"Lo bilang tadi dua sahabat somplak? Emangnya Aisyah punya dua sahabat?" tanya Sanjay saat dia sedang menyetir mobil."Iyq, istriku itu mempunyai dua sahabat dan keduanya itu benar-benar somplak, mungkin bisa dibilang cewek barbar ... tapi baik," jawab Okta."Wah! Boleh tuh kalau aku minta satu," celetuk Sanjay sambil mengedipkan sebelah matanya lewat kaca spion yang berada di depan.Aisyah hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Memangnya mereka barang? Kalau kamu mau ... dekati saja, tapi sepertinya yang satu tidak bisa karena dia sudah ada gebetan.""Tidak apa-apa, yang penting masih tersisa satu."Hingga tidak terasa mobil pun sampai di bandara, Aisyah dan Okta langsung menuju jet pribadi diantar oleh Sanjay, setelah itu mereka pun berpisah."Thanks ya Bro, udah nganterin gue sampai bandara. Nanti lo juga jangan lupa main ke Indonesia, biar lo juga dapat yang lokal," ledek Okta sambil menepuk bahu sepupunya."Siap! Nanti gue main deh ke Indonesia kalau kerjaan lagi luang.
"Kamu ini kenapa sih Dek? Di rumah itu baik-baik aja, papa juga nggak kenapa-napa, itu hanya perasaanmu saja. Mungkin kamu terlalu lelah. Ayo masuk ke mobil semua sudah menunggu di rumah!" Faisal mencoba untuk mengalihkan pikiran Aisyah."Iya sayang, itu mungkin hanya perasaan kamu saja. Kan selama di India kamu terus aja memikirkan Papa, bermimpi tentang dia. Jadi mungkin itu hanya kelelahan, udah mendingan sekarang kita masuk mobil, ini juga udah sore soalnya!"Akhirnya Aisyah pun masuk ke dalam mobil, sementara Faisal duduk di jok depan bersama dengan sopir. Dia melirik ke arah Aisyah yang terus saja menatap ke arahnya.'Maafkan kakak, Dek. Sesampainya di rumah kamu akan mengetahui semuanya. Tapi untuk saat ini waktunya tidak tepat, kamu baru saja pulang dan kakak tidak ingin membuat kamu menjadi drop.' batin Faisal.Sesampainya di rumah Aisyah dan Okta disambut dengan gembira oleh semua orang yang ada di sana, kemudian dia langsung memeluk tubuh Sang mama."Aisyah begitu sangat me
"Jawab Mah, Kak! Kenapa kalian diam aja? Ayo jawab!" desak Aisyah namun kali ini nadanya sedikit meninggi.Dia merasa kesal karena sejak tadi tidak ada yang menjawab pertanyaannya, mereka hanya diam seperti ada sesuatu hal yang besar ditutupi oleh semua yang ada di sana.Mama Rani tidak bisa menjawab, dia mulai menangis terisak membuat Lusi yang berada di sampingnya segera memeluk tubuh ringkih tersebut."Ada apa ini? Kenapa Mama malah menangis? Ayo katakan ada apa!" tanya Aisyah kembali yang tidak mengerti dengan situasinya sekarang."Papa kamu, Nak. Papa kamu ..." ucap Mama Rani yang tidak kuat untuk meneruskannya.Jantung Aisyah seketika berdetak lebih kencang saat mendengar kata Papahnya, dia merasa telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap papa yang selama ini ia banggakan."Kenapa sama Papa, Mah? Kak? Ayo jawab ada apa! Papa baik-baik aja kan? Kalian bilang kalau Papa sedang sibuk?" Kali ini Aisyah sudah tidak bisa lagi membendung air matanya."Maafkan kami Dek! Bukannya kakak d
"Iya Nak, firasat apa maksudmu?" timpal Mama Rani.Okta menatap lekat ke arah istrinya yang sedang pingsan. "Begini Mah, Pah, selama di India Aisyah selalu merasa gelisah dan juga cemas. Dia selalu bermimpi buruk tentang papa, itu kenapa dia selalu menanyakan tentang keadaan Papa pada kalian. Tapi walaupun kalian bilang jika Papa baik-baik aja, mungkin karena ikatan batin Aisyah tidak percaya, dia merasa telah terjadi sesuatu pada Papanya Tetapi dia mencoba untuk berpikir positif. Aisyah selalu bermimpi tentang Papah Mah," jawab Okta dan menjelaskan panjang lebar."Mimpi? Mimpi apa itu?" tanya Mama Rani dengan penasaran."Aisyah sering bermimpi Papahnya selalu menjauh saat dia akan menggapainya dan hilang ditelan kabut putih serta cahaya yang menyilaukan. Itu selalu membuat Aisyah bangun sambil menjerit memanggil nama papa Agam," ujar Okta menatap sendu ke arah sang istri.Mama Rani menutup mulutnya dengan tangan air matanya kian deras mengalir. Dia mengecup tangan Aisyah beberapa ka
"Waalaikumsalam," jawab semua orang yang ada di sana.Terlihat Aldo dan juga Ara masuk ke dalam, namun mereka merasa heran saat melihat wajah semua orang yang mendadak menjadi sedih."Tante ... Tante kenapa?" tanya Ara yang langsung duduk di samping Mama Rani. "Aisyah, mana dia? Udah pulang kan? Kok Tante malah nangis sih?" tanya Ara yang heran."Aisyah ada di dalam kamar," jawab Mama Rani dengan suara yang masih purau."Lalu ... Tante kenapa menangis?"Aldo menarik tangan Ara, hingga membuat wanita itu bangkit dari duduknya. "Apaan sih kanebo kering main tarik-tarik aja!" kesal Ara."Eh terompet 17-an, kamu kan tahu kalau tante Rani sedang sedih karena kehilangan Om Agam, pakai nanya segala lagi." bisik Aldo dengan nada yang sinis.Ara menggaruk belakang lehernya, dia lupa dengan apa yang sudah terjadi di dalam keluarga Aisyah. "Oh iya, gue lupa kanebo kering, hehehe ..." cengir Ara."Dasar terompet 17-an!" gerutu Aldo dan langsung mendapat injakan di kakinya, membuat pria itu mering
Jam menunjukkan pukul 20.00 malam, namun Ara masih belum juga pulang, dia masih ingin menemani Aisyah dan rencananya wanita itu akan menginap atas titah dari Mama Rani, karena dia tahu bahwa Aisyah saat ini tengah membutuhkan sahabatnya."Ya udah gue nginep di kamar tamu ya, tapi ingat kalau ada apa-apa lo langsung telepon gue," ucap Ara saat Aisyah akan masuk ke dalam kamar bersama dengan Okta."Lo tidur di kamar tamu? Nggak di kamar gue aja."Kedua netra Ara seketika membulat, begitu pula dengan orang-orang yang ada di sana."Astaga naga! Eh Saebah, lo ini waras? Lo mau buat gue jadi obat nyamuk gitu di kamar lo? Melihat bagaimana indahnya rasa cinta kalian, terus lo mau menodai mata gue, begitu?" kesalnAra sambil menekuk wajahnya."Maksud lo?" bingung Aisyah."Aduh ... lo itu kalau lagi sedih begini nih, otaknya sedikit konslet. Kan lo tau gue belum nikah sedangkan lo udah punya suami Aisyah Zuhaira. Masa lo sama suami sendiri lupa sih? Terus lo nyuruh gue untuk tidur di kamar? Yan
Ara hanya mengangkat bahunya. "Aku tidak menantangmu, tapi aku yakin kau tidak--" ucapan wanita itu tiba-tiba saja terhenti saat Aldo mencium bibirnya.Kedua netra wanita itu membulat, dia tak menyangka jika Aldo seberani itu. Padahal tadinya Ara hanya bercanda dan pura-pura menantang, akan tetapi ternyata Aldo beneran menciu-mnya.Dia mendorong tubuh Aldo hingga membuat pria itu berjarak beberapa senti, kemudian melayangkan tamparan yang cukup keras di pipi pria itu."Kau ... beraninya kau melakukan itu kepadaku, hah!" bentak Ara dengan sorot mata yang begitu tajam.Aldo memegangi pipinya yang masih terasa panas, baru pertama kali ada seorang wanita yang berani melayangkan tangannya di pipi Aldo."Berani kau menamparku!" geram Aldo."Kenapa tidak? Kau sudah berani menciumku, jadi seharusnya bukan hanya tamparan yang kulayangkan, tetapi sebuah balok kayu. Oh ... atau sebuah tendangan pada pusaka itu!" tunjuk Ara pada bawah perut milik Aldo.Melihat itu Aldo langsung menyilangkan tanga
"Bukan maling apa-apa kok," jawab Aldo karena dia merasa malu."Dia maling ciu-man pertamaku," celetuk Ara dengan jujur, membuat Aldo seketika menatapnya dengan tajam.'Dasar terompet 17-an. Kenapa dia jujur sekali? Apa dia tidak malu?' batinnya merasa heran.Semua yang ada di sana seketika terkekeh, "jadi maling yang semalam kamu bilang sama Tante itu Aldo?" tanya Mama Rani dan langsung dibalas anggu kan oleh Ara."Lagi pula bibirmu tidak ada manis-manisnya, hambar kayak roti tawar," ujar Aldo sambil memakan roti yang ada di tangannya.Ara semakin dibuat kesal, kemudian dia lagi-lagi menginjak kaki Aldo. Namun, bukan itu saja, dia langsung mengambil air putih di gelas dan menyiramkannya ke kepala Aldo."Jaga ya ucapanmu ya! Jangan kau berfikir semua wanita itu sama, mau untuk kamu lecehkan!" marah Ara, membuat semua yang ada di sana seketika tercengang. "Seharusnya memang aku tidak mematahkan hidungmu, tapi ku sate senjatamu!" ancamnya.Aldo, Faisal dan Okta seketika menelan ludahnya