Selamat membaca.Tok!Tok!Tok!Suara pintu terbuka, diikuti dengan masuknya Luke ke dalam kamar Sania."Luke?" Sania tertegun saat melihat Luke memutar kunci kamar, yang artinya Luke tidak ingin ada seorangpun yang masuk.Cemas dan takut. Sania bangkit dari ranjangnya. Namun sebelum sempat kaki telanjang Sania menyentuh lantai, Luke menghentikannya."Sudah, diam saja disana." perintah Luke yang langsung dimengerti oleh Sania.Luke mendekat, dan Sania kembali tidur membelakagi Luke. Membiarkan Luke memeluk Sania dengan eratnya dari belakang, sama seperti yang harus dilakukan seorang istri yang baik. Semua agar mereka tidak dicurigai nantinya.Meski sudah sedikit terbiasa, entah mengapa kali ini. "Perasaan terganggu," Pikir Sania. Membuka matanya, menatap tangan kekar Luke yang melingkari pinggangnya sekarang. "Ada yang tidak beres. Apa, aku sakit hati?" tanya Sania membatin. Mencoba merapatkan matanya untuk tidur.Beberapa jam kemudian."Kau tidak tidur?" tanya Luke sadar kalau Sania
Selamat membaca.Esok harinya.Sania berdiri dengan kaki yang gemetar, dan kuku tangan yang sengaja ia gigit untuk menghilangkan kecemasannya. Saat berdiri di depan pintu masuk Hotel berbintang."Sania, apa yang kau tunggu. Masuklah!" pinta Sang kakek dan yang anggota keluarga Luke lainnya yang kini sudah jalan lebih dulu.Kakek tua gila, sialan, botak, dan tidak berguna—pikir Sania. Sebelum tersenyum ramah mengikuti mereka.Sadar akan kecemasan Sania, Luke menunggu Sania. Sebelum akhirnya mengandeng pinggang Sania dengan posesif—sebab Saudara laki-lakinya, Hugo Conan sedang menatap Sania dengan tatapan menjijikan."Kenapa pertemuannya dihotel?" Bisik Sania bertanya pada Luke."Inilah keluargaku, dengan sengala kebijakan privasi yang berada diatas rata-rata."Jawaban Luke membuat Sania mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Benar juga, keluarga kalian kan cukup terkenal."Luke tersenyum memberi respon.Yang rupanya diperhatikan oleh sang kakek yang bernama Frank Conan, yang terkenal
Selamat membaca.Perkataan Sania sontak membuat semua mata kini tertuju pada Sania Allegra, yang terlihat santai-santai saja."Apa katamu barusan?!"Tapi percayalah, raganya seakan mau keluar dari tubuhnya karena tatapan begis yang dilayangkan kakek Luke padanya.Sania menelan sanivanya kasar, mencoba untuk tetap tenang. "Maksud saya adalah saya tidak bisa memberikan apa yang baru saja Anda katakan." jelas Sania."Kenapa?""Karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutkan pada diriku, setelah memberikan apa yang Anda inginkan." tentu saja, anak yang dilahirkan dan sudah terima bisa menjadi masalah bagi sang ibu. Yang belum diterima secara sah.Siapa yang tahu, mungkin setelah melahirkan mereka akan menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Sania. Atau lebih buruk lagi, dikurung selamanya."Cerdas juga," sang kakek melirik cucunya sekarang. Luke menatap ke arah Sania dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. "Dari mana kau mendapatkan gadis ini?""Bukan urusan kakek.""Anak
Selamat membaca."Luke," Sania menundukan kepalanya. "Maaf.""Brisik!" Bentak Luke dengan suara beratnya.Luke terlihat kacau. Sania mengambil jarak dari Luke yang terlihat tidak senang sekarang.Ia merogoh sakunya. Sebelum.DOR!Luke menembak kesembarang arah, melupakan amarahnya pada perabotan yang terbuat dari kaca dan keramik. Setelah sampai di kediaman yang kini terasa begitu berbeda dari biasanya.Pranggg!Kaca melukai dahi dan lengan Luke. "Luke." Cemas Sania.Mata Luke kini tertuju pada Sania, Yap. Bukan mata penuh kebanggaan dan penuh kasih! Tapi tatapan begis, yang begitu mengerikan yang bisa menembus tulang Sania sekarang.Takut. Itu pasti, jadi Sania memilih menundukan kepalanya sembari mengelus lengan kirinya menggunakan tangan kanannya tak sanggup menatap ke arah Luke."Masuk ke kamar.""Luke, aku—""MASUK SANIA!" tegas Luke penuh perintah, yang akhirnya tak bisa Sania elak apalagi menolak Luke.Begitu sampai di kamar.BUKH!Luke membanting pintu, sehingga membuat Sania
Selamat membaca."Kakak?" ulang Luke setengah ingin marah pada pada Sania.Kemudian detik berikutnya, Luke menarik tangan Sania. Membuat tubuh Sania sontak mengikuti arah langkah Luke yang entah ingin membawanya kemana?"Luke—"Meringis, tapi percuma saja. Luke tidak menggubris Sania, sekarang terserah Luke saja.Di dalam mobil, dalam perjalanan menuju kediaman kakeknya. Sania hanya menundukan kepalanya sembari memainkan kukunya dengan cemas, ia tidak tahu lagi harus mengatakannya bagaimana lagi."Jelaskan!" titah Luke.Sania ragu, tapi saat mobil tiba-tiba saja melaju dengan sangat cepatnya. Sania semakin takut, dan memutuskan untuk menjelaskan. Kalau, "semua ini salahku, aku ingin kau berhasil. Jadi aku merima tawarannya untuk mengakatku sebagai anak dari ayahmu, awalnya kakekmu bilang untuk menjadi putrinya saja. Tapi aku menolak, karena mungkin kau tidak akan suka." ungkap Sania menyesal."DAN KAU PIKIR AKU MENYUKAI MU SEBAGAI ADIKKU?" "Aku tidak punya pilihan."Kalau tahu Luke a
Selamat membaca."Luke apa yang kau lakukan?" desis Sania, mencoba untuk menahan malunya saat Luke tiba-tiba saja menciumnya di depan kakek dan bawahan kakeknya itu.Tidak waras."Sebaiknya kalian berdua berhenti, dan keluar dari sini. Sebelum aku semakin marah dan tidak akan pernah memaafkan kalian berdua!" geram sang kakek, mencoba menahan tanduknya untuk tidak menyerang kami berdua.Luke menyudahi, sebelum mengandeng pinggang Sania dengan posesif. Menoleh ke arah kakeknya itu. "kalau begitu selamat malam, maaf menganggu waktu yang tidak berguna Anda."Tetapi saat mereka hendak pergi, sang kakek berkata. "Sania, jika kau menyakiti Luke dengan kebohongan itu bukanlah masalah. Tetapi itu akan menjadi masalah jika pria brengsek yang kau bela setengah mati atas dasar cinta itu yang menyakitimu, maka itu akan menjadi berbeda." Ancam kakek Luke.Seolah tidak suka jika ini semua hanyalah akal-akalan dari Luke saja."Kau mengerti Sania?""Sa-saya mengerti." balas Sania agak ragu-ragu.***D
Selamat membaca."Kalau Sania ingin seperti itu, maka ambilah. Dan pegang semua kekuasaan yang ku miliki." ucap Luke sembari memeluk Sania dengan eratnya, kenengelamkan kepala Sania pada dada bidangnya.Istimewa, sampai Sania berharap agar hujan tidak pernah berhenti. "Setidaknya, sebentar saja. Aku ingin, tinggal dalam kebohongan ini lebih lama lagi." pikir Sania membatin. Beberapa jam berlalu, Sania tertidur dipangkuan Luke dalam pelukan yang hangat.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan kaca membuat Sania mengeliat, dan Luke langsung meminta Nael untuk segera meninggalkannya bersama Sania.Tidak punya pilihan Nael menganggukan kepalanya mengerti.***Saat matahari hampir terbit, Sania terbangun dari tidurnya yang cukup nyenyak. Tapi mengapa, ia masih berada dalam pangkuan Luke?Heh? "Luke?" pria itu tertidur, dan Sania tidak ingin membangunkan Luke yang tertidur.Mau bergerak saja susah."Jalankan mobilnya!" titah Luke sembari menutup matanya, Hujan juga sudah berhenti.Sania mengerutkan k
Selamat membaca."Apa tidak meyakitkan berakting seperti ini terus Sania?" tanya Nael dari balik kaca Spion mobilnya.Ia melirik terus ke arah mata Sania yang duduk di kursi belakang bersama Salsabila, sedang Avanti duduk di depan."Menyetirlah dengan benar, lihat ke depan Nael. Atau kita bisa mati karena rasa penasaranmu itu." rutuk Sania. Ia sedikit tidak bersemangat sekarang, dan perasaannya terasa aneh.Apa karena ia akan berada di tempat yang baru jadi perasaannya aneh begini?Bu Avanti mengengam tangan Sania, yang sontak saja membuat Sania tersadar dari lamunannya."Apa yang kau pikirkan sampai tidak mendengarkan kami?" tanya Nael lagi.Hm. Sania tidak bisa mengelak karena ia tidak bisa mendengar dengan jelas. Matanya kini tertuju ke arah pinggir jalan yang penuhi oleh anak-anak berseragam putih abu-abu, merah dan putih, juga biru putih."Di satu wilayah ada berapa sekolah?""Mungkin sekitar tiga sampai lima, tidak begitu pasti. Karena saya bukan kepala pengurus wilayah disini."