Share

Persetujuan sepihak

Author: Rachel Bee
last update Last Updated: 2024-06-02 14:35:42

"Sudah aku bilang, mas harus punya pekerjaan tambahan jika sudah menikah dengan aku. Kamu tahu sendiri kan bagaimana tanggapan orangtuaku?"

Piring dan sendok berterbangan karena gebrakan keras di atas meja yang mewarnai satu keluarga baru di sebuah rumah kecil di Jakarta.

Rumah minimalis dengan dua kamar tidur menjadi saksi atas pertengkaran yang terus menerus terjadi antara mereka. Ini sudah ketiga kalinya mereka saling menjatuhkan satu sama lain. Saling mengejek dan menyindir tapi anehnya saling mencintai.

"Aku juga kerja keras, Win. Kamu enggak lihat aku tiap hari ke luar rumah cari tambahan sana sini?"

"Aku enggak mau hidup susah, mas. Pokoknya kamu harus bisa yakinkan orangtuaku kalau kita bisa hidup bahagia."

Satu gebrakan lagi berhasil membuat isi meja berhamburan ke atas lantai dapur. Abi sudah menahannya, sangat menahannya. Bagaimana cara Winda memperlakukan dirinya bak pengemis setiap kali pulang. Bagaimana ketusnya Winda saat ia memberikan uang belanja setiap minggunya. Apa yang salah dengan dirinya?

"Aku sudah berusaha, Winda."

"Kamu enggak bisa lihat usaha teman kamu? Lihat Hadi, Kuncoro dan Bimo. Mereka punya pekerjaan yang bisa dibanggakan." Winda terlihat murka, menunjuk-nunjuk wajah Abi dengan telunjuknya hingga hampir menggores pipinya.

"Kamu membandingkan aku dengan orang lain? Kamu memang tahu bagaimana mereka berjuang untuk mendapatkan pekerjaan?" balas Abi.

"Kamu memang pernah tanya sama mereka bagaimana cara mereka berjuang?"

Keduanya saling adu pendapat. Winda yang tak mau kalah dengan Abi meninggikan kepalanya hingga mendongak menampilkan wajah marah nan kasar seperti hendak menerkam. Sedangkan Abmbi, menantang balik istrinya dengan decihan dari bibirnya.

"Mau kamu apa?" tantang Abi.

"Cerai!! Aku mau kita cerai!!" tegas Winda.

Beberapa tahun yang lalu, rumah kecil itu jadi saksi hancurnya kisah rumah tangga Abi dan Winda. Kisah yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang yang tulus harus kandas dengan ego yang menempel di salah satu sisi hati mereka.

Abmbi yang saat itu baru saja merintis usahanya mendapat tekanan luar biasa dari istri dan juga keluarganya. Usahanya kacau, hutang menumpuk dan beberapa aset dijual. Ditambah dengan beban biaya yang harus ia tanggung setiap harinya dan itu sukses membuat keduanya hancur dan memilih perpisahan sebagai jalan keluarnya.

"Kamu melamun lagi, Mas?" tanya Carla yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Abi mengangguk.

"Memikirkan siapa? Almarhumah?" tanyanya lagi.

"Apa yang salah denganku? Kenapa ibu—"

Carla menautkan jari telunjuknya tepat di bibir Abi. Tak ingin suaminya melanjutkan pembicaraan yang di luar batas.

"Kita ikuti saja kemauan ibu. Toh tak ada ruginya," ujar Carla.

Hari ini ia ingin sekali menyesap wangi teh chamomile yang ringan. Beranjak menuju ruang makan, Carla menyeduh dua cangkir untuk dirinya dan juga Abbi suaminya.

Masih dengan pikiran yang sama, pagi ini Carla lebih banyak merenungi apa yang ibu mertuanya katakan. Perihal anak dan juga masa lalu serta primbon Jawa yang masih dijaga ketat leluhur Abbi.

"Kamu setuju kan, dengan keinginan ibu?" tiba-tiba suara yang tak ingin Carla dengar menggema di ruangan makan yang cukup besar ini.

Carla tak menjawab. Ia masih sibuk mengaduk tehnya.

"Kamu punya telinga kan?" sindiran halus telak menusuk relung hatinya.

"Punya, bu."

"Jawab, dong." sang ibu terlihat tak sabar menunggu jawaban Carla.

Carla mengangguk pelan. Kepalanya sengaja ia naikkan sedikit agar tak perlu memandang wajah ibu mertuanya yang menatap tajam padanya. Bagaikan elang, mata itu membuat Carla takut dan ingin sekali mundur.

"Nah, begitu. Nanti biar ibu saja yang bilang ke Abi."

Dada Carla terasa sesak. Sangat sesak. Bagaikan dihimpit banyaknya batu karang atau tembok besar. Ingin rasanya menangis tapi sulit sekali rasanya air mata itu turun. Mata Carla memejam sesaat lalu terbuka dan tersenyum kembali.

"Semoga ini hanya sementara," gumamnya.

Hari ini jadwal Carla mengantar Adam ke sekolah. Tepat pukul enam pagi ia sudah bersiap dengan sedannya menuju ke sekolah anak tirinya itu. Carla berteriak pelan dari luar rumah memanggil Adam yang sedang sibuk mengikat tali sepatu.

"Ayo sayang, cepat. Nanti terlambat," teriak Carla. Adam berlari dari dalam rumah sambil tersenyum manis.

"Adam sudah tampan ya, ma."

"Sudah sayang. Yuk, kita jalan."

Carla berjalan memutar membuka pintu mobil sebelah kiri. Lalu masuk dan memakai sabuk pengaman. Dari dalam kendaraan bisa terlihat Abi yang baru saja ke luar dan masih saja berdebat dengan ibu kandungnya.

Carla tak mau ambil pusing. Ia lebih baik mengantar Adam agar tidak kesiangan.

"Papa berantem sama eyang," celetuk Adam. Carla menoleh sekilas.

"Oh, ya? Kenapa bisa berantem?" tanya Carla berpura tak tahu.

"Kata eyang, papa harus nikah lagi." tiba-tiba saja raut wajah Carla menegang mendengar kata menikah. Sejauh itukah ibu mertuanya memperlakukan dirinya?

"Memangnya nikah itu apa sih?" tanya Adam polos. Anak seusia Adam memang belum paham. Ia belum siap menerima kata-kata yang menurutnya tidak awam untuk diucapkan.

"Menurut Adam apa?" Carla bertanya balik.

"Main. Papa disuruh main kan, sama eyang?"

"Ehm, nanti kalau Adam sudah besar Adam akan mengerti. Sekarang, Adam belajar yang rajin."

Carla memarkir sedan mewahnya sejenak di pelataran sekolah Adam. Ia turun dan menggandeng tangan mungil bocah kecil itu lalu mengantarnya hingga ke dalam kelas.

Adam duduk paling depan. Beruntung anak itu mau. Biasanya ia hanya ingin tempat duduk yang berjauhan dengan gurunya.

"Mama mau pulang?" tanya Adam. Carla mengangguk. "Hati-hati di jalan. Nanti yang jemput Adam siapa?"

"Mungkin mama atau pak Asep. Kamu jangan pulang sendiri kalau belum dijemput ya," pesan Carla. Adam mengangguk.

Kepala Carla sedikit menunduk saat Adam akan mencium keningnya. Anak kecil itu sangat romantis. Entah dari siapa ia belajar. Sikapnya yang manis membuat Carla berpikir ulang, apakah benar Adam anak kandung Abi?

"Mama pergi dulu. Bye, Adam." Carla melambaikan tangannya pada bocah kecil itu. Adam membalasnya sebentar lalu pergi menuju teman-temannya di dalam kelas.

Carla sempat tersenyum sekilas sampai akhirnya menghilang dari pintu kelas Adam.

'Hanya Adam semangat hidupku.'

Di kantor, Abi yang belum melihat Carla sedetikpun menjadi kurang bersemangat mengawali hari. Ada saja yang membuat ia kesal. Perdebatan tadi pagi menyisakan banyak kesakitan dalam hatinya. Cintanya kembali diuji untuk kedua kalinya.

Abi tak sabar ingin bertemu dengan Carla. Sebelum jam makan siang, ia nekat pergi ke kantor istrinya dan mengajaknya makan siang bersama. Namun, apa yang ia lihat saat ini sungguh di luar perkiraannya. Istrinya tengah berduaan dengan seseorang di dalam ruangan bersekat.

"Selamat siang," sapa Abi yang masuk ke dalam ruangan Carla setelah mengetuk pintunya. Carla tersenyum menyambutnya.

"Selamat siang," sahut Carla.

"Hari ini kita makan siang bersama kan?" tanya Abi sambil melirik pria di samping Carla. Pria itu tak bergeming. Ia hanya menyunggingkan senyum manisnya pada Carla.

"Ah, iya. Hari ini makan siang bersama. Pak Ardian, apakah ingin—"

"No, aku hanya ajak kamu. Ada yang ingin aku bicarakan," putusnya.

Merasa ada hal yang sangat penting, Ardian pun pamit undur diri. Ia berdiri dan memberi salam hormat pada keduanya lalu keluar ruangan dengan perasaan bercampur aduk. Niatnya mendekati Carla, hilang sudah.

"Kita bicara di rumah saja."

"Sekarang juga. Karena ibu minta kepastiannya sekarang."

"Aku setuju."

Related chapters

  • Istri kedua pilihan mertua    Terpaksa memilih

    Air mata Carla menetes tak henti hingga membasahi jari-jarinya yang ia gunakan untuk mengusap pipi lembutnya. Ia meratapi bagaimana kisah kehidupan rumah tangganya jika memilih membiarkan suami yang ia cintai menduakan cintanya. Bukan untuk sementara tapi ini selamanya. Carla bahkan tak sanggup membayangkannya. Tinggal dalam satu atap dengan dua cinta terlebih suatu saat nanti ia yang akan tersingkirkan. Carla menoleh sedetik. Dilihatnya sang suami sedang fokus mengendarai sedan kesayangannya melintasi jalanan kota Jakarta yang mulai padat siang ini. Carla tadi memaksa ingin pulang sendiri tapi Abi menolaknya. Suaminya itu terlihat kesal karena Carla memutuskan sesuatu tanpa dirundingkan terlebih dahulu padanya. Ia kesal karena Carla tak mengizinkan dirinya mengambil keputusan untuk rumah tangga mereka. "Aku tetap pada keputusanku," tegas Abi. Kepalanya menoleh sejenak. Carla dan Abi saling bertatapan. "Aku tidak akan menikah lagi." "Mas!!" te

    Last Updated : 2024-06-15
  • Istri kedua pilihan mertua    Menemui calon istri

    Riandari sudah berdiri dengan anggun di depan teras rumah Abi. Pagi buta, dirinya telah berdandan cantik lalu mengetuk pintu rumah anak lelaki kesayangannya. Gaun yang dikenakannya cukup mewah. Khas wanita Jawa tapi dengan aksen modern yang lebih berwibawa. Sementara itu, kakak Abi juga telah tiba dari kediamannya. Membawa beberapa bingkisan ukuran besar yang mereka taruh di bagasi mobil. Rencananya, hari ini mereka akan pergi ke rumah Risya untuk memperkenalkan Abi sebagai calon suaminya. Risya seorang gadis manis yang baru saja lulus kuliah. Belum mempunyai pekerjaan tetap dan katanya dia sering membantu orangtuanya bekerja di toko pakaian. Wajahnya yang keibuan membuat Riandari jatuh hati saat pertama kali dikenalkan. Wanita paruh baya itu merasa cocok dengan penampilan Risya yang akan menjadi calon menantunya itu. Di kepalanya, sudah terbayang betapa menyenangkannya mempunyai menantu seperti Risya. "Abi!" teriak Riandari. Suaranya mampu menembus pintu ruang tamu hingga ke dapur

    Last Updated : 2024-06-16
  • Istri kedua pilihan mertua    Mengunjungi calon istri

    Abi tak bersemangat saat tiba di rumah calon istrinya. Di dalam pikirannya hanya ada nama Carla yang tadi wajahnya terlihat sendu. Abi merasa bersalah karena tak berpamitan pada istrinya itu, egonya merasa tersentil karena ketidaksukaannya pada sikap Carla yang tak memberitahunya akan kegiatan hari ini. Padahal sebelumnya, Carla tak pernah menyembunyikan apapun darinya. Saat acara resmi berakhir, abis meminta izin pada keluarganya untuk pergi sejenak ke belakang. Sejak setengah jam lalu, ponselnya terus berdering tanpa henti. Abi mengerutkan dahinya, merasa asing dengan nomor yang baru saja menghubunginya. "Halo." Abi menjawab panggilan tersebut. Raut wajahnya berubah, bibirnya terbuka dan matanya terbelalak lebar. Risya yang sedang duduk di kursi taman seberang pintu belakang ikut mengerutkan dahinya juga. "Sekarang dia dimana?" tanya Abi. Tangan kanannya dengan cepat melepas dasi yang mengikat lehernya. "Saya kesana sekarang. Tolong terus pantau." Abi menutup ponselnya. Ia berg

    Last Updated : 2024-06-17
  • Istri kedua pilihan mertua    Kekhawatiran Riandari

    Carla mendesah pasrah mendengar suara sumbang ibu mertuanya yang terdengar nyaring di ujung telpon. Abi tak hentinya diomeli tanpa jeda. Bermacam kata-kata kasar dari mulut wanita paruh baya itu. Mungkin dia kesal karena Abi memilih memilih menemani Carla dibandingkan dengan wanita pilihannya. Anehnya, mengapa Abi terlihat tenang ketika menghadapi ibunya. Padahal, telinga Carla sudah panas mendengarnya sejak tadi. "Pokoknya, kamu harus pulang! Ibu malu sama keluarganya Risya tadi," omel Riandari yang dibalas desisan oleh Abi. "Carla dirawat inap, Bu. Enggak ada yang jaga dia." Abi menoleh ke arah Carla yang sedang memelototinya. Bibir Carla terlihat komat-kamit merutuki suaminya yang kini malah terkekeh melihat reaksi sang istri. "Durhaka banget kamu sama ibu. Suruh saja asisten dia tuh yang sering kesini buat jagain dia," omelnya lagi. "Enggak bisa, Bu. Abi enggak tega ninggalin dia sendirian. Carla kan istri aku." Abi cekikikan lagi tanpa suara. Dari kejauhan, Carla sudah melaya

    Last Updated : 2024-06-18
  • Istri kedua pilihan mertua    Menjenguk mama

    "Papa ..." Adam berlari kencang dari dalam kamar menabrak lengan Abi yang sedang duduk di kursi makan. Adam mengecup pipi ayahnya lalu duduk di kursi sebelahnya. "Mama kemana, Pa?" Abi menoleh lalu menghentikan acara makannya. "Di rumah sakit." Adam hanya mengangguk. "Adam boleh ikut papa ke rumah sakit? Adam mau jenguk mama." tanya Adam dengan suara tenang. Adam memang anak yang berjiwa tenang dan tak mudah terbawa suasana. Sejak kecil ia sudah terbiasa menjalani kehidupan seperti orang dewasa. Sering ditinggal oleh kedua orangtuanya membuatnya tumbuh menjadi anak yang mandiri. "Nanti papa jemput ke sekolah." Abi tersenyum lalu mengusap rambut anaknya dengan lembut. Adam menggelengkan kepalanya. "Tidak usah. Biar Adam sama pak Ujang yang ke rumah sakit," ujar Adam yang membuat Adi tertegun lalu ikut mengangguk. Adam lebih dewasa dari dirinya. "Good. Papa akan kasih tahu pak Ujang alamat rumah sakitnya." "Ok!" hanya itu jawaban yang didengar oleh Abi. Adam memang tak banyak bica

    Last Updated : 2024-06-20
  • Istri kedua pilihan mertua    Menjenguk Carla

    Sudah menjadi kebiasaan bagi Riandari dan para sahabat dekatnya untuk melakukan pertemuan setiap bulannya. Bertempat di sebuah restoran mewah di pusat kota Jakarta, Riandari dan ke sembilan sahabatnya berkumpul memperebutkan sebuah gulungan kertas yang dengan sengaja disiapkan oleh ketua perkumpulan. Setelah satu nama keluar, mereka berkumpul di tengah untuk merayakan kegembiraan si pemenang. Riandari sebagai anggota yang paling banyak bicara sejak datang tak pernah berhenti membuka mulutnya. Julukannya adalah si biang gosip. Apa sih berita yang tak luput dari mulut besarnya? "Jeng Rian, kemarin Abi habis lamaran ya? Calonnya Abi yang baru cantik enggak?" suara keras dari Ira, salah satu anggota perkumpulan membuat seisi ruangan menoleh padanya. Mertua Carla itu tersenyum sendiri sambil menutup bibirnya malu-malu lalu mengangguk pelan. "Wah, kapan rencana resminya? Saya diundang, kan?" "Semuanya diundang. Rencananya dua bulan lagi." Riandari tersenyum lebar setelahnya. "Jeng Ira,

    Last Updated : 2024-06-21
  • Istri kedua pilihan mertua    Ibu merajuk

    Ivana dan Ira terlibat obrolan seru. Carla sebagai pendengar, cukup serius mengamati kedua orang itu dari dekat. Sesekali ia menimpali obrolan yang mulai terasa berat. Mereka membahas bisnis dan inovasinya. Maklum saja, keduanya adalah pengusaha makanan yang banyak terlibat dengan kalangan anak muda yang sedang viral sekarang. Itulah sebabnya, tak jarang keduanya terus menerus berinovasi agar anak muda tidak bosan dengan makanan buatan mereka. Carla yang juga seorang pengusaha minuman kaleng dan makanan kering tentunya sangat terbantu dengan ide menarik dari mereka berdua. "Seru deh kalau sudah coba makanan kekinian yang lagi viral. Tapi sih, menurut saya lebih baik buat inovasi yang lebih menarik. Shinta, kamu kan biasanya ada ide. Siapa tahu kita bertiga bisa saling tukeran ide atau join bareng," seru Ira yang dibalas senyuman oleh anaknya yang sedang membereskan meja di dekat ranjang Carla. "Sudah ada ide. Kalau mau, kita bisa diskusi bareng. Ibu Car

    Last Updated : 2024-06-22
  • Istri kedua pilihan mertua    Menyindir dengan gaya

    Sudah dua hari Abi menginap di rumah sakit menemani Carla, selama itu pula Riandari terus mengomel tak jelas di rumahnya. Sementara Abi di luar, Riandari tinggal di rumah anak bungsunya itu untuk menjaga Adam. Itu katanya. Sebenarnya, tanpa adanya sang nenek tak ada masalah dengan Adam. Ia terbiasa sendiri dan terkadang tak pernah ada di rumah. Anak kecil itu selalu menghabiskan waktunya bersama anak teman Abi yang rumahnya berjarak sepuluh meter. Seperti hari sebelumnya, di hari ketiga Abi tak berada di rumah, Riandari kembali mengomel. Kini, yang jadi sasarannya adalah Rayya tetangga Abi yang juga temannya saat masih kuliah. "Abi tuh dulu kalau sama pacarnya, sering kayak gini enggak?" Rayya yang tengah duduk di teras sambil membaca majalah mengerutkan dahinya. "Maksud ibu?" tanya Rayya heran. "Ya, sering nungguin di rumah sakit atau berduaan gitu sampai lupa waktu." Riandari kegerahan. Sejak tadi tangannya mengipasi leher dengan kipas elekt

    Last Updated : 2024-06-24

Latest chapter

  • Istri kedua pilihan mertua    Langkah Awal Setelah Curiga

    Kecurigaan Adam ada benarnya. Ia sudah mengunci gerak-gerik Risya sejak wanita itu masuk ke dalam ruangan ayahnya. Wajah Risya terlihat kaku dan pucat seperti baru saja melihat hantu. Apalagi saat sedang bicara dengan Abi, matanya terus menerus melirik arloji dan yang paling mencurigakan, wajahnya kembali pucat saat menerima panggilan telepon entah dari siapa. Adam itu memiliki insting yang kuat dan terbukti semua yang ia curigai jadi kenyataan. Dengan tenang, Adam berdiri mengintai Risya yang berjalan tenang menghampiri seseorang di pelataran parkir rumah sakit. Seorang pria yang mungkin umurnya diatas 35 tahun. Adam tak pernah melihatnya sama sekali. Adam berjalan mengendap-endap mengikuti langkah Risya. Sedikit pertengkaran di awal, pria itu marah lalu menyeret Risya masuk ke dalam mobil sambil menunjuk-nunjuknya. Ada kata-kata kotor yang Adam dengar dari kejauhan. Risya menangis tapi Adam tak peduli. Adam mengambil foto dari arah yang cukup dekat, balik tembok besar diantara mo

  • Istri kedua pilihan mertua    Coba-coba Main Belakang

    "Ingat, waktu kamu hanya lima belas menit. Lebih dari itu, aku datangi kamar suami kamu dan—" "Iya, iya. Kamu ancam aku?" Sandy terkekeh. Di balik kacamatanya, ia menyeringai. Mantan kekasihnya itu terlihat frustasi dengan ancaman yang baru saja diberikannya. Mereka berdiri di depan gedung rumah sakit tempat Abi dirawat. Hanya melangkah ke arah lorong belakang lalu naik ke lantai lima, mereka bisa menemukan ruang rawat pria itu. Sandy bisa saja ikut naik ke atas, lalu menceritakan semuanya pada suami Risya. Tapi, rasanya itu terlalu cepat. Ia ingin sedikit bermain-main dengan wanita yang telah meninggalkannya dulu. "Sayang, kamu kok malah kasar sih? Oh, apa kamu mau aku ikut ke atas? Yah, enggak masalah sih. Palingan kamu bakalan diceraikan sama dia saat ini juga," ujar Sandy disertai kekehan. "Kamu seneng banget ya kalau aku cerai? Kamu mau balas dendam sama aku?" teriak Risya. Untung saja dia dan Sandy berada di tempat parkir, tidak ada yang mendengar pertengkaran mereka karena

  • Istri kedua pilihan mertua    Tak Ada Perasaan

    Pagi menjelang. Adam terbangun lebih dulu dari tidurnya yang cukup nyenyak semalam. Saat membuka mata, tatapan matanya jatuh pada tubuh ayahnya yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Adam menghela napas berat. Wajah yang masih kusut karena kurang tidur diusapnya. Setelah sadar sepenuhnya, ia beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tadi malam, pak Us datang membawakan pakaian ganti dan perlengkapan mandi untuknya. Ia pikir itu Risya, ternyata bukan. Bicara soal Risya, istri ayahnya itu tidak ikut dan tidak datang ke rumah sakit untuk menemani suaminya. Entah dia takut, malu, syok atau memang sudah tak peduli lagi dengan suaminya. Adam tak peduli. "Papa sudah bangun?" sapa Adam yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Abi mengangguk lemah. "Mau ke kamar mandi? Adam bantu yuk." Abi melirik ke arah tas dan tempat makan yang berada di atas meja. Lalu bertanya pada anaknya, "Risya semalam datang?" "Bukan. Itu dari pak Us." Abi mendengus kasar. Ia pikir,

  • Istri kedua pilihan mertua    Penyesalan Yang Diubah

    Adam berlari mengejar brankar yang membawa tubuh ayahnya masuk ke dalam ruangan IGD sebuah rumah sakit. Ia berdiri di sebelah tirai yang tertutup dengan tangan gemetar. Dua orang suster datang membantu sang dokter yang berkali-kali memeriksa denyut nadi ayahnya. Sayup-sayup Adam mendengar mereka mengatakan bahwa denyut nadi ayahnya menghilang. Tak kuat melihatnya, Adam ke luar dari ruangan itu. Ia duduk di kursi Tungga sambil menundukkan kepala mengusap wajahnya dengan tangan. Lalu terdengar langkah seseorang yang datang mendekatinya dan berhenti tepat di hadapannya. "Adam, bagimana keadaan Abi?" tanya Bimo yang datang dengan raut wajah pucat. Adam tadi sempat memberitahu sahabat ayahnya itu. "Om..." Adam berdiri lalu memeluk Bimo. Ia menangis tersedu-sedu di pelukan sahabat ayahnya itu. "Adam takut, om. Adam takut papa pergi, om." "Apa yang terjadi sebenarnya, Adam? Bagaimana bisa, Abi tiba-tiba pingsan dengan hidung berdarah?" Adam hanya menggelengkan kepalanya. "Aku enggak tah

  • Istri kedua pilihan mertua    Keadaan Runyam

    Setelah puas bermain hingga sore, Fariska tertidur di dalam pangkuan Adam karena kelelahan. Jihan terkekeh melihat kedekatan Adam dan adik tirinya yang makin hari makin lengket seperti ayahnya sendiri. "Lucu ya, Fariska malah deketnya sama kamu," celetuk Jihan sambil mengusap lembut rambut lembut Fariska. "Padahal baru deket beberapa bulan lalu loh. Aku sama dia tuh beda delapan tahunan lebih. Dari kecil enggak pernah nyapa, megang juga. Eh, begitu aku balik langsung minta gendong." Adam terkekeh jika membayangkan hal itu lagi. Entah sejak kapan mereka berdua terlalu dekat hingga tak canggung lagi seperti sekarang. "Kamu tuh orangnya lembut kalau sama anak kecil. Makanya dia seneng dekat kamu." "Iya kayaknya. Padahal aku galak loh." Jihan kini terkekeh mendengar pengakuan Adam yang tak sesuai dengan ucapannya. Adam yang ia tahu adalah pria yang humoris dan tak pernah meninggikan suaranya. "Mana ada? Kamu kan kalau ngomong lembut banget. Bikin cewek-cewek nempel. Ups." Jihan menu

  • Istri kedua pilihan mertua    Pengganggu Baru

    Abi berjalan gelisah dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Dua matanya selalu tertuju pada jam dinding yang setiap menitnya terus berjalan. Sudah pukul dua belas malam, tidak biasanya Risya belum pulang hingga semalam ini. Tiga jam lalu dirinya sempat menghubungi nomor ponsel Risya, namun panggilannya tak terjawab. Lalu dirinya menghubungi Anna dan katanya, memang Risya sempat ke rumahnya sore hari tapi pukul tujuh dirinya pulang ke rumah. "Pergi ke mana dia?" gumam Abi yang masih gelisah. Karena sudah malam, ia memutuskan untuk beristirahat dan akan melanjutkan pencarian besok. Ia akan meminta bantuan Anna dan karyawan Risya yang biasanya tahu ke mana istrinya itu pergi. Di tempat berbeda, Risya tertidur setelah dipaksa meminum obat penenang oleh Sandy. Wanita itu tidur di kamar yang sama dengan mantan kekasihnya itu. Bahkan ia tak sadar jika dirinya tidur dipelukannya. "Sudah lama ya, Ris. Delapan tahun lebih loh. Kenapa kamu enggak tungguin aku dulu sih? Malah nikah sama laki

  • Istri kedua pilihan mertua    Masalah Baru

    Dokter Dimas selesai melakukan terapi pada Fariska. Anak kedua Abi itu sudah mulai ada perkembangan setelah kunjungannya minggu lalu. Ternyata, semua ini karena tekanan psikis dari ibunya yang membuat mental Fariska terganggu. Selama delapan tahun Fariska bersama Risya, anak itu seringkali mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan. Selama itu pula Fariska memendamnya tanpa berani bicara pada siapapun. Abisena sang ayah hanya datang sesekali mendengarkan anaknya bicara, tapi selalu dibalas dengan senyuman tanpa ada teguran pada istrinya. Abisena menganggap, kebiasaan Fariska wajar di usianya yang masih kecil tapi sebenarnya itu adalah awal terganggunya psikis sang anak. "Bagaimana dokter Dimas? Ada perkembangan dengan Fariska?" tanya Abisena yang tak sabar ingin tahu keadaan anaknya. Fariska sudah bisa menyusun alphabet dan juga angka dengan benar. Bahkan bisa menyebutkan nama hewan dan tumbuhan. Anak itu sudah mulai berani bercerita apa saja yang dilihatnya. Jauh lebih baik dari kea

  • Istri kedua pilihan mertua    Kesalahan Besar

    "Jadi, ini yang kamu lakukan selama aku tak ada di rumah?" tanya Abi dengan suara dinginnya. Risya menunduk takut. Tangannya saling mengerat satu sama lain. "Aku, tak tahu apa yang harus kulakukan selain menceraikanmu. Ini sudah kedua kalinya kamu mengecewakan aku, Risya." "Mas, aku bisa jelaskan semuanya. Aku melakukan ini karena terpaksa. Aku, terjerat hutang dan aku tak memiliki uang untuk membayarnya. Aku—" "Hutang? Bukannya kamu sudah punya pekerjaan sendiri? Uang yang aku berikan setiap bulan, kamu gunakan untuk apa?" Risya semakin menunduk ketakutan. Ia bingung akan berkata apa, mengatakan yang sejujurnya sama saja membuat lubang untuk dirinya. "Pa, kita langsung ke dokter aja. Sudah sore," ujar Adam menginterupsi. Abisena hanya mengangguk. Ia masuk ke dalam kamar untuk mengganti bajunya sebentar. "Tante, kalau masih mau sama papa, tante harus berubah. Kalau seperti ini terus, bisa jadi papa akan menceraikan tante secepatnya." Risya memicingkan matanya, ia mulai membenci la

  • Istri kedua pilihan mertua    Pencuri Dalam Rumah

    Bulan berlalu, Risya tak pernah lagi menganggu Fariska seperti yang diminta oleh Abi. Ia semakin sibuk dengan pekerjaannya, tanpa menghiraukan suaminya. Semua yang ada di kepalanya hanya uang dan popularitas. Abi pun tak pernah lagi bertegur sapa dengan istrinya, hanya sesekali jika sedang berkumpul di ruang makan. Itupun tanpa Adam dan Fariska. Kedua anaknya sudah enggan bertemu dengan Risya kecuali terpaksa. Siang itu, Adam pulang cepat dari kampus karena ingin membawa adiknya terapi ke dokter. Mereka akan berangkat sore hari sembari menunggu Abi pulang dari kantor. Risya yang tak mengira kalau anak tirinya akan pulang cepat, tergesa-gesa masuk ke ruang kerja suaminya lalu menutup pintunya. Risya kembali mengambil perhiasan milik Carla. "Halo, pa. Adam sudah di rumah. Ada yang darurat, pa?" tanya Adam yang baru saja sampai di rumah. Ia menaiki anak tangga pertama sambil memegang ponsel di telinganya. "Map yang dari dokter? Dibawa sekarang?" Adam terdiam mendengar instruksi dari

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status