'brandalan jalanan' yang tidak punya tujuan hidup. Alias broken home.Lalu setelahnya Sania tersenyum smirk. Begitu juga dengan Hugo.Sesaat sebelum keduanya berciuman dengan sangat mesranya, layaknya sepasang kekasih yang sedang saling melepas kerinduan."Ugh! Cukup Hugo, kita akan ketahuan."Melihat penokanan Sania, membuat Hugo malah semakin bergairah. Dia bena-benar tak sabar untuk menjadikan Sania sebagai
Selamat membaca.Tok!Tok!Suara klakson dan ketukan terdengar sangat jelas dari luar jendela, rupanya Hugo mengikuti Sania dan Luke saat melihat mobil Luke bersama Sania yang sepertinya sedang kesulitan."Hentikan mobilnya!" Seru HugoSania mulai panik, sesekali ia menelan salivanya kuat. Namun rasa takut pada Luke mulai muncul. "Aku mohon berhentilah." minta Sania baik-baik, mengengam tangan Luke yang berada di atas kemudi sembari mengerutkan keningnya memohon."Apa kau melupakan pelajaran yang diajarkan padamu?""A-aku ingat. Ha-harusnya aku tidak me-memohon untuk orang lain….""Alasannya!" desak Luke. Sania mengigit bibir bawahnya. Ia takut juga kebingungan sikap Luke yang seolah sangat murka padanya sekarang."Jawab Sania!" bentaknya."Karena aku istrimu."Mobil tiba-tiba saja berhenti, dan Luke langsung keluar namun ia mengunci pintu dari sangat cepat sebelum sempat Sania bisa bangkit dari tempat duduknya.Gedor! Gedor! Gedor!"Mas! Aku mohon, buka pintunya. Biarkan aku… astaga a
Selamat membaca.Permusuhan itu tidak pernah hilang, Nael tetap menatap Sania sebagai penghalang yang membuat Luke menjadi sangat lemah sekarang.Sama halnya seperti Nael yang berpura-pura peduli padanya, maka Sania sedang berpura-pura tidak melihat apapun yang ia ketahui sampai saat ini.***Rumah sakit, Hugo bahkan melarang Sania agar masuk ke dalam ruangan Luke karena rasa bencinya terlihat sangat jelas."Sebagainya kau pergi, dan jangan pernah terlihat lagi di kota ini!"Sania terdiam, ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Menatap Luke yang perlahan-lahan menghilang dari hadapannya, sebelum tersenyum. Berbalik meninggalkan tempat tersebut.***Beberapa hari kemudian, Luke telah sadarkan diri dan Sania datang dengan satu lembar kertas ditangannya."Kita harus bicara.""Nael keluarlah!" perintah Luke.Nael yang sedang mengurus keperluan Luke, hanya menatap Sania dengan tatapan tak suka. Sebelum ia mendapatkan perintah dari Luke agar segera pergi dari ruangan ini.Setelah hanya ada k