Share

Haruskah?

Author: Rachel Bee
last update Last Updated: 2024-06-02 14:33:28

Enam tahun menikah, badai pernikahan itu datang juga. Anak menjadi salah satu masalah yang membuat hubungan Carla dan Abi menjadi renggang. Ini bukan salah mereka, ini hanyalah permainan takdir.

Sudah dua malam Abi tidur tanpa pelukan Carla. Istrinya itu memilih diam dan terkadang membalikkan tubuhnya. Ia tak mau menatap wajah Abbi sedetikpun.

"Sayang, kamu kenapa?" Abi mengusap punggung Carla perlahan. Tangan Carla menepisnya. "Ada yang salah dengan aku?"

Carla membalikkan tubuhnya. Tatapan sendu terlihat jelas di matanya. "Mas tahu apa yang tengah terjadi dalam rumah tangga kita?"

Abi terdiam tak menjawab.

"Mas harusnya sadar, kalau rumah tangga kita sedang tidak baik-baik saja!"

"Aku tahu. Ini semua karena kata-kata ibu beberapa hari lalu. Iya, kan?"

"Kalau kamu sudah tahu, kenapa tidak cari jalan keluar?" Carla menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Hawa di dalam kamar sangat panas dan ia ingin sekali menghirup udara segar dari balik balkon kamar.

"Kita sudah dewasa, harusnya tahu cara bersikap yang benar. Aku sebagai suami, sudah mencoba menegur ibu." Abi berteriak lantang pada Carla yang kini berdiri di luar sana. Angin dingin semilir menerpa wajah Carla dan sedikit masuk ke dalam kamar pasangan suami istri itu.

Keduanya terdiam beberapa saat. Air mata Carla jatuh membasahi pipinya yang lembut. Dalam keadaan terisak ia mengatakan sesuatu yang membuat rumah tangga mereka hancur di malam itu.

"Mas, mari kita bercerai."

Abi membelalakkan matanya.  "Apa? Apa katamu? Kamu ingin bercerai?" Carla mengangguk. "Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan kamu!"

"Mas tidak dengar kata-kata yang keluar dari mulut ibu?" teriak Carla. "Mas dengar tidak?"

"Carla, aku mohon jangan seperti ini. Aku sayang sama kamu, sama Adam juga. Kita satu keluarga."

"Tapi aku mandul, Mas!" Carla begitu frustasi dengan keadaan dirinya. Tubuhnya lemas setelah semua yang ia rasakan selama ini keluar lewat tangisannya.

Kamar yang sebelumnya syahdu dan damai kini berubah seperti neraka. Carla menangis sejadinya, meluapkan semuanya dalam kelamnya malam.

Kemarin lusa, saat Riandari datang menghubungi anak semata wayangnya suasana rumah yang tenang tiba-tiba berubah. Wajahnya yang dulu ramah seketika menjadi penuh kebencian. Terlebih saat melihat wajah Carla di depannya.

"Kamu itu sudah enam tahun menikah, Adam juga sudah mulai besar. Lalu, kapan dia akan punya adik?" sindir Riandari. Carla tentu saja terhenyak mendengar kalimat itu.

"Ditunggu saja bu, sabar. Insya Allah secepatnya," sahut Carla dengan suara lembut.

"Abi itu sudah terbukti sehat, lha wong buktinya dia punya anak. Berarti kamu tuh yang tidak sehat. Coba kamu periksa ke rumah sakit. Ibu tidak mau kalau sampai Abi hanya punya satu anak. Keluarga besar kami, harus punya anak lebih dari satu. Kamu mengerti, kan?" Ketus Riandari.

Abi merampas ponsel Carla dan mendengarkan kata-kata ibunya di telpon. Abi geram, ia ingin berkata kasar tapi tak mungkin. Ini ibunya.

"Bu, kalau ibu tidak bisa berkata baik mohon ibu lampiaskan pada Abi. Bukan dengan istri Abi. Ibu tahu, perkataan ibu sangat menyakiti hati Carla." kata-kata Abi terdengar penuh emosi namun terarah. Ia membela Carla. Biar bagaimanapun, Carla adalah istrinya. Ia pantas dibela.

"Kamu harusnya tahu, ibu sama ayah inginnya kamu punya anak banyak. Kalau memang Carla tidak bisa memberi kamu keturunan, ceraikan saja dia atau kamu cari istri lagi. Punya istri kok gabuk."

Cukup sudah. Perkataan sang ibu sudah membuat hati Abi panas. Carla masih menangis, sepertinya ia mendengar perkataan ibu barusan. Abi memeluknya dengan posisi berdiri, ia pun mengusap kepalanya.

"Bu, sudah malam. Abi mau tidur. Selamat malam."

Abi mematikan sambungan telpon. Tangisan Carla semakin menjadi. Abi duduk berjongkok di hadapan Carla, ia menengadahkan kepalanya dan menghapus air mata istrinya dengan tangan.

"Mas, ibu benar. Aku wanita gabuk, tidak bisa punya anak." tangis Carla bertambah. Abi semakin merasakan betapa tersiksanya Carla dengan ucapan ibunya.

"Maafkan ibu, ya. Aku sayang sama kamu. Jangan hiraukan ucapan ibu."

Carla mengangguk. Keduanya pun berpelukan. Abi ingin memberikan kenyamanan untuk istrinya.

Setelah pertengkaran semalam, Carla dan Abi terlibat perang dingin. Abi berangkat lebih dulu ke kantor sedangkan Carla menyusulnya siang nanti.

Namun saat Carla membuka pintu, wajah sinis ibu mertuanya menyapa paginya yang sendu.

"Ibu? Datang kesini tidak memberitahu Carla?" Carla segera mencium tangan ibu mertuanya serta mempersilakannya masuk. "Ibu apa kabar?" tanya Carla yang tak ditanggapi oleh Riandari. Carla mengembangkan senyum getir melihat perlakuan ibu mertuanya. Ia masih ingat pertengkaran semalam dengan Abi dan ia bertekad untuk memendamnya dalam hati.

Riandari membuka tas yang ia bawa dan menyerahkan satu lembar brosur yang entah isinya apa. "Baca. Kamu sepertinya sangat membutuhkan itu."

Carla membaca perlahan isi brosur tersebut. Matanya terbelalak, bibirnya termangu tak percaya. Dengan mata berkaca-kaca ia bertanya pada Riandari, "Tapi, Bu Mas Abi...."

"Carla, ibu malu sama orang sekitar. Sudah enam tahun kalian menikah, belum juga ada momongan. Ibu percaya kalau Abi sehat, tapi kamu?" Riandari menarik napas panjang. Lalu kembali menatap menantunya. "Carla, ibu ingin kamu cek kesehatan di klinik itu. Kata tetangga ibu, kliniknya dijamin bagus. Kamu harus coba."

Carla tersenyum kecut. Sudah dapat diduga sebelumnya, ibu mertuanya pasti ingin dirinya segera memiliki anak.

Dengan suara parau Carla membalasnya, "Saya omongin sama mas Abi dulu, Bu."

"Tidak perlu. Karena ibu sudah hubungi dia, kamu hanya tentukan tanggal datangnya saja."

"Iya, bu."

****

Sepulangnya sang ibu mertua, Carla segera pergi ke kantor. Tujuannya adalah bertanya pada Abi tentang brosur yang kini ada di tangannya. Ia hanya ingin tahu, apakah Abi menyetujui keinginan ibunya atau tidak.

Berdua saja di dalam ruangan sepi membuat sepasang suami istri itu dilanda kegelisahan. Imbas dari pertanyaan Carla membuat Abi marah. Dirinya masih lelah dengan peristiwa tadi malam tapi mengapa timbul permasalahan baru yang membuatnya kembali geram.

"Ibu datang ke rumah hanya untuk memberikan brosur ini?" Abi membanting kasar brosur dan merematnya lalu membuangnya ke tempat sampah. Matanya menatap Carla yang tertunduk di sofa ruangan kantornya. Ia tahu, Carla pasti menangis.

"Ibu benar, Mas. Aku harus ikut pengobatan. Lagipula, siapa tahu jika ternyata memang benar terbukti aku mandul. Mas pasti malu punya istri seperti aku. Mas pasti—"

"Stop! Cukup! Aku kepala keluarga, aku yang berhak menentukan. Kalau sudah saatnya, kita akan diberikan amanah seorang anak, Carla." Abi menaikkan suaranya beberapa oktaf. Carla terdiam. Sejenak ia menghapus airmatanya lalu berdiri.

"Mas, kalau ternyata aku mandul bagaimana?"

Abi yang tadinya terdiam malah menaikkan tensi emosinya. Ia berjalan bolak balik mengitari ruangannya sambil meremas rambutnya. Udara di sekitarnya mendadak menjadi panas.

"Kamu tuh ngomong apa sih?"

"Mas, kita buktikan dulu hasil tesnya. Kalau memang aku mandul, aku tidak akan bisa melanjutkan kembali pernikahan kita." Carla berteriak dengan lantang. Beberapa orang yang melintas depan ruangan Abi menengok, mereka sempat kaget dengan suara Carla.

Abi mengguncang bahu Carla. Ia menajamkan pandangannya. Ia menatap mata Carla yang sama tajam menatapnya. Dada Abi bergerak naik turun.

"Tidak ada perpisahan. Kita tetap suami istri, apapun hasilnya!" tegas Abi. Ia mencengkeram bahu Carla.

"Kalau begitu, Mas harus menikah lagi."

Apa? Menikah? Tidak. Tidak ada di kamus Abi, menikahi wanita diatas pernikahannya sendiri. Ini tidak adil untuk Carla dan juga wanita itu.

"Kita bicarakan lain kali."

"Mas, sekarang juga harus kita bicarakan. Kita harus ambil keputusan segera." Carla menarik lengan kemeja Abi yang berjalan menjauhinya. "Aku mohon, Mas."

"Kita pikirkan ini dengan keputusan yang matang. Jangan ambil tindakan gegabah."

"Aku selalu dipojokkan, Mas. Ibu selalu memojokkan aku."

****

Sepulang kerja, Abi menyempatkan diri untuk berbincang bersama sahabatnya di pendopo dekat rumah. Seperti biasa, sehabis makan malam mereka sering berkumpul. Terkadang membicarakan masalah rumah tangga, game atau apapun hal yang sedikit absurd.

Bimo dan Kuncoro seperti biasa main game, Hadi dan Abi malah lebih senang mencari teman chatting di aplikasi media sosial.

Abbi tadinya bersemangat, namun anehnya tiba-tiba ia teringat istrinya dan permasalahan rumah tangganya.

"Kenapa Bi? Kok bengong?" tanya Kuncoro. Ia ternyata ikut memperhatikan perubahan wajah Abi tadi. Abi hanya menggeleng ringan. Ia terdiam.

"Bi, jangan terlalu banyak dipikir ya. Kehidupan pernikahan memang begitu," ujar Bimo.

"Kalian tahu, dokter ginekologi yang terkenal? Aku mau periksa kesuburan."

Pernyataan Abi membuat syok beberapa orang yang duduk di pendopo. Mereka saling berpandangan. Mungkin, hal inilah yang membuat Abi dari tadi terdiam.

"Aku punya, nanti aku kirim alamatnya," ujar Hadi. Dulu, Hadi punya masalah yang sama dengan dirinya. Mungkin inilah solusinya.

"Thanks, No."

****

"Besok sabtu kita ke ahli ginekologi. Kita lihat, apakah bisa kita mendapatkan momongan secepatnya. Supaya kita bisa membungkam mulut orangtua kita." Abi dengan terburu-buru masuk kedalam rumah dan memberitahukan perihal pemeriksaan ini. Carla tersentak kaget. Hampir saja buah yang ia makan terlempar dari tangannya.

"Serius, mas? Kalau hasilnya buruk?" Carla ketakutan. Ia takut kalau hasilnya tak sesuai dengan keinginan mereka. Carla takut jika ternyata Abi lebih memilih mendengarkan perkataan ibunya.

"Aku akan terima semuanya. Kamu jangan takut."

Carla tak habis pikir, kenapa Abi tetap bersikeras mempertahankan egonya. Kalaupun benar ia mandul, apa kata orangtua mereka? Pasti akan terjadi huru-hara. Iya, mereka pasti bertengkar hebat..

"Tapi, mas....."

"Keputusanku tetap bulat. Mau tidak mau, kita harus tetap test. Apapun hasilnya."

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
6 th menikah dan si carla g pernah tes kesehatan reproduksinya. itu menunjukkan ketololannya. klu ada masalah kan bisa secepatnya ditanggulangi.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri kedua pilihan mertua    Kelainan ditemukan

    Carla seorang wanita sibuk, ia berkarir sebagai seorang pengusaha dan mandiri dalam finansial. Kebutuhan hidupnya terpenuhi. Bahkan ia sempat dijuluki wanita cerdas karena kehidupannya yang serba mewah dan sempurna. Itu dulu, jauh sebelum isu tak sedap itu menyerangnya. Beberapa kalangan pebisnis muda yang bernaung di dalam satu wadah organisasi pengusaha, banyak yang menunjukkan ketidaksukaannya pada sosok Carla. Tak ada yang bisa mencegah seseorang untuk tak membicarakan kejeniusan berbisnisnya. Tak terkecuali para investor dan para pengusaha lawan bisnisnya. Sosok dinginnyalah yang membuat banyak orang ingin tahu seberapa hebat sosok Carla, si pengusaha muda. "Selamat siang, Bu Carla." seorang pria berumur tiga puluhan masuk kedalam ruangan Carla. Ia seorang pebisnis muda juga. Salah satu calon mitra terkuat bisnis Carla. "Selamat siang, Pak Ardian. Silakan duduk." Setelah mempersilahkan duduk, sekretaris Carla masuk dan menyuguhkan dua cangkir teh untuk Carla dan tamunya. "S

    Last Updated : 2024-06-02
  • Istri kedua pilihan mertua    Berpisah?

    "Katakan pada ibu, apa hasil tesnya? Kabar baik atau buruk?" Malam ini tanpa di sangka, ibu datang ke rumah Abbi dengan wajah yang ditekuk tajam. Ia ternyata mengetahui jika Abi dan Carla tadi siang datang menemui dokter Din. Entah darimana ia tahu, buktinya saat ini ia sudah datang sambil meneror sepasang suami istri itu. Napas Carla seakan tercekat, ia menahan tangisnya. Bukan karena keadaannya, tapi apa yang bisa ia lakukan setelah ibu tahu hal ini?. "Ibu, sekarang makan malam dulu ya. Ibu kan baru saja sampai." Carla berdiri dan membujuk ibu mertuanya untuk makan malam bersama. Untung sang ibu menurut. Mungkin pikirnya, jangan tergesa-gesa jika menginginkan sebuah jawaban. Makan malam di meja makan terasa seperti di sebuah kuburan, sunyi senyap. Bahkan Abi yang biasanya cerewet mengomentari makanan, kini berubah menjadi pendiam. Carla pun sama. Rasa ayam goreng yang biasanya enak, terasa hambar di lidah dan seakan tak bisa ia telan karena tersangkut di tenggorokan. "Kenapa ma

    Last Updated : 2024-06-02
  • Istri kedua pilihan mertua    Persetujuan sepihak

    "Sudah aku bilang, mas harus punya pekerjaan tambahan jika sudah menikah dengan aku. Kamu tahu sendiri kan bagaimana tanggapan orangtuaku?" Piring dan sendok berterbangan karena gebrakan keras di atas meja yang mewarnai satu keluarga baru di sebuah rumah kecil di Jakarta. Rumah minimalis dengan dua kamar tidur menjadi saksi atas pertengkaran yang terus menerus terjadi antara mereka. Ini sudah ketiga kalinya mereka saling menjatuhkan satu sama lain. Saling mengejek dan menyindir tapi anehnya saling mencintai. "Aku juga kerja keras, Win. Kamu enggak lihat aku tiap hari ke luar rumah cari tambahan sana sini?" "Aku enggak mau hidup susah, mas. Pokoknya kamu harus bisa yakinkan orangtuaku kalau kita bisa hidup bahagia." Satu gebrakan lagi berhasil membuat isi meja berhamburan ke atas lantai dapur. Abi sudah menahannya, sangat menahannya. Bagaimana cara Winda memperlakukan dirinya bak pengemis setiap kali pulang. Bagaimana ketusnya Winda saat ia memberikan uang belanja setiap minggunya

    Last Updated : 2024-06-02
  • Istri kedua pilihan mertua    Terpaksa memilih

    Air mata Carla menetes tak henti hingga membasahi jari-jarinya yang ia gunakan untuk mengusap pipi lembutnya. Ia meratapi bagaimana kisah kehidupan rumah tangganya jika memilih membiarkan suami yang ia cintai menduakan cintanya. Bukan untuk sementara tapi ini selamanya. Carla bahkan tak sanggup membayangkannya. Tinggal dalam satu atap dengan dua cinta terlebih suatu saat nanti ia yang akan tersingkirkan. Carla menoleh sedetik. Dilihatnya sang suami sedang fokus mengendarai sedan kesayangannya melintasi jalanan kota Jakarta yang mulai padat siang ini. Carla tadi memaksa ingin pulang sendiri tapi Abi menolaknya. Suaminya itu terlihat kesal karena Carla memutuskan sesuatu tanpa dirundingkan terlebih dahulu padanya. Ia kesal karena Carla tak mengizinkan dirinya mengambil keputusan untuk rumah tangga mereka. "Aku tetap pada keputusanku," tegas Abi. Kepalanya menoleh sejenak. Carla dan Abi saling bertatapan. "Aku tidak akan menikah lagi." "Mas!!" te

    Last Updated : 2024-06-15
  • Istri kedua pilihan mertua    Menemui calon istri

    Riandari sudah berdiri dengan anggun di depan teras rumah Abi. Pagi buta, dirinya telah berdandan cantik lalu mengetuk pintu rumah anak lelaki kesayangannya. Gaun yang dikenakannya cukup mewah. Khas wanita Jawa tapi dengan aksen modern yang lebih berwibawa. Sementara itu, kakak Abi juga telah tiba dari kediamannya. Membawa beberapa bingkisan ukuran besar yang mereka taruh di bagasi mobil. Rencananya, hari ini mereka akan pergi ke rumah Risya untuk memperkenalkan Abi sebagai calon suaminya. Risya seorang gadis manis yang baru saja lulus kuliah. Belum mempunyai pekerjaan tetap dan katanya dia sering membantu orangtuanya bekerja di toko pakaian. Wajahnya yang keibuan membuat Riandari jatuh hati saat pertama kali dikenalkan. Wanita paruh baya itu merasa cocok dengan penampilan Risya yang akan menjadi calon menantunya itu. Di kepalanya, sudah terbayang betapa menyenangkannya mempunyai menantu seperti Risya. "Abi!" teriak Riandari. Suaranya mampu menembus pintu ruang tamu hingga ke dapur

    Last Updated : 2024-06-16
  • Istri kedua pilihan mertua    Mengunjungi calon istri

    Abi tak bersemangat saat tiba di rumah calon istrinya. Di dalam pikirannya hanya ada nama Carla yang tadi wajahnya terlihat sendu. Abi merasa bersalah karena tak berpamitan pada istrinya itu, egonya merasa tersentil karena ketidaksukaannya pada sikap Carla yang tak memberitahunya akan kegiatan hari ini. Padahal sebelumnya, Carla tak pernah menyembunyikan apapun darinya. Saat acara resmi berakhir, abis meminta izin pada keluarganya untuk pergi sejenak ke belakang. Sejak setengah jam lalu, ponselnya terus berdering tanpa henti. Abi mengerutkan dahinya, merasa asing dengan nomor yang baru saja menghubunginya. "Halo." Abi menjawab panggilan tersebut. Raut wajahnya berubah, bibirnya terbuka dan matanya terbelalak lebar. Risya yang sedang duduk di kursi taman seberang pintu belakang ikut mengerutkan dahinya juga. "Sekarang dia dimana?" tanya Abi. Tangan kanannya dengan cepat melepas dasi yang mengikat lehernya. "Saya kesana sekarang. Tolong terus pantau." Abi menutup ponselnya. Ia berg

    Last Updated : 2024-06-17
  • Istri kedua pilihan mertua    Kekhawatiran Riandari

    Carla mendesah pasrah mendengar suara sumbang ibu mertuanya yang terdengar nyaring di ujung telpon. Abi tak hentinya diomeli tanpa jeda. Bermacam kata-kata kasar dari mulut wanita paruh baya itu. Mungkin dia kesal karena Abi memilih memilih menemani Carla dibandingkan dengan wanita pilihannya. Anehnya, mengapa Abi terlihat tenang ketika menghadapi ibunya. Padahal, telinga Carla sudah panas mendengarnya sejak tadi. "Pokoknya, kamu harus pulang! Ibu malu sama keluarganya Risya tadi," omel Riandari yang dibalas desisan oleh Abi. "Carla dirawat inap, Bu. Enggak ada yang jaga dia." Abi menoleh ke arah Carla yang sedang memelototinya. Bibir Carla terlihat komat-kamit merutuki suaminya yang kini malah terkekeh melihat reaksi sang istri. "Durhaka banget kamu sama ibu. Suruh saja asisten dia tuh yang sering kesini buat jagain dia," omelnya lagi. "Enggak bisa, Bu. Abi enggak tega ninggalin dia sendirian. Carla kan istri aku." Abi cekikikan lagi tanpa suara. Dari kejauhan, Carla sudah melaya

    Last Updated : 2024-06-18
  • Istri kedua pilihan mertua    Menjenguk mama

    "Papa ..." Adam berlari kencang dari dalam kamar menabrak lengan Abi yang sedang duduk di kursi makan. Adam mengecup pipi ayahnya lalu duduk di kursi sebelahnya. "Mama kemana, Pa?" Abi menoleh lalu menghentikan acara makannya. "Di rumah sakit." Adam hanya mengangguk. "Adam boleh ikut papa ke rumah sakit? Adam mau jenguk mama." tanya Adam dengan suara tenang. Adam memang anak yang berjiwa tenang dan tak mudah terbawa suasana. Sejak kecil ia sudah terbiasa menjalani kehidupan seperti orang dewasa. Sering ditinggal oleh kedua orangtuanya membuatnya tumbuh menjadi anak yang mandiri. "Nanti papa jemput ke sekolah." Abi tersenyum lalu mengusap rambut anaknya dengan lembut. Adam menggelengkan kepalanya. "Tidak usah. Biar Adam sama pak Ujang yang ke rumah sakit," ujar Adam yang membuat Adi tertegun lalu ikut mengangguk. Adam lebih dewasa dari dirinya. "Good. Papa akan kasih tahu pak Ujang alamat rumah sakitnya." "Ok!" hanya itu jawaban yang didengar oleh Abi. Adam memang tak banyak bica

    Last Updated : 2024-06-20

Latest chapter

  • Istri kedua pilihan mertua    Epilog : Ketika Semua Bersama

    Epilog: Tak ada yang tahu bagaimana takdir berjalan. Tak ada yang tahu juga bagaimana sebuah cinta akan berakhir dengan seseorang yang dicintai atau tidak. Carla telah jatuh dan bangkit karena cinta, kini hidupnya akan kembali disatukan dengan sebuah cinta. Satu bulan setelah perceraian Abi dan Risya, kabar duka datang dari Carla yang kehilangan suami tercintanya. Setelah berjuang melawan penyakit paru-paru yang telah menggerogotinya selama lima tahun, Vian pun menyerah. Ia meninggalkan seorang anak dan istri yang masih mencintainya. Carla kira, dirinya yang akan pergi lebih dulu. Mengingat penyakitnya yang tak mungkin bisa diselamatkan lagi. Ternyata tuhan masih memberikan umur panjang padanya. Setelah tiga bulan resmi menyendiri, sebuah lamaran datang kembali padanya. Kali ini, ia kembali pada cinta sejatinya yang tak mungkin bisa dilupakan. "Mama cantik sekali," puji Adam yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar rias calon ibunya. Carla memeluk anak pertamanya itu dengan erat. "Ter

  • Istri kedua pilihan mertua    Semua Selesai

    Sidang putusan pengadilan akhirnya memutuskan perceraian antara Risya dan Abi. Mereka resmi berpisah dengan dikabulkannya tuntutan yang dilayangkan oleh Abi pada Risya. Perselingkuhan itu terbukti dilakukan dengan sadar dan atas kemauan mereka berdua. Risya sempat pingsan saat pembacaan putusan, walau tak lama kemudian ia sadar lalu menangis meraung-raung memikirkan nasibnya setelah ini. Abi tersenyum pedih melihat surat keputusan cerai yang telah diterimanya. Ini adalah surat ketiga yang dimilikinya. Ia tak lagi sanggup menangis, karena ini terlalu pedih. "Pa, makam mama apakah ada yang menjaganya?" Abi menoleh pada anaknya yang tengah mengemudi di sampingnya. Tak lama kemudian, ia mengangguk. "Adam kangen sama mama Winda." "Papa juga. Andai waktu itu papa tidak terburu-buru menceraikan dia dan pergi begitu saja dari sisinya. Pasti kita akan jadi keluarga yang bahagia saat ini. Maafkan papa, Adam. Papa salah dan berdosa padamu dan juga mama Winda." Abi mengusap air mata yang menga

  • Istri kedua pilihan mertua    Pengakuan Langsung

    "Itu adalah anakku, aku adalah ayahnya." Suara itu menggema memecah keramaian drama yang baru saja ditunjukkan oleh Risya di depan hakim persidangan. Semua orang menatap heran pria yang baru saja masuk ke dalam ruang sidang. Risya yang tadi menangis tersedu-sedu kini hanya bisa diam. Isi kepalanya ikut menghilang seperti air mendidih yang menguap. "Dia adalah anak saya pak hakim," tunjuk Sandy, pria yang tadi memasuki ruang sidang. "Itu bohong, pak. Saya hanya melakukan itu dengan suami saya!" bantah Risya. Sandy menyeringai. "Apa perlu aku putar video mesra kita saat menghabiskan malam romantis dan panas berdua?" Huuu Terdengar suara gaduh dari saksi yang mendengar ancaman dari Sandy. Semua orang kini memandang jijik dua orang yang tengah berdebat di depan hakim persidangan. "K-kamu yang jebak aku!" "Kau—" Belum selesai Sandy bicara, hakim mengetuk palunya. "Sidang ditunda minggu dep

  • Istri kedua pilihan mertua    Sidang Perceraian Pertama

    Mantan ibu mertuanya duduk dengan nyaman di sofa rumah Abi setelah menunggu lebih dari dua jam kepulangannya. Abi memang sengaja pulang sedikit terlambat tadi. Ia menyempatkan mengajak kedua anaknya berjalan-jalan di pasar malam melihat pertunjukan lalu makan malam sejenak dan akhirnya pulang. Abi tak mengira, mantan ibu mertuanya akan datang dan menunggunya hingga selarut ini. Lebih mengherankan lagi, mata wanita paruh baya itu terlihat sembab dan lelah. Apa yang sebenarnya akan dia katakan hingga mengorbankan waktu istirahatnya? "Ibu ke sini diantar siapa?" tanya Abi sekedar berbasa-basi. Ibu Risya tersenyum getir. Ia menarik napas panjangnya lalu menunduk sejenak. "Tadi, ibu datang bersama menantu ibu yang kebetulan akan berangkat kerja." ibu Risya menggeser posisi duduknya, sedikit mendekat pada Abi yang terdiam di tempatnya. "Kedatangan ibu ke sini, hanya ingin mengatakan sesuatu. Semoga ini akan menjadi pertimbangan dirimu untuk membatalkan rencana perceraian besok." Abi me

  • Istri kedua pilihan mertua    Hamil Bukan Anak Suami

    Hoeekk hoekkk Risya terbangun dengan kepala pening dan perut yang mual sejak matanya terbuka. Hampir setengah jam ia berjalan mondar-mandir memasuki kamar mandi hanya untuk menuntaskan rasa mualnya. Tak ada sisa makanan yang ke luar, hanya cairan bening yang meluncur dari mulutnya. "Kamu hamil?" suara sang ibu terdengar dari balik pintu kamar mandi. Tangan wanita paruh baya itu menyilang di dadanya. "Anak siapa?" Dengan kaki gemetar, Risya membalikkan tubuhnya menghadap ibunya. Ibu Risya, terkenal keras sejak dulu. Ia memang menyayangi Risya dan sering memanjakannya. Namun jika anaknya itu melakukan kesalahan, ia tak segan untuk berbuat kejam. "Kamu tuli?" bentak ibu Risya. Suara menggelegar itu membuat Risya ketakutan. "Jawab!" "I-iya. I-ini anak mas Abi," jawab Risya gemetar. Tangannya berpegangan pada sisi wastafel agar tak jatuh. Kemarin, sesudah semua orang rumah pergi, Risya diam-diam pergi membeli alat tes kehamilan di apotek. Ia mulai merasakan hal yang tak beres dengan

  • Istri kedua pilihan mertua    Makan Siang Bersama

    Dua minggu sudah Risya dikembalikan ke rumah orang tuanya, dua minggu pula Abi merasakan kedamaian di rumahnya. Berkali-kali mantan ibu mertuanya mencoba menghubungi Abi untuk membatalkan perceraian, berkali-kali pula Abi menolaknya. Abi tak ingin luluh lagi dalam jeratan rayuan Risya seperti yang terjadi beberapa tahun lalu. Pria yang sebentar lagi menyandang status duda untuk keempat kalinya itu termenung di pinggir ranjang. Di tangannya, ada selembar surat undangan dari pengadilan untuk sidang cerainya pertama kali. Besok, akan jadi penentuan baginya untuk hidupnya yang baru. Pintu kamar pun terbuka, Adam dan Fariska yang hari ini tengah libur masuk ke dalam kamar milik ayahnya. Abi tersenyum melihat keduanya. "Pa, hari ini kita ke kantor papa ya? Aku lagi enggak ada kelas, Ika lagi rapat guru-gurunya. Boleh kan?" tanya Adam yang dibalas anggukan oleh Abi. "Kalau gitu, Adam sama Ika tunggu di bawah." "Iya. Papa nanti nyusul. Kalian sarapan saja dulu." Kedua anak Abi itu segera

  • Istri kedua pilihan mertua    Kembalikan Ke Rumah Orang Tua

    Abi benar-benar telah matang dalam mengambil keputusan untuk bercerai dengan Risya, istrinya. Di dalam kepalanya, tak ada lagi kesempatan kedua untuk mempertahankan rumah tangga. Abi sudah muak dengan segala macam drama yang telah Risya buat. Walaupun dengan penolakan tak rela dari Risya, tetap saja Abi bersikeras untuk menceraikannya. Baginya, perselingkuhan adalah kehinaan dalam sebuah hubungan. "Turun!" perintah Abi yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Risya. "Jangan sampai aku bertindak kasar padamu!" tegas Abi. Pria itu membuka pintu samping lalu menarik Risya ke luar. Risya terus memberontak bahkan tak segan memukul lengan Abi dengan keras. Abi tak peduli, ia tetap menarik Risya setelah berhasil menurunkan dua koper besar milik wanita itu. "Mas, aku enggak mau pulang ke sini!" rengek Risya. Tak peduli dengan rengekan Risya, Abi tetap menyeret koper milik Risya. Mendengar kegaduhan yang ada di depan rumah, ibu mertua Abi segera berlari menemui asal suara. Karena sayup-say

  • Istri kedua pilihan mertua    Nekat Ingin Kembali

    Risya tak terima dengan keputusan yang diambil oleh Abi. Ia terus meraung-raung tak jelas di depan kamar suaminya. Suaranya baru berhenti menjelang pagi. Rupanya, ia tertidur di depan pintu kamar dengan tubuh tengkurap mencium lantai. Abi sama sekali tak terenyuh dengan pemandangan di depannya. Tanpa menoleh sama sekali, ia pergi sambil melangkahi seonggok tubuh yang tengah tertidur itu. Mendengar suara tawa yang cukup keras dari lantai bawah, Risya terbangun dari tidurnya. Matanya mengerjap-ngerjap lalu perlahan terbuka. Tubuhnya sakit, ia melenguh. Rasanya seperti tertimpa ribuan ton besi. "Pa, hari ini aku mau ajak Ika ke rumah Jihan. Boleh kan?" ujar Adam meminta izin pada ayahnya. Abi mengangguk. Kedua anaknya cukup sering menghabiskan waktu di rumah sahabatnya, tak ada alasan untuk menolaknya. "Soalnya, Fariska mau main sama dedek Ragil. Iya kan?" "Ih, kakak. Kenapa dikasih tahu ke papa?" bibir Fariska mengerucut lucu, pipinya menggembung tanda ia marah pada kakaknya. Adam

  • Istri kedua pilihan mertua    Mari Bercerai

    Adam meremat tangannya, hatinya gusar dan bingung tak tahu apa yang harus dilakukannya. Sejak kejadian di dalam mobil itu. Tidur malam Adam pun tak pernah tenang. Wajah biadab itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya tiap detik. Adam terus menimbang-nimbang apakah dirinya akan mengungkapkan semuanya pada sang ayah atau tidak. Setiap kali melihat wajah lelah ayahnya, Adam jadi tak tega mengungkapkan. Namun jika mengingat perlakuan buruk ibu tirinya, hatinya memanas. Ia tak rela jika ayahnya dikhianati dengan cara kejam di belakangnya. "Pa," panggil Adam dengan suara pelan. Abi menoleh dengan senyuman manisnya. Menepuk pinggiran sofa lalu melambaikan tangan mengajak Adam untuk duduk di sebelahnya. "Pa, Adam—" Abi melihat raut wajah keseriusan di mata Adam. Sudut hatinya yang peka mengatakan jika anaknya itu membutuhkan bantuan. "Ada apa, nak? Ada yang ingin kamu sampaikan?" Suara lembut ani menggoyahkan keinginan Adam untuk mengungkapkan sebuah rahasia. Pria muda itu menarik napas p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status