Wajah dan rambut Naila terlihat basah oleh air hujan. Andri menatap lekat wajah cantik bahkan terlihat seksi. Wajah tirus, kulit putih, bibir tipis merah muda dan hidung yang mancung, menurutnya sempurna untuk seorang wanita.Ah, kalau saja dia itu pacarku, batin Andri yang semakin terpesona."Kamu liatin apa?" Tiba-tiba saja suara Naila menyadarkan Andri."Eh, nggak ada. Maaf." Andri terlihat malau ketika kepergok oleh Naila.Naila tersenyum.Senyumnya sungguh manis, ya Tuhan, tolong,jerit hati Andri yang semakin terpesona."Makasih, ya, Kak.""Untuk apa?""Kakak sudah melindungiku dari hujan oleh payung yang Kakak bawa.""Oh, gak papa. Nai, kita belum berkenalan," ujar Andri sembari mengulurkan tangan. "A
Siang itu Bram pulang membawa serta sang istri. Dalam rumah yang besar itu, ia hanya tinggal bersama satu pembantu, security dan sopir pribadi. Nuansa putih terasa ketika memasuki rumah megah nan mewah yang berdiri kokoh di antara bangunan sederhana. Rumah Bram merupakan rumah yang paling mewah di sana.Tangan Naila ditarik menuju kamar, Naila yang tampak cantik membuat Bram begitu tergoda. Sungguh, ia tergila-gila pada kemolekan tubuh wanita cantik yang masih tertutup oleh kebaya, gadis cantik itu kini telah menjadi istrinya.Bruk!Naila didorong ke tempat tidur yang berukuran king size. Tubuh molek itu ambruk di ranjang yang dibalut oleh sprei berwarna putih. Bram pun membuka jas serta melonggarkan dasi yang ia kenakan."Om, Om mau apa?" tanya Naila dengan bibir bergetar dan mata yang mulai berkacaBram tidak menjawab, ia mendekati tubuh istrinya
Naila bergegas mengambil tas kecil lalu menyampirkan di pundaknya. Ia tampak cantik dengan mini dress di bawah lutut dengan rambut yang diikat tinggi sehingga memperlihatkan leher jenjang nan putih.Ia berjalan cepat yang membuat asisten Rumahnya bertanya. "Non Naila mau ke mana?""Nai ada perlu sebentar, Bi. Tidak lama kok, hanya sebentar juga pulang lagi," terang gadis cantik pada asisten rumah Bram."Baik, Non. Hati-hati!"Dengan sepatu heels ia melangkah ke luar rumah. Bersegera pergi menggunakan taksi walau ada sopir pribadi yang siap mengantar kemana pun ia pergi. Gadis itu berpacu dengan waktu, ia terlalu takut kalau suaminya akan lebih dulu sampai di rumah. Walau bagaimanapun, Naila belum mengetahui jam pulang kerja suaminya.Ah, semoga saja Om Bram belum pulang,batinnya yang disertai degup kencang dalam dada.
Bram mulai membuka handuk kimono yang dipakai oleh Naila, kini ia terlihat mengenakan gaun malam pendek warna merah menyala dan transparan membuat hasrat Bram semakin liar.Bram mulai mencumbu tiap inci bagian tubuh Naila yang molek, tidak perlu ia singkap karena tubuh molek itu telah terlihat karena baju malam transparan yang ia kenakan. Tangan Bram mulai menarik tali yang yang melilit sebagai kancing penutup, terlihat sudah kini punggung putih Naila yang membuat Bram semakin tidak karuan."Ah, sial! Panas lagi!" keluhnya karena pada saat itu listrik mati sehingga AC pun tidak dapat berfungsi.Bram meninggalkan tubuh Naila, ia membuka jendela kamar. Terasa semilir angin malam yang menerpa tubuhnya yang memang terasa panas. Bagaimana tidak, dengan degup yang semakin tidak karuan ia harusnya mulai menikmati indahnya malam pertama malah terjadi tragedi mati lampu yang membuatnya kepana
Bram semakin penasaran untuk mencumbu tubuh Naila. Setelah dua Minggu mereka menikah, ia menunggu dengan berbagai alasan. Bram sudah tidak sabar, terlebih lelaki itu mempunyai gairah bercumbu yang besar."Kali ini aku harus mendapatkan tubuh Naila, masa sudah satu Minggu aku tidak mendapatkan apa-apa? Sia-sia uangku dulu membeli dirinya!"Tidak kalah licik, Bram membeli obat perangsang untuk Naila. Ia membayangkan akan tubuh seksi yang siap memuaskan hawa nafsunya yang membara."Tunggu kau Gadis, nanti kamu akan merasakan hal itu sama sepertiku, bahkan bisa saja melebihi hasrat yang ada dalam diri ini." Bram menyeringai kala membayangkan tubuh istrinya yang belum pernah ia miliki seutuhnya.Ia bergegas pulang setelah urusan di kantornya selesai.**"Siang, Tuan," sapa asisten rumah tangganya.
"Selamat pagi, Om?" sapa Naila pagi itu.Bram melirik, dia terlihat sedang mengancingkan lengan kemejanya kemudian hendak memakai dasi."Sini aku bantu," ujar Naila yang kini mengambil alih dasi yang telah melingkar di leher, dengan lembut Naila membenahinya. "Sudah, Om," ujar Naila dengan seulas senyum di bibir merah mudanya.Bram melangkah meraih tas yang ada di meja kerja kemudian keluar kamar begitu saja tanpa ada kata terima kasih dari bibirnya.Om Bram kenapa? Batin Naila yang melihat suaminya kembali berubah dingin.Tiba-tiba saja ponsel Naila berdering, ia meraihnya di nakas kemudian menggeser layar ponsel miliknya."Halo?""Nai, tolong Ayah," lirih suara lelaki dari dalam ponsel."Ayah kenapa?""Ayah dikejar d
"Bagaimana kabar suamimu, Man?" Bram bertanya dengan binar mata bahagia, setelah lima belas tahun terpisah tanpa kabar akhirnya mereka kembali dipertemukan.Amanda tertunduk. "Aku telah bercerai tiga bulan lalu," jawab Amanda lirih."Kenapa?""Dia menyalahkanku karena sampai usia pernikahan kami belasan tahun belum juga dikaruniai anak, padahal--" ucap perempuan itu terhenti, dia terlalu bersedih ketika harus kembali terkenang pada sosok mantan suami yang dulu meninggalkannya."Padahal?" Dahi Bram mengernyit dengan sorot mata penuh tanya."Padahal dia sendiri yang sibuk, bahkan kami melakukan hal itu sangatlah jarang dan yang paling menyakitkan. Aku melihat dia bersama orang lain. Lebih parahnya, di ternyata penyuka sesama jenis." Air mata Amanda menetes, wajahnya memerah menahan semua pilu yang dia rasa saat terkenang masa pahi
Bram memacu mobil dengan kecepatan tinggi, dia melesat menuju rumah yang menjadi istananya. Dalam hatinya, Bram merindu sosok cantik yang kini menjadi istrinya, apakah dia benar-benar telah jatuh cinta pada Naila?Laki-laki berusia matang itu langsung menuju kamar. "Naila?" ucapnya yang kemudian menyalakan lampu kamar. Sayangnya Naila tidak ada dalam kamar.Bram menuju ke tempat tidur, lelaki itu memastikan kalau Naila memang tidak ada di sana ataukah matanya yang salah?"Kemana dia?" Bram duduk di tepi ranjang. "NAILAAA!!!" teriak Bram yang membangunkan asisten rumah tangganya."Kenapa, Tuan? Ada apa?" tanya asisten rumah tangganya ketika ada di depan pintu kamar Bram.Lelaki itu memandang tajam yang membuat asisten rumah tangganya bergidik takut, nyalinya ciut untuk menghampiri lelaki dengan wajah yang merah bagaikan terbakar.
"Halo Pak, saya ingin membuat laporan. Tolong tangkap orang ini yang sudah melakukan penganiayaan dan percobaan pemerkosaan terhadap istri saya. Posisi kami ada di Jalan Kenanga nomor 30," ujar Bram dalam sambungan ponselnya. Ponsel itu kemudian ditutup dan Bram meletakkan ponselnya di meja, tepatnya ada di samping Naila. Bram mengusap lembut pucuk kepala sang istri, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah menyesal. Menyesal karena dia tidak mempercayai ucapan dari istrinya, dia terlalu percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya. Naila masih terdiam, Bram menggendong tubuh gadis itu kemudian memasukannya dalam mobil. Cukup lama Bram menunggu pihak polisi datang. Hingga akhirnya satu mobil bersirine lengkap dengan beberapa lelaki berpakaian gagah keluar dari mobil. "Siang, Pak. Apa Bapak yang tadi mengisi laporan dalam sambungan telepon?" ujar salah seorang dari mobil bers
Bel rumah berbunyi.Asisten rumah tangganya pun segera berlari ke pintu depan. Di rumah sepi, hanya ada asisten rumah tangga Bram. Sedangkan Naila dan sopir pribadinya sudah berangkat setengah jam yang lalu untuk menemui Bram.Pintu terbuka.Mata asisten rumah tangga itu membulat, seperti terhipnotis dirinya hanya mematung dan untuk mengucap satu kata pun bibirnya terasa kelu."Bibi kenapa?" ujar Bram sambil melambaikan tangan tepat di depan wajah asisten rumah tangganya."Tu-tuan Bram?" katanya dengan nada terbata."Iya, ini saya, Bram. Bibi kenapa, sih? Seperti melihat setan saja," ujar Bram yang merasa heran ketika melihat asistennya."Bu-bukannya Tu-Tuan Bram Kecela-kaan?" kata yang semakin terbata terucap dari bibir pembantunya."Wh
Timbul kecemasan pada Naila karena hingga jam sebelas siang, suaminya belum juga pulang. Dia mulai menghubungi Bram tapi sayang ponselnya tidak aktif. Gadis itu mulai membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Tiba-tiba saja Naila mendengar deru mesin mobil yang memasuki halaman rumah yang luas dengan rumput yang hijau. Wanita itu berlari ke arah jendela, dia melihat kalau suaminya sudah sampai di rumah. Dengan perasaan senang, gadis itu meraih cincin yang ada dalam sebuah kotak merah, kemudian berlari untuk menemui Bram. "Om Bram?" sapa Naila dengan senyum manis dan binar mata bahagia. "Kenapa kamu?" tanya Bram ketus. "Mari, kita makan, Om. Pasti Om Bram belum sarapan, kan?" Naila masih bersikap manis walau Bram masih ketus dan sombong. Lelaki itu pun berjalan berdampingan denga
Bram menghabiskan malam di club, kerlap-kerlip lampu dalam ruangan gelap memberikan kesan ceria walau tidak dengan hatinya. Dentum musik yang kuat mengalihkan perasaan Bram yang kini telah kalut. Dia masih mengira kalau Naila berselingkuh, sama seperti mantan kekasihnya.Satu gelas minuman beralkohol larut membasahi kerongkongannya yang haus karena luapan emosi yang mendalam. Gelas demi gelas alkohol kini telah menguasai tubuh dan pikirannya. Bram kini sudah tidak sadarkan diri, bahkan ketika club hendak tutup, Bram masih sulit untuk meninggalkan tempat itu, walaupun beberapa kali pelayan di sana telah menyuruhnya pulang."Rese banget sih, ni orang!" keluh salah satu pelayan club."Sabar, dia memang sering seperti ini. Kita coba tunggu saja dulu sambil menunggu waktu tutup club," ujar pelayan yang sudah mengetahui kebiasaan Bram.Mereka tidak berani kasar terhadap Bram, karena lelaki in
"Kenapa aku di sini?"Naila yang heran ketika dia terbangun sudah ada di tempat tidur. Matahari pun telah bersinar cerah, tetapi tidak dengan Naila. Gadis itu belum menjelaskan inti permasalahan itu pada suaminya.Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan terlihat sesosok pria bermata elang. Sorot mata tajam yang terkadang membuat Naila merasa takut. "Om Bram?" gumamnya kala lelaki itu mendekatinya."Apa yang kamu mau katakan padaku? Hingga kamu rela tidur terduduk di sofa seperti itu, hah?" tanya Bram yang kini duduk di tepi ranjang."Em, itu--masalah kemarin, Om salah paham," ujar Naila."Salah paham gimana?""Sebenarnya aku--" Kata itu terputus saat dering ponsel Bram berbunyi."Sebentar," ujar lelaki itu kemudian meraih ponsel yang ada di nakas.
Baru juga beberapa detik Bram menyaksikan tangan Naila digenggam laki-laki lain, dia sudah terbakar cemburu. Dia langsung tancap gas, melesat meninggalkan Naila."Aargghh! Sialan! Ternyata kelakuan dia seperti itu di belakangku!" umpatnya sambil memukul stir mobil, "sial, sial, siaaall!!!"Dengan kecepatan tinggi, Bram melesatkan mobilnya menuju rumah. Hatinya sungguh geram ketika melihat Naila. Baru digenggam saja, Bram sudah marah seperti itu. Bagaimana kalau dirinya menjadi Naila? Bram tidak berpikir kalau dirinya pun bersikap seperti itu, bahkan sangat jauh dari itu. Bram sudah tidur dengan perempuan lain dan bukan hanya satu. Apa dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai Naila?Sesampainya di apartemen, Bram langsung masuk ke kamar lalu membanting pintu dengan kasar. Tubuh jangkungnya kini sudah terhempas di ranjang. "Aarrgghhhh!"Bram berusaha memejamkan mata, tetapi lelaki itu tidak dapat tidur. Bagaimana bisa, yang ada dalam pikira
Bram menoleh dan dia terkejut ketika seorang wanita yang memanggil namanya ternyata Naila, gadis yang resmi menjadi istrinya."Kamu lagi apa di sini?" tanya Bram pada Naila."Loh, yang ada Om Bram kenapa ada di apartemen janda?" tanya Naila yang terlampau emosi.Niken cukup tercengang, ternyata dalam beberapa hari lalu yang bermain gila dengan janda ini merupakan suami dari sahabat yang sudah dia anggap adiknya sendiri.Kasihan sekali Naila, batin Niken yang melihat kejadian ini."Heh, jaga mulutmu, ya?!" tukas Amanda tidak terima, walau sebenarnya apa yang dikatakan Naila itu benar. Dia memang seorang janda."Loh, emang benar, kan? Tante itu janda? Aku tau, tidak semua janda seperti Tante. Tetapi kenapa aku dipertemukan dengan janda seperti Tante?" jawab Naila."Bram, aku tidak terima deng
Jasad telah dikebumikan, para pengantar jenazah telah membubarkan diri. Tinggallah Naila, Riyanti dan Bram yang ada di pusara itu."Naila, maafin Tante. Tante harus pulang ke Semarang, ayah Tante sakit," ujar Riyanti ketika masih di depan kuburan suaminya yang masih basah."Iya, Tante. Hati-hati," jawab Naila tanpa menoleh, gadis cantik ini masih menatap pusara ayahnya."Maaf, Nai. Rumah Papamu sudah diambil alih oleh pihak bank karena perusahaannya mengalami kebangkrutan.""Apa?"Naila membulatkan mata, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Riyanti. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya berusaha mengikhlaskan, itu saja yang mampu dia lakukan."Iya, Nai. Papamu pun masih punya utang sama Bram. Tanpa sepengetahuanmu, Rudi telah meminjam uang yang cukup besar pada Bram dan maaf, hal itu T
Bram memacu mobil dengan kecepatan tinggi, dia melesat menuju rumah yang menjadi istananya. Dalam hatinya, Bram merindu sosok cantik yang kini menjadi istrinya, apakah dia benar-benar telah jatuh cinta pada Naila?Laki-laki berusia matang itu langsung menuju kamar. "Naila?" ucapnya yang kemudian menyalakan lampu kamar. Sayangnya Naila tidak ada dalam kamar.Bram menuju ke tempat tidur, lelaki itu memastikan kalau Naila memang tidak ada di sana ataukah matanya yang salah?"Kemana dia?" Bram duduk di tepi ranjang. "NAILAAA!!!" teriak Bram yang membangunkan asisten rumah tangganya."Kenapa, Tuan? Ada apa?" tanya asisten rumah tangganya ketika ada di depan pintu kamar Bram.Lelaki itu memandang tajam yang membuat asisten rumah tangganya bergidik takut, nyalinya ciut untuk menghampiri lelaki dengan wajah yang merah bagaikan terbakar.