Beranda / Pernikahan / Istri hanya Status / Bab 102. Ngidam 2.

Share

Bab 102. Ngidam 2.

Penulis: Farid-ha Channel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di rumah sederhana ini Silvia disambut dengan penuh suka cita oleh paman dan bibinya.

Istri paman Gozali benar-benar telah berubah menjadi baik lagi dengan istriku.

"Kak, aku ingin degan di depan rumah ini," pinta Silvia saat aku hendak berbaring di sisinya.

"Apa nggak bisa besok, Sayang?" Aku berharap wanitaku merubah pikiran.

"Maunya sekarang. Bagaimana dong?"

Gila jam setengah sepuluh malam suruh manjat pohon kelapa.

"Sayang kita beli saja, ya? Kakak kan nggak bisa manjat pohon, Sayang," aku terus bernegosiasi dengan ibu negara.

"Nanti mau anakmu ileran?"

Aku menggelengkan kepala. Beringsut dari ranjang kayu jati. Tempat tidur yang sengaja aku beli untuk kamar kami bilang sedang bermalam di sini.

"Aku ikut," ucap Silvia saat aku akan membuka pintu.

"Kalian mau pada ke mana?" tanya Paman saat aku membuka pintu depan.

"Mau ngambil degan, Paman. Silvia minta degan malam-malam begini," ucapku jujur.

Paman malah tersenyum sendiri.

"Turuti saja dari anaknya ileran," ujar paman yang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri hanya Status    103. Siapa?

    POV Sintia. Aku masih merasa sakit hati oleh perlakuan Abian. Bisa-bisa ia memecatku tanpa bekas kasihan. Memang, sih sebenarnya aku tidak terlalu membutuhkan gaji dari Abian karena tanpa bekerja pun mertuaku setiap bulan mengirimkan uang yang cukup untuk kebutuhan kami bertiga. Dengan dipecat begitu aku kehilangan kesempatan untuk mendekati Abian.Dia sudah berhasil mempermalukan aku di rumah sakit. Sekarang ia pun harus berani menanggung resiko dari perbuatannya itu.Aku sengaja membuka gudang belakang untuk mencari sesuatu. Akhirnya yang aku butuhkan ketemu jua. Surat cinta yang ditulis tangan oleh seorang Abian. Cowok tampan pada masanya. Untung surat itu tidak dimakan rayap karena disimpan dalam lemari kaca.Tidak sia-sia aku memiliki hobi mengumpulkan barang-barang pemberian mantan. Di dalam lemari ini ada berbagai macam barang dari para lelaki yang pernah menjadi pacarku. Ha ha ha. Tawaku membahana setelah memposting status di FB. Aku ingin menertawakan kebodohanku sendiri

  • Istri hanya Status    104. Bertemu Anggraini.

    "Sama sekali kakak nggak tahu?" Kak Abian menggelengkan kepala."Tunggu. Berarti itu benar-benar pak Abian yang memeluk Sintia?" tanya Aiza. Aku menang belum cerita sama perempuan yang sedikit tomboy itu."Benar, Aiza. Tetapi, bukan tanpa alasan aku melakukan semua itu," ungkap lelaki yang menjadi ayah dari anakku. Aiza tampak serius, keningnya dilipat berkali-kali.Kak Abian pun menceritakan kenapa ia bisa memeluk Sintia di rumah kami. "Benar-benar gila perempuan itu!" ujar Aiza setelah mendengar penjelasan suamiku."Berarti ada yang mengabadikan saat kalian berpelukan saat itu. Tetapi siapa?" Aiza pun mengajukan pertanyaan yang sama denganku.Kami diam sesaat. Larut dalam pikiran masing-masing."Saya akan membantah status itu, Pak Abian, Silvia, kalian tentang saja." Aiza tampak geram. Tangannya pun dengan lincah menari di atas keyboard handphonenya. Aku masih berpikir siapa pelaku yang sudah mengambil foto mereka berdua? "Ini sudah kirim balasan untuk Sintia. Aku menggunakan ak

  • Istri hanya Status    Bab 105. Rujak.

    "Apaan, sih, Sayang. Anggraini itu sudah menikah satu tahun yang lalu. Jadi kamu tidak perlu khawatir aku akan kepincut dengan kecantikannya. Toh, tetap tidak akan berpengaruh seandainya dia belum menikah. Hati dan pikiranku saat ini hanya tertuju padamu," ungkapku sembari menyetir mobil. Wanita yang sedang hamil muda itu sepertinya tak percaya dengan ucapanku. Dia hanya mencebik. Aku kembali fokus ke arah jalan. Masih tak ada tanda-tanda dia akan merespon ucapanku. Tuhan … bukakan jalan pikirannya untuk bisa menerima penjelasanku. Aku akan menjelaskan sekali lagi. Kalau masih saja tidak didengarkan lebih baik aku diam saja. Biar dia tahu kalau aku pun bisa ngambek."Setahun yang lalu kakak dapat undangan dari Anggraini, Sayang. Dia menikah dengan seorang guru. Makanya tadi kakak tanya di sana sama siapa? Barangkali ia mau memperkenalkan suaminya pada kita," beberku tanpa ditanya terlebih dahulu. Aku menatap sekilas perempuan yang sedang membuang pandangannya ke luar jendela itu.

  • Istri hanya Status    106. Resepsi

    "Pelakor teriak pebinor. Aku tidak pernah merebut istri orang. Aku hanya mengambil permata yang telah dicampakkan oleh lelaki gila seperti Satria. Tolong ngaca sebelum ngaca sebelum ngomong. Bukankah kamu yang merebut Satria dari Silvia?" sindirku dengan tatapan mengintimidasi.Untung saja tadi yang ke turun bukan Silvia. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi bila istriku yang membeli rujak. Aku juga tidak tahu sejak kapan spesies manusia tak tahu malu itu datang ke sini? Mungkin baru saja. Ooh, itu rupanya mobil Satria. Berarti lelaki brengsek itu ada di dalam mobil sana."Berarti benar kamu menikah dengan Silvia? Aku tidak salah dengarkan kalau dia sudah hamil? Padahal seharusnya dia baru selesai masa Iddah. Kok ini sudah hamil atau jangan-jangan kalian sudah …." "Jaga ucapanmu. Kami tidak serendah yang kamu pikirkan. Istriku tidak memiliki masa Iddah karena suami kamu. Dan aku harus bersyukur serta berterima kasih padanya karena dahulu ia tidak pernah menyentuh istriku. Sehingga pe

  • Istri hanya Status    107. Kebakaran.

    "Sayang." Aku mengusap lembut punggung istriku. Namun, wanitaku tidak bergerak sedikitpun. Apalagi membuka mata. Sekali lagi aku menggoyangkan pundaknya, tapi masih saja bergeming dalam posisi meringkuk di bawah selimut.Baiklah, sepertinya aku harus pergi tanpa pamit dia terlebih dahulu. Semoga saja aku sudah kembali ketika dia bagun nanti, agar tidak khawatir.Aku segera mengambil jaket dari gantungan lemari setelah mencuci muka. Gegas, ke luar kamar setelah mendapatkan kunci motor. Kali ini aku harus membawa motor saja agar lebih cepat."Mau ke mana, Bian? Kok tumben bawa motor? Silvia pengen makanan?" tanya ibu di ambang pintu depan. Rupanya beliau masih terjaga. Ibu terlihat memindai penampilanku yang tidak seperti biasanya. Ya, jaket adalah pakaian yang jarang sekali aku kenakan. Saat ini aku sudah mengeluarkan motor."Mau ke ruko, Bu. Tadi satpam bilang ada kebakaran di sana. Doakan, ya, Bu, semoga masih ada yang bisa diselamatkan," ucapku sembari memanaskan mesin motor sebelum

  • Istri hanya Status    108. Ada dengan Ibu?

    "Bukan mahalnya yang aku inginkan, Kak, tetapi fungsinya. Apa gunanya membeli barang mahal kalau suatu saat nanti hanya akan menjadi sebuah rongsokan? Bagiku lebih baik murah tetapi bermanfaatnya." Begitulah jawabannya waktu itu.Pernah juga waktu itu aku tawarin untuk membeli gamis-gamis agar banyak koleksi bajunya. Namun, lagi-lagi dia menolaknya."Kak, baju di lemariku itu masih banyak. Buat apa beli lagi? Aku takut akan memperberat pertanggung jawabanku di hadapan Allah. Takut kalau mengoleksi baju-baju bagus. Aku takut menjadi pelit dan tidak mau memberikan baju itu pada orang lain," ungkapnya waktu itu."Namun, kakak ingin kamu ganti baju, Sayangku. Jangan hanya yang ada di lemari itu saja. Suamimu ini banyak uang lho, mampu beli apa saja. Masa baju istrinya hanya sebatas yang ada di lemari," bantahku saat itu."Baiklah kalau begitu. Aku mau dibelikan baju setelah baju-baju dalam lemari di sumbangkan. Besok antarkan aku ke rumah orang yang sekiranya layak menerima baju bekasku.

  • Istri hanya Status    109. Kondisi Ibu?

    "Apa yang terjadi dengan ibu, Sayang?" Sekali lagi aku ulang pertanyaan itu. Silvia tidak bisa langsung menjawab, hanya suara isakannya yang terdengar. Aku semakin khawatir dengan keadaan ibu. Ada apa dengan ibuku? Satu tanganku memegang handphone, sedang yang satunya lagi merapikan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjaku, sembari mendengarkan kelanjutan cerita istriku. "Ibu … ibu jatuh dari kamar mandi, Kak. Sekarang kami sedang dalam perjalanan ke rumah sakit," ucapnya disela isakannya. Tangis wanitaku semakin menjadi. Innalillahi. Hanya itu kata-kata yang mampu aku ucapkan saat ini. Aku menatap ke langit-langit gedung ruang kerja setelah sambungan telepon kami putus. Aku berusaha untuk menghalau tetesan air mata, meskipun cairan bening itu sudah ada di pelupuk. Robb … hikmah apa yang hendak Engkau tunjukkan pada kami? Hamba yakin di setiap musibah selalu ada hikmah. "Pak, saya titipkan karyawan, ya. Tolong diawasi mereka. Saya harap semua karyawan bekerja dengan benar

  • Istri hanya Status    110. MENCURIGAI.

    "Ibu sedang diperiksa dokter, Kak. Beliau tadi pingsan di kamar mandi. Sejak tadi tidak sadarkan diri." Allah … aku mengerjapkan mata berulang kali. Aku tidak mau menangis di depan istri. Aku harus kuat di saat dia sedang lemah seperti ini. "Aku takut, Kak. Takut ibu kenapa-kenapa." Tangisnya kembali pecah. Aku melepaskan pelukannya. Menuntunnya untuk duduk di kursi tunggu. "Kita berdoa semoga beliau tidak apa-apa. Semoga ibu panjang umur dan bisa melihat cucunya lahir ke dunia ini. Bisa bermain dengan Silvia kecil dan Bian junior," ucapku seraya mengelus perut istri yang masih datar.Bibir ini bisa menghibur wanitaku. Namun, aku sendiri butuh orang lain yang bisa menguatkan hati ini.Aku tidak tahu apa yang menyebabkan ibu seperti ini? Sepanjang ingatan, aku selalu meminta mbok Nur untuk membersihkan kamar mandi. Aku tidak ingin tempat membuang hajat dan tempat mandi itu licin yang akhirnya menyebabkan orang jatuh. "Kak, kenapa akhir-akhir ini banyak musibah yang menimpa kita,

Bab terbaru

  • Istri hanya Status    Akhirnya.

    Istri hanya Status Bab 51"Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun," ucap Abian dengan suara lemah setelah memeriksa denyut nadi kakeknya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Eyang Kakung telah tiada, tidak ada yang tahu kapan beliau menghembuskan napas terakhirnya. Menjelang tidur beliau pun masih terlihat segar bugar. Abian menemukan Eyang dalam keadaan yang sempurna. Matanya telah tertutup rapat. Bibirnya terkatup dengan benar. Bahkan ada senyum yang menghiasi bibirnya. Tangan Eyang pun sudah sedap bagai orang sedang salat, seolah sudah tahu kapan waktu ajalnya dijemput. Entah amalan apa yang Eyang lakukan selama ini sehingga meninggal dunia dalam keadaan baik. "Eyang kenapa, Kak?" Silvia muncul dari balik pintu dengan tergopoh-gopoh. "Eyang sudah nggak ada, Sayang." Tangan Abian menyeka sudut matanya yang basah. Lelaki itu segera merangkul istrinya yang mematung di tempatnya berdiri. "Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun." Silvia membalas pelukan suaminya. Mereka berdua seol

  • Istri hanya Status    132. Kembali Harmonis

    Istri hanya StatusPOV Author "Sayang. Kakak minta maaf, ya!" Abian mendekati wanita cantik yang sedang tidur di ranjangnya. Lelaki yang kini bergelar ayah itu menciumi punggung istrinya secara diam-diam. Pergerakan tangan Abian yang masif membuat Silvia terbangun. Ia membuka matanya sebentar tak lama kemudian dipejamkan kembali. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan suaminya.Silvia berbaring dalam posisi miring membelakangi Abian. Sehingga wanita itu bebas pura-pura tidur. "Sayang. Maafkan kakak yang masih egois. Maafkan suamimu yang kadang seperti anak kecil pola pikirnya." Abian terus menciumi punggung istrinya tanpa peduli ibunya Adiba mendengar atau tidak. Silvia merasa heran kenapa tiba-tiba Abian meminta maaf padanya? Apa karena ia diamkan atau sebab lainnya? Tentu, perubahan sikap Abian tidak terjadi begitu saja. Lelaki yang bergelar eyang Kakung yang telah berhasil menyadarkannya. Eyang Kakung sempat memarahi Abian secara habis-habisan. Sebab lelaki di penghujung usia it

  • Istri hanya Status    131. Kekecewaan Abian.

    Ah, mana mungkin aku hamil, kan diam-diam aku KB suntik tanpa sepengetahuan kak Abian. Iya, tanpa sepengetahuan lelakiku. Sebab ia ingin segera memiliki anak lagi. Sementara, aku ingin memberikan ASI secara full pada Adiba. "Sayang, kita periksa ke dokter, ya!" Kak Abian menuntun aku menuju ranjang. Kemudian menyodorkan segelas air hangat."Tidak perlu, Kak. Aku hanya masuk angin biasa. Nanti juga sembuh setelah dikerok." Kuteguk air hangat tersebut dengan pelan-pelan. Lumayan melegakan. "Kamu yakin, Sayang?" Lekaki yang telah membersamaiku itu menatap wajah ini dengan lekat. "Sangat yakin. Aku hanya butuh dikerok, Kak. Mau kan mengerok tubuhku?" Aku mengerlingkan mata ke arahnya. "Sangat mau. Kerok plus juga mau." Senyuman jahil terukir jelas dari bibirnya. "Ih maunya. Aku hanya mau dikerok biasa tidak pake plus." Aku menepis tangannya yang mulai jahil.*****"Sayang, dites ya?" Lakiku menyodorkan alat pengetes kehamilan. Aku yang baru selesai memberikan ASI pada Adiba terpaku b

  • Istri hanya Status    130. Garis Dua.

    Lihatlah, Sayang!" Kakak Abian heboh. Suara terdengar sangat bahagia. Dengan takut-takut aku membuka mata."Ini bener, Kak?" Aku menatap tak percaya pada alat tersebut. Garis dua terpampang jelas di sana. Bukan ucapan yang aku dapatkan, namun, pelukan serta kecupan di kening dan pipi bertubi-tubi."Kita sudah berhasil, Sayang." Pelukannya semakin erat. Air mata ini pun lolos begitu saja tanpa bisa dicegah. "Kita akan segera memberitahu eyang, Sayang. Tidak akan lagi ada drama dari eyang." "Baguslah kalau akhirnya kamu mau memberikan cicit untukku. Memang sudah seharusnya!" Ucapan pedas itu masih terus keluar dari bibir eyang, meski kami telah membawa berita bahagia. Kak Abian merangkul pundakku. Aku tahu maksudnya, membesarkan hatiku. Memintaku untuk bersabar oleh sikap eyangnya tersebut. ****Kandunganku sudah berusia 30 Minggu. "Cantik dan seksi bumilku." Kak Abian memeluk diriku dari belakang."Bohong!" bantahku dengan cepat sambil menggoreng sambal teri. Aku tahu dia itu han

  • Istri hanya Status    129. Kehadiran Eyang.

    "Assalamualaikum, Eyang, Apa kabar?" Lekas, Kuraih tangan yang sudah berkeriput itu. Kucium punggungnya dengan penuh takzim. "Dari mana kalian?" Pertanyaan pertama yang beliau berikan untukku. Lelaki itu masih saja sama. Tidak bisa ramah denganku. Entahlah. "Dari liburan, Eyang. Masa kerja terus takut kaya," seloroh Kak Abian seraya mencium punggung tangan kakeknya."Liburan terus. Kapan memberikan cicit padaku?" Tatapan tajamnya mengarah ke perutku. Aku merasa tidak nyaman."Sudahlah, Eyang. Kami itu baru saja sampai mau istirahat dulu." Kak Abian membawa koper kami ke dalam rumah.Aku pun mengikuti langkah suami. Entah mengapa aku merasa kehadiran eyang kaki ini akan membawa masalah. ****"Sudah berapa lama kalian menikah? Dan kalian belum juga memberikan keturunan padaku!" ucap Eyang saat kami selesai makan malam."Kami sudah berusaha, Eyang. Doakan saja semoga cepat diberikan momongan lagi." "Mau sampai kapan, Bian? Kamu itu satu-satunya pewaris Lukman. Kamu itu satu-satunya

  • Istri hanya Status    128. Nina.

    Assalamualaikum." Seorang perempuan muda dengan bayi dalam gendongannya berada di depan pintu rumahku. "Waalaikummussallam…." Aku menulis penampilannya yang kacau. Sembab di matanya membuatku iba. "Monggo masuk, Mbak." Aku yang tidak tahu asal usul wanita itu merasa tersentuh ketika menatap bayi mungil yang tampak kedinginan itu. Hanya ditutupi dengan selimut bayi yang tipis. Malam ini terasa sangat dingin karena tadi sore langit menumpahkan air dengan sangat derasnya. Bahkan saat ini masih gerimis kecil-kecil. Kenapa ia harus keluar dengan membawa bayi? Dengan langkah pelan dan malu-malu wanita yang usianya dibawahku mengikuti masuk ke dalam rumah. "Mbak ini siapa? Dan kenapa jam segini ke luar rumah?" Aku membuka obrolan setelah memberikan baju ganti untuk anaknya. Bayi yang aku taksir berusia delapan bulan itu sedang diberi ASI oleh ibunya. Aku tidak hanya memberikan baju ganti tapi juga kebutuhan bayi. Seperti minyak telon dan lain sebagainya. Aku menatap lekat wajah sendu

  • Istri hanya Status    127. Siapa?

    "Itu masalahnya. Dia tidak mau mengambil anaknya, pun tidak mengizinkan Devia diadopsi oleh orang lain. Dia berjanji akan memenuhi semua kebutuhannya tapi belum bisa merawatnya sendiri. Tadi pun membelikan semua kebutuhan Devia."Keterangan Bu Maemunah membuatku mengernyitkan dahi. Apa yang menyebabkan dia tidak mau mengambil anaknya? Apa mungkin istri baru yang menyebabkan bapaknya anak ini memilih menitipkan Devia di panti asuhan? Untung saja Kak Abian dari awal melarang aku ketika ingin mengangkat Devia menjadi anak kami. Pasti kami akan berurusan dengan bapaknya anak ini kalau itu beneran terjadi."Semoga kamu selalu sehat, ya, Nak." Aku mencium pucuk kepalanya lama.****Satu tahun telah berlalu dan aku belum diizinkan Allah untuk mengandung lagi. Lelaki yang menjadi suamiku pun benar-benar menepati janjinya padaku. Tidak pernah mengungkit tentang kehadiran anak padaku.Kesibukan kami pun bertambah. Tidak hanya mengurusi usaha saja. Kini aku fokus di panti. Mengurus anak-anak ya

  • Istri hanya Status    126. Bertemu Devia.

    Aku pun mengguncang pundaknya dengan keras. "Katakan ada apa, Za? Jangan kau buat aku penasaran seperti ini." Air mataku sudah tak terbendung lagi. "Anakmu telah tiada, Via." Mendengar ucapan Aiza, kepalaku kembali nyeri tak lama kemudian kembali gelap. "Alhamdulillah kamu sudah siuman, Sayang?" Kak Abian yang kini ada di dekatku."Azkha mana, Kak?" Pertanyaan pertama yang aku lontarkan pada lelaki di hadapan."Itu di depan. Yuk, kita lihat untuk terakhir kalinya sebelum dikafani dan dishalatkan!"Lagi-lagi hatiku hancur ketika menatap bayi mungil yang matanya terpejam dengan damai itu. Bayi yang aku kandung selama sembilan bulan lebih. Bayi yang aku tunggu kelahirannya di dunia ini. Bayi yang telah membuatku jatuh cinta meski belum pernah bertemu dengannya. Bayi yang aku sukai tendangan-tendangan halusnya. Aku menatap nanar pada tubuh mungil yang terbujur kaku itu.Anak yang belum sempat aku gendong itu begitu tampan. Ini pertemuan kami yang pertama kalinya tanpa sekat. Kemarin wa

  • Istri hanya Status    125. POV Silvia.

    POV Silvia"Nduk, makan dulu." Aku menatap sekilas ke arah pintu. Bi Baidah membawa baki berisi piring dengan gundukan nasi dan teman-temannya."Silvia belum lapar, Bi." Aku menatap nanar pada nampan yang dibawa istrinya paman Gozali."Bibi tahu kamu sedih, tapi harus dipaksakan untuk makan walaupun sedikit." Wanita itu ikut duduk di sampingku. Tepi ranjang. Aku tetap menggelengkan kepala. Selera makanku menguap entah kemana semenjak mengetahui bahwa anak kami harus dirawat di rumah sakit. Aku sendiri sudah diperbolehkan pulang.Bagaimana bisa aku makan enak di rumah, sedangkan anakku sedang berjuang untuk hidup di dalam ventilator. Banyak selang yang terpasang di tubuhnya.Terjadi infeksi pada saluran napas dan paru-paru yang disebabkan oleh air ketuban yang sempat tertelan olehnya. Itu yang membuatnya tak menangis kala dilahirkan ke dunia ini. Tubuhnya pun sudah berwarna biru. "Kalau kamu terus-terusan sedih di sini, bagaimana kondisi anakmu di sana? Kamu harus kuat dan tegar. Ka

DMCA.com Protection Status