Share

Berpisah?

Penulis: Rachel Bee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Katakan pada ibu, apa hasil tesnya? Kabar baik atau buruk?"

Malam ini tanpa di sangka, ibu datang ke rumah Abbi dengan wajah yang ditekuk tajam. Ia ternyata mengetahui jika Abi dan Carla tadi siang datang menemui dokter Din. Entah darimana ia tahu, buktinya saat ini ia sudah datang sambil meneror sepasang suami istri itu.

Napas Carla seakan tercekat, ia menahan tangisnya. Bukan karena keadaannya, tapi apa yang bisa ia lakukan setelah ibu tahu hal ini?.

"Ibu, sekarang makan malam dulu ya. Ibu kan baru saja sampai." Carla berdiri dan membujuk ibu mertuanya untuk makan malam bersama. Untung sang ibu menurut. Mungkin pikirnya, jangan tergesa-gesa jika menginginkan sebuah jawaban.

Makan malam di meja makan terasa seperti di sebuah kuburan, sunyi senyap. Bahkan Abi yang biasanya cerewet mengomentari makanan, kini berubah menjadi pendiam. Carla pun sama. Rasa ayam goreng yang biasanya enak, terasa hambar di lidah dan seakan tak bisa ia telan karena tersangkut di tenggorokan.

"Kenapa makannya sedikit? Biasanya kamu makan banyak?" ibu membuka percakapan yang terdengar sinis di telinga Carla. Apakah ini perasaannya atau memang ia benar sedang menyindir?.

"Ehhmm....nanti nambah kok bu," jelas Carla. Ia sengaja mengambil satu centong nasi lagi supaya ibu mertuanya percaya. Abi berpura-pura tak melihat ibunya. Rasanya aneh sekali jika dia ikut membela istrinya.

"Abi, ibu mau bicara empat mata sama kamu." ibu berdiri dari duduknya, lalu berkata lagi." Ibu tunggu di kamar ibu."

Mata Abi dan Carla saling melirik, memandang satu sama lain. Gelisah di wajah Carla membuat Abi berpikir sejenak, apa yang harus ia katakan pada ibunya?.

"Sayang, maaf. Aku..."

"Jujur saja, mas. Aku siap lahir batin."

"Tetap saja aku merasa bersalah. Tenang ya, aku akan membelamu di depan ibu." Abi berdiri dan segera menemui ibunya yang sudah ada di dalam kamar. Sementara Carla membereskan meja makan, sambil terus berdoa agar ibu mertuanya tak memisahkan dirinya dan Abi.

Di dalam kamar, suasananya pun tak ada bedanya dengan ruang makan tadi. Abi dan ibunya belum terlibat pembicaraan apapun. Masih saling menunggu dan berharap salah satunya akan memulainya lebih dulu.

Klikkkk...

Ibu membuka tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih. Ibu mengambil gunting dan mulai membuka amplop tersebut. Ia mengeluarkan sebuah surat dan menyerahkannya pada Abi.

"Baca!!"

Abi meraihnya dan mulai membuka serta membaca isinya. Mula-mula Abi mengerutkan dahinya, lama kelamaan ia terlihat gelisah dan ada keringat dingin mengucur di dahinya.

"Bu, bagaimana bisa? Bu, Abi tidak percaya. Abi tidak akan melakukan hal itu. Maaf bu." Abi menutup surat dan menyerahkannya lagi pada ibunya.

Ibu hanya diam dan tampak datar melihat si bungsu yang menolak kemauannya. Dalam hati diam-diam merutuki persetujuannya dulu saat putra kesayangannya menikahi Carla.

"Itu salahmu. Dulu waktu kamu nikah sama Winda, kamu memaksa tanpa melihat penanggalan jawa. Padahal, kalian itu tidak jodoh. Nah, sekarang sama Carla pun sama. Inilah akibatnya nikah terburu nafsu. Lihat saja kejadian di rumah tangganya."

Perkataan ibu sangat pedas. Tak apalah jika Abi memilih dimarahi, daripada Carla yang tak tahu apa-apa juga ikut terbawa. Ini hidupnya, maka ia yang menentukannya.

"Maaf, bu. Tapi Abbi....."

"Abi, ibu sudah bisa menerka dari wajah kalian berdua. Pasti hasilnya tidak bagus, kan? Carla belum ada kepastian untuk hamil kan? Ya sudah, ceraikan saja. Mudah toh." mata Abi membelalak tajam mendengar perkataan kejam yang keluar dari mulut ibu yang ia cintai. Aneh, ia tak membelanya sedikit pun.

"Bu, Abi sayang sama Carla. Jangan seperti ini. Kalau pun Carla tidak punya anak, masih ada Adam. Abi tidak masalah." Abi membela Carla yang memang seharusnya ia bela. Ini bukan kesalahan mereka. Ini takdir.

"Abi, pikiran kamu kok aneh sekali. Jangan terhasut atas nama cinta. Ibu tekankan sekali lagi, ada dua pilihan yang harus kamu ambil. Cerai atau kamu nikah lagi. Karena, sisi kosong tanpa anak menyebabkan kamu akan kehilangan segalanya nanti. Camkan kata-kata ibu!" ibu berdiri. Ia melangkah keluar kamar lalu menemui Carla dan meninggalkan Abi sendiri di dalam kamarnya.

"Ibu.....aku..."

"Ibu sengaja berbicara keras tadi. Bagaimana, kamu setuju kan? Ini demi kelangsungan hidup Abi. Kamu jangan egois." Carla menunduk. Ia ingin membalas bahkan berteriak, tapi seakan mulutnya terikat jika sudah berhadapan dengan ibu mertuanya.

"Tapi, bu...."

"Tidak ada tapi-tapian. Bulan depan harus sudah dilaksanakan."

Ibu tak peduli dengan perasaan halus Carla. Ia tak peduli juga dengan pemberontakan dalam diri Carla. Ia bahkan tak mau mendengarkan apa yang tersirat dalam hasratnya.

'Hikss....hikss...'

****

Langit malam ini terasa kelam. Bintang yang berbaur jadi satu pun tak menampilkan keindahan di mata seorang Carla. Kesedihan hatinya merenggut itu semua. Sepertinya, tak akan ada ruang lagi di hatinya atas nama cinta.

"Carla, sudah malam. Ayo masuk," ajak Abi dengan suara lembutnya. Ia berjongkok di hadapan Carla yang sedang duduk memandang langit di atas balkon rumahnya. Tempat ia dan Abbi biasa menghabiskan malam sambil bercanda, terkadang pun bersama Adam.

Abi menarik tangan Carla dan menggenggamnya. Lalu ia mencium dan meletakkannya di wajah. Seolah Carla sedang membelai wajanya dengan lembut.

"Maafkan ibuku Carla. Aku yakin kita bisa hadapi semuanya. Aku akan tetap di sisimu sampai kapanpun. Aku mencintaimu," ujar Abi. Ia menancapkan pesan mesra lewat tatapan matanya yang syahdu. Tersirat juga perasaan sayang pada Carla, sang istri tercinta.

"Mas..." Carla menegang. Tubuhnya merespon ucapan Abi tadi. Tapi, ini respon negatif.

"Kenapa sayang? Katakan."

"Bagaimana kalau kita—

Carla menggantung kata-katanya. Ia dan Abi saling berpandangan. Aura tegang menyelinap diam-diam diantara mereka. Abbi sudah berpikiran buruk sejak ia duduk berjongkok di hadapan Carla. Pertanda burukkah?

—masuk ke dalam. Disini dingin." lanjut Carla. Abbi mengembus napas lega. Hampir saja darahnya berhenti mengalir.

"Yuk..kita hangatkan suasana ranjang seperti kemarin."

Abi tersenyum, tiba-tiba ia menggendong Carla, menuruni tangga rumah perlahan-lahan. Carla menyematkan tangan di leher Abbi dan sengaja mendekatkan bibirnya ke pipi Abi lalu menciumnya.

'Ini hanya sementara Abi. Selanjutnya, kita akan terasa jauh.'

***

Serasa menyematkan duri diantara daging, rasanya menusuk sampai daging yang terdalam. Ini bukan hanya tentang kata-kata yang menusuk hati. Ini tentang harga diri dan perasaan menentang apa yang seharusnya tak terjadi.

Semua serasa lepas tangan dan mata. Mencoba untuk tak tahu atau pura-pura tak tahu.

Carla masih menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Ia masih mencoba bersabar walau kenyataannya tidak. Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenal lebih jauh Abi hingga ke akarnya. Tapi, malam tadi ia serasa tak mampu. Entahlah, rasanya Abi hanya berkata semampunya.

"Mas, pagi ini aku mau ke butik. Aku bawa Adam." Carla membuka tirai dan selimut yang menutupi tubuh Abi. Ia mengguncang tubuh polos suaminya tanpa pakaian dan mencubitnya lembut.

"Eungghh..." Abi mengerang. Satu tangannya menarik kasar pinggang Carla dan memeluknya erat. Tubuh Carla jatuh di atas dada Abi. Tak ada rasa berat, Abi malah mendudukkan Carla di atasnya.

"Mas..."

"Kamu makin ringan. Kamu diet ya?"

Carla menggeleng, ia tak pernah diet. Ia bahkan selalu makan dengan lahap setiap harinya, ia juga sadar sepemuhnya kalau dirinya semakin lama semakin tirus.

"Aku baru sadar kalau aku kurus, mas. Kenapa ya?"

Abi menjawil hidung Carla dengan gemasnya. Lalu berkata," Jangan banyak pikiran. Anggap semua angin lalu."

Carla mengangguk. Ia segera turun dari tubuh Abi, tapi lagi-lagi ditahan oleh tangan suaminya itu.

"Mas, aku mau beresin baju."

"Morning kiss, my babe...."

Satu ciuman mendarat di bibir hati sang suami. Abi melumatnya pelan. Satu tangannya ia letakkan di belakang kepala Carla dan ia menahannya. Memastikan jika Carla juga menikmati ciuman panas pagi ini.

"Aku tunggu di ruang makan."

"Ok, babe."

***

Bab terkait

  • Istri kedua pilihan mertua    Persetujuan sepihak

    "Sudah aku bilang, mas harus punya pekerjaan tambahan jika sudah menikah dengan aku. Kamu tahu sendiri kan bagaimana tanggapan orangtuaku?" Piring dan sendok berterbangan karena gebrakan keras di atas meja yang mewarnai satu keluarga baru di sebuah rumah kecil di Jakarta. Rumah minimalis dengan dua kamar tidur menjadi saksi atas pertengkaran yang terus menerus terjadi antara mereka. Ini sudah ketiga kalinya mereka saling menjatuhkan satu sama lain. Saling mengejek dan menyindir tapi anehnya saling mencintai. "Aku juga kerja keras, Win. Kamu enggak lihat aku tiap hari ke luar rumah cari tambahan sana sini?" "Aku enggak mau hidup susah, mas. Pokoknya kamu harus bisa yakinkan orangtuaku kalau kita bisa hidup bahagia." Satu gebrakan lagi berhasil membuat isi meja berhamburan ke atas lantai dapur. Abi sudah menahannya, sangat menahannya. Bagaimana cara Winda memperlakukan dirinya bak pengemis setiap kali pulang. Bagaimana ketusnya Winda saat ia memberikan uang belanja setiap minggunya

  • Istri kedua pilihan mertua    Terpaksa memilih

    Air mata Carla menetes tak henti hingga membasahi jari-jarinya yang ia gunakan untuk mengusap pipi lembutnya. Ia meratapi bagaimana kisah kehidupan rumah tangganya jika memilih membiarkan suami yang ia cintai menduakan cintanya. Bukan untuk sementara tapi ini selamanya. Carla bahkan tak sanggup membayangkannya. Tinggal dalam satu atap dengan dua cinta terlebih suatu saat nanti ia yang akan tersingkirkan. Carla menoleh sedetik. Dilihatnya sang suami sedang fokus mengendarai sedan kesayangannya melintasi jalanan kota Jakarta yang mulai padat siang ini. Carla tadi memaksa ingin pulang sendiri tapi Abi menolaknya. Suaminya itu terlihat kesal karena Carla memutuskan sesuatu tanpa dirundingkan terlebih dahulu padanya. Ia kesal karena Carla tak mengizinkan dirinya mengambil keputusan untuk rumah tangga mereka. "Aku tetap pada keputusanku," tegas Abi. Kepalanya menoleh sejenak. Carla dan Abi saling bertatapan. "Aku tidak akan menikah lagi." "Mas!!" te

  • Istri kedua pilihan mertua    Menemui calon istri

    Riandari sudah berdiri dengan anggun di depan teras rumah Abi. Pagi buta, dirinya telah berdandan cantik lalu mengetuk pintu rumah anak lelaki kesayangannya. Gaun yang dikenakannya cukup mewah. Khas wanita Jawa tapi dengan aksen modern yang lebih berwibawa. Sementara itu, kakak Abi juga telah tiba dari kediamannya. Membawa beberapa bingkisan ukuran besar yang mereka taruh di bagasi mobil. Rencananya, hari ini mereka akan pergi ke rumah Risya untuk memperkenalkan Abi sebagai calon suaminya. Risya seorang gadis manis yang baru saja lulus kuliah. Belum mempunyai pekerjaan tetap dan katanya dia sering membantu orangtuanya bekerja di toko pakaian. Wajahnya yang keibuan membuat Riandari jatuh hati saat pertama kali dikenalkan. Wanita paruh baya itu merasa cocok dengan penampilan Risya yang akan menjadi calon menantunya itu. Di kepalanya, sudah terbayang betapa menyenangkannya mempunyai menantu seperti Risya. "Abi!" teriak Riandari. Suaranya mampu menembus pintu ruang tamu hingga ke dapur

  • Istri kedua pilihan mertua    Mengunjungi calon istri

    Abi tak bersemangat saat tiba di rumah calon istrinya. Di dalam pikirannya hanya ada nama Carla yang tadi wajahnya terlihat sendu. Abi merasa bersalah karena tak berpamitan pada istrinya itu, egonya merasa tersentil karena ketidaksukaannya pada sikap Carla yang tak memberitahunya akan kegiatan hari ini. Padahal sebelumnya, Carla tak pernah menyembunyikan apapun darinya. Saat acara resmi berakhir, abis meminta izin pada keluarganya untuk pergi sejenak ke belakang. Sejak setengah jam lalu, ponselnya terus berdering tanpa henti. Abi mengerutkan dahinya, merasa asing dengan nomor yang baru saja menghubunginya. "Halo." Abi menjawab panggilan tersebut. Raut wajahnya berubah, bibirnya terbuka dan matanya terbelalak lebar. Risya yang sedang duduk di kursi taman seberang pintu belakang ikut mengerutkan dahinya juga. "Sekarang dia dimana?" tanya Abi. Tangan kanannya dengan cepat melepas dasi yang mengikat lehernya. "Saya kesana sekarang. Tolong terus pantau." Abi menutup ponselnya. Ia berg

  • Istri kedua pilihan mertua    Kekhawatiran Riandari

    Carla mendesah pasrah mendengar suara sumbang ibu mertuanya yang terdengar nyaring di ujung telpon. Abi tak hentinya diomeli tanpa jeda. Bermacam kata-kata kasar dari mulut wanita paruh baya itu. Mungkin dia kesal karena Abi memilih memilih menemani Carla dibandingkan dengan wanita pilihannya. Anehnya, mengapa Abi terlihat tenang ketika menghadapi ibunya. Padahal, telinga Carla sudah panas mendengarnya sejak tadi. "Pokoknya, kamu harus pulang! Ibu malu sama keluarganya Risya tadi," omel Riandari yang dibalas desisan oleh Abi. "Carla dirawat inap, Bu. Enggak ada yang jaga dia." Abi menoleh ke arah Carla yang sedang memelototinya. Bibir Carla terlihat komat-kamit merutuki suaminya yang kini malah terkekeh melihat reaksi sang istri. "Durhaka banget kamu sama ibu. Suruh saja asisten dia tuh yang sering kesini buat jagain dia," omelnya lagi. "Enggak bisa, Bu. Abi enggak tega ninggalin dia sendirian. Carla kan istri aku." Abi cekikikan lagi tanpa suara. Dari kejauhan, Carla sudah melaya

  • Istri kedua pilihan mertua    Menjenguk mama

    "Papa ..." Adam berlari kencang dari dalam kamar menabrak lengan Abi yang sedang duduk di kursi makan. Adam mengecup pipi ayahnya lalu duduk di kursi sebelahnya. "Mama kemana, Pa?" Abi menoleh lalu menghentikan acara makannya. "Di rumah sakit." Adam hanya mengangguk. "Adam boleh ikut papa ke rumah sakit? Adam mau jenguk mama." tanya Adam dengan suara tenang. Adam memang anak yang berjiwa tenang dan tak mudah terbawa suasana. Sejak kecil ia sudah terbiasa menjalani kehidupan seperti orang dewasa. Sering ditinggal oleh kedua orangtuanya membuatnya tumbuh menjadi anak yang mandiri. "Nanti papa jemput ke sekolah." Abi tersenyum lalu mengusap rambut anaknya dengan lembut. Adam menggelengkan kepalanya. "Tidak usah. Biar Adam sama pak Ujang yang ke rumah sakit," ujar Adam yang membuat Adi tertegun lalu ikut mengangguk. Adam lebih dewasa dari dirinya. "Good. Papa akan kasih tahu pak Ujang alamat rumah sakitnya." "Ok!" hanya itu jawaban yang didengar oleh Abi. Adam memang tak banyak bica

  • Istri kedua pilihan mertua    Menjenguk Carla

    Sudah menjadi kebiasaan bagi Riandari dan para sahabat dekatnya untuk melakukan pertemuan setiap bulannya. Bertempat di sebuah restoran mewah di pusat kota Jakarta, Riandari dan ke sembilan sahabatnya berkumpul memperebutkan sebuah gulungan kertas yang dengan sengaja disiapkan oleh ketua perkumpulan. Setelah satu nama keluar, mereka berkumpul di tengah untuk merayakan kegembiraan si pemenang. Riandari sebagai anggota yang paling banyak bicara sejak datang tak pernah berhenti membuka mulutnya. Julukannya adalah si biang gosip. Apa sih berita yang tak luput dari mulut besarnya? "Jeng Rian, kemarin Abi habis lamaran ya? Calonnya Abi yang baru cantik enggak?" suara keras dari Ira, salah satu anggota perkumpulan membuat seisi ruangan menoleh padanya. Mertua Carla itu tersenyum sendiri sambil menutup bibirnya malu-malu lalu mengangguk pelan. "Wah, kapan rencana resminya? Saya diundang, kan?" "Semuanya diundang. Rencananya dua bulan lagi." Riandari tersenyum lebar setelahnya. "Jeng Ira,

  • Istri kedua pilihan mertua    Ibu merajuk

    Ivana dan Ira terlibat obrolan seru. Carla sebagai pendengar, cukup serius mengamati kedua orang itu dari dekat. Sesekali ia menimpali obrolan yang mulai terasa berat. Mereka membahas bisnis dan inovasinya. Maklum saja, keduanya adalah pengusaha makanan yang banyak terlibat dengan kalangan anak muda yang sedang viral sekarang. Itulah sebabnya, tak jarang keduanya terus menerus berinovasi agar anak muda tidak bosan dengan makanan buatan mereka. Carla yang juga seorang pengusaha minuman kaleng dan makanan kering tentunya sangat terbantu dengan ide menarik dari mereka berdua. "Seru deh kalau sudah coba makanan kekinian yang lagi viral. Tapi sih, menurut saya lebih baik buat inovasi yang lebih menarik. Shinta, kamu kan biasanya ada ide. Siapa tahu kita bertiga bisa saling tukeran ide atau join bareng," seru Ira yang dibalas senyuman oleh anaknya yang sedang membereskan meja di dekat ranjang Carla. "Sudah ada ide. Kalau mau, kita bisa diskusi bareng. Ibu Car

Bab terbaru

  • Istri kedua pilihan mertua    Adam Harus Tahu

    "Tadi mertuanya Carla kesini." Al menghentikan langkahnya lalu menoleh. "Tapi tante tidak bolehkan dia ketemu sama Carla." "Sepupunya Abisena juga ke kantor. Dia mengancam Al untuk melaporkan Vian ke polisi," ujar Al tenang. Hani menghela napas kasar. Sudah diduga olehnya, keluarga kurang belaian itu pasti datang menemui keluarga besarnya hanya untuk mengancam. Anehnya, mereka tak merasa bersalah dan tetap pada keinginan mereka untuk menghancurkan Carla. "Keluarga enggak jelas," umpat Hani. "Adam mana, tante?" Hani menunjuk ke kamar lantai dua tempat Adam berada. "Tadi dia ketemu sama neneknya?" "Enggak. Lagipula kalau dia tahu, enggak akan mungkin mau nemuin. Itu anak, pikirannya dewasa sekali. Dia benar-benar enggak mau ketemu sama nenek dan ibu tirinya," ujar Hani yang diangguki Al. "Memang. Itu yang diharapkan Carla." Al memang tak menyukai Abisena yang selalu bertindak seenaknya pada adik sepupunya tapi ia tak bisa memungkiri bahwa Adam adalah anak yang cerdas. Anak itu se

  • Istri kedua pilihan mertua    Datang Menantang

    Dua hari setelah peristiwa itu, Abi dan Carla terlibat perang dingin yang membuat kedua keluarga besar saling panas memanasi. Diawali dengan kehadiran sepupu Abisena yang datang ke kantor untuk bertemu dengan Al selalu kakak sepupu Carla. Ia tak terima setelah mendengar tragedi pemukulan Abi yang dilakukan oleh Vian. Menurut mereka, seharusnya Vian diproses secara hukum karena telah memukul Abi tanpa sebab. Inginnya Al mengabaikan mereka, tapi saat mereka memaksa masuk ke dalam ruanganya mau tak mau ia harus menghadapinya. "Kenapa tidak dibawa ke kantor polisi dan rumah sakit? Kamu bisa dituduh berkomplot untuk mencelakakan sepupu saya kalau begitu," tuduh Galih, sepupu Abi yang tiba-tiba masuk ke ruangannya tanpa permisi. Galih tidak sendiri, ia datang bersama satu orang temannya yang bisa Al yakini bertugas sebagai eksekutor. Bisa saja habis ini dirinya akan dipukuli oleh mereka jika tak diladeni. "Kamu mau saya lapor polisi?" tanya Al meyakinkan kedua orang di hadapannya serius

  • Istri kedua pilihan mertua    Tak Masalah Berpisah

    "Kita berpisah."Dua kata yang keluar dari bibir Abi terus terngiang di telinga Carla. Wanita itu melihat kepergian Abi dengan mata sendu yang menyiratkan kepedihan. Apa yang terjadi di depan matanya, bukanlah seperti apa yang dipikirkannya.Tubuh Carla serasa kosong tanpa nyawa. Abi, suaminya yang selama ini dicintainya semudah itu memberikan kata pisah untuk hubungan mereka yang telah berjalan lebih dari tujuh tahun.Semua berawal dari kesalahpahaman antara dirinya dan Vian."Aku menyesal tadi. Aku seperti orang ketiga yang telah membuat hubungan kalian berdua renggang," ujar Vian.Vian hanya refleks memegang tangan Carla saat keluar dari mobil. Seharusnya ia menunggu hingga Kesya keluar dan membantunya. Tak pernah terpikir olehnya akan menjadi suatu masalah besar bagi rumah tangga Carla dan Abi.Sejak pengakuan Carla tempo hari yang memintanya untuk menunggu, Vian semakin menggebu-gebu untuk memiliki Carla. Seharusnya ia sadar jika saat itu Carla hanya sedang bimbang dengan kehidup

  • Istri kedua pilihan mertua    Hari Ini Berakhir

    "Mas Abi, mau kemana?"Abi yang sedang merapikan kemeja dan jas menoleh. Risya tersenyum menatap suaminya yang terlihat tampan dengan setelan kas kantornya.Keduanya berdiri berhadapan dengan mata yang saling menatap satu sama lain.Cupp...Risya mencium bibir Abi yang mengatup rapat sebelum membalas sapaannya tadi."Mau ke kantor, kenapa?" Abi menyambut ciuman itu dan membalasnya dengan ciuman lembut lagi."Mas, kata Anna mbak Carla tuh akan pulang hari ini. Kamu enggak mau jenguk dia di rumah ibunya?" tanya Risya sambil memainkan dasi yang menjulur di atas kemeja suaminya. "Kamu enggak mau baikan sama mbak Carla? Kan kalian selama ini tuh kurang komunikasi."Abi melirik Risya sekilas. Mata jernih Risya membuatnya terhanyut. Kata-kata yang meluncur dari mulut istrinya bagaikan magnet dengan jutaan listrik di dalamnya."Anna tahu dari mana?" tanya Abi sambil mengerutkan dahinya.Sedikit kebingungan, Risya pun berpikir sejenak untuk mencari alasan. Ia pun tersenyum, kembali memainkan d

  • Istri kedua pilihan mertua    Renggang Atau Tamat?

    Setelah sempat mengalami koma selama dua hari, akhirnya Carla terbangun di hari ketiganya berada di ruangan ICU. Wajahnya sedikit tirus dan pucat tapi tak menghilangkan sama sekali rona cantiknya. Matanya menatap ke sekeliling ruangan putih yang telah berubah. Ia dipindahkan kemarin malam setelah sadar lebih dari lima jam.Di dalam ruangan hanya ada Al dan Kesya yang sedang duduk berdiskusi. Carla sempat menoleh ke arah jendela kamarnya. Ini sudah hampir malam tapi kedua orang itu tak hentinya bekerja. Ada sesuatu yang penting hingga mereka melupakan apa yang namanya istirahat?"Sepertinya ada yang sangat penting sekali?" tanya Carla memecahkan keheningan. Kedua orang yang sedang fokus dengan data di layar laptop langsung menoleh bersamaan ke arah Carla. "Ada masalah dengan kantor?""Ada laporan kebocoran dana. Katanya, ada penyalahgunaan rekening perusahaan. Kamu tenang saja, ini semua bisa diperbaiki. Kesya hanya memberi laporan sekalian perkembangan masalah pribadi kamu dan Abisena

  • Istri kedua pilihan mertua    Gosip Baru

    “Bagaimana?” Riandari menaikturunkan alisnya, bertanya penasaran pada sang menantu yang sedang duduk santai di taman belakang rumah. Risya tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Abi mau kan maafin kamu?”“Ibu tenang saja. Dia mau kok memaafkan aku.”Riandari bernapas lega. Sejak kemarin malam, dirinya tak henti memutar isi kepala memikirkan bagaimana caranya agar Risya dan Abi kembali bersama. Pertengkaran yang dimulai karena kesalahan teman Risya itu hampir membuat keduanya bubar. Riandari tidak mau. Ia masih ingin memiliki menantu yang bisa dicekoki dengan pemikirannya. Winda dan Carla terlalu mandiri, jadinya sulit untuk diperdaya seperti Risya.“Syukurlah.”“Ibu yakin kalau mbak Carla akan diceraikan oleh mas Abi?” tanya Risya. Riandari mengangguk semangat. Dia tahu watak anaknya. Kalau sudah tak suka, dia pasti melepaskannya. Sama seperti waktu bersama Winda dulu.“Yakin. Carla sudah sulit dikendalikan. Apalagi dia berniat untuk mengusir kita sekeluarga. Beuh, berasa ratu kerajaan

  • Istri kedua pilihan mertua    Bahaya Mengintai

    Abi terduduk di pinggir jalan raya arah menuju ke rumahnya. Kepalanya menengadah ke langit memperhatikan bintang yang kelap-kelip indah di atas sana. Keheningan pun menemaninya. Bosan, ia mengeluarkan sebungkus rokok yang setengah jam lalu ia beli dari minimarket sebelum kembali. Tak lama kemudian, asap pun mengepul di udara. Hari ini kacau, itu yang ia rasakan. Sejak pagi, masalah terus silih berganti menyiksanya. Dari masalah Carla, keributan rumah, hingga Risya yang tak tahu malu bertingkah mesra dengan sahabatnya di depan mata. Seharusnya, hari ini ia bisa dengan tenang menimang anaknya. Namun kekacauan itu membuat akal sehatnya hilang entah kemana. Ting! Suara ponsel Abi berbunyi. Abi terlonjak kaget mendengarnya. Matanya mengintip dari balik tangannya yang mengusap wajah lelahnya. [Pulang! Ibu sudah tahu masalahnya. Risya mau minta maaf sama kamu.] Cih. Abi mendecih membaca pesan yang dikirimkan ibunya. Pasti permintaan maaf itu tidak tulus. "Nanti. Abi lagi di pinggir j

  • Istri kedua pilihan mertua    Awal Masalah Besar

    "Kalian, keluar dari rumah saya!" Suasana ruang tamu Risya terasa mencekam seketika. Wajah marah dan penuh emosi milik Abisena tak bisa dipandang sebelah mata. Pria yang biasanya ramah dan sering senyum itu tiba-tiba berubah menjadi sangar seperti singa mengamuk. Risya dan teman-temannya langsung terdiam. Gane mematikan siaran langsungnya. Ia menyimpan ponsel yang tadi dipakai ke dalam tasnya sementara yang lain sibuk membereskan barang-barang mereka. Wajah ketakutan teman-teman Risya terlihat jelas diantara barang-barang yang tersusun di ruang tamu. Mereka menunduk, Abi masih bisa melihatnya dengan jelas. Risya mengangkat wajahnya hendak melayangkan protes namun tak jadi karena mata Abi melotot tajam ke arahnya memintanya untuk diam. "Kamu, masuk kamar!" Abi memerintah Risya dengan bentakannya yang terdengar menggelegar. Habis sudah kesabaran seorang Abisena hari ini. Istrinya itu hanya terdiam. Ia beranjak pergi dari tempatnya, menuruti perintah sang suami yang tak bisa dibant

  • Istri kedua pilihan mertua    Tidak Tahu Diri!

    Carla kembali jatuh pingsan. Setelah pulang dari rumah Abi, tiba-tiba saja tubuhnya lemas tak sadarkan diri. Sepanjang perjalanan, bibik yang menjaganya di kursi belakang terus menerus menangis melihat nona mudanya pingsan. Vian yang duduk di depan ikut cemas dengan keadaan Carla. Berkali-kali dirinya menoleh ke belakang hanya untuk memastikan keadaan Carla baik-baik saja.“Bik, Carla pingsan?” bibik mengangguk. “Saya langsung ke rumah sakit. Bibik bisa telepon Al?” Vian menyerahkan ponselnya yang terbuka pada bibik.“Halo tuan Al, ini bibik.”[Kenapa, bik? Ada apa dengan Carla?]Al curiga dengan suara bibik yang terdengar gelisah. Ada juga suara Vian yang mengumpat sesekali.“Non Carla pingsan. Saya sama tuan Vian mau ke rumah sakit.” isakan bibik terdengar.[Pingsan? Kenapa bisa pingsan? Apa yang terjadi?]“Al, jangan banyak tanya. Langsung ke rumah sakit Medika. Nanti aku ceritakan di sana,” teriak Vian dari kejauhan.Al membelalakkan matanya. Segera ia tutup laptop dan mengakhiri

DMCA.com Protection Status