Home / Romansa / Istri Yang Tersakiti / Pertemuan & Kampus

Share

Pertemuan & Kampus

Author: Nona Kirei
last update Last Updated: 2021-04-26 11:09:57
Pagi itu, Naila bangun lebih awal kemudian sarapan bersama Rudi dan Riyanti. Keduanya sudah terlihat rapi, entah hendak ke mana. Padahal, Rudi libur bekerja.

Menikmati sarapan bersama walau dalam hati Naila sesak jika mengingat akan perjodohannya dengan lelaki yang berusia cukup jauh di atasnya dan lagi tidak pernah bertemu sebelumnya.

"Ayah mau ke mana?" tanya Naila ketika Rudi dan Riyanti bangkit dari kursi. Padahal, Naila baru saja duduk di sana. 

"Kami ada perlu, Sayang," jawab Riyanti dengan penuh perhatian yang membuat Rudi sedikit heran. 

Lagi-lagi, aku hanya ditinggal sendiri, batin Naila mengeluh kesal.

"Baik-baik di rumah, ya, Sayang." Riyanti mencium pucuk kepala Naila. 

"Tapi, Tante. Nai mau keluar rumah, sudah ada janji dengan teman." Naila beralasan. 

"Oh, ya sudah gak papa. Hati-hati. Kami pamit, ya? Bye, Honey," ujar Riyanti yang membuat heran Naila. 

Aneh, batin Naila, karena Riyanti biasanya tidak selembut itu padanya.

** 

Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Naila bersiap untuk  pergi menemui kekasihnya. 

"Emm ... pakai baju yang mana, ya?" 

Lemari besar itu ia buka, matanya mencari mini dres yang hendak dikenakan. Hati Naila senang karena ia akan bertemu dengan Radit. Dres dengan warna merah jambu akhirnya ia pilih karena Radit menyukai warna-warna lembut. Naila menyisir rambut panjangnya yang ia biarkan terurai, wedges yang tidak terlalu tinggi menyempurnakan penampilannya pagi itu. Hingga tidak terasa, waktu telah menunjukkan jam setengah sepuluh pagi. Naila pun bergegas menuruni anak tangga setelah menyampirkan tas kecil di pundaknya. 

"Mang, antar Nai ke taman!" teriak Naila memanggil Asep, sopir pribadinya. 

"Baik, Non. Sebentar." Asep pun kini mengeluarkan mobil berwarna merah itu dari garasi. "Mari, Non," ajaknya ketika mobil sudah di luar garasi. 

Naila melangkah untuk memasuki mobil itu dengan anggun, ia duduk di belakang kemudi. "Jalan, Mang," pintanya Ketika ia sudah duduk. 

Mobil melesat ke taman dimana Naila dan Radit telah berjanjian. Hingga tidak terasa, Naila lebih dulu datang ke taman. Di bangku putih itu biasanya Radit menunggu lebih awal, tetapi tidak untuk hari ini. 

Radit ke mana? Batin Naila kala melihat bangku putih itu masih kosong. 

"Non, Mamang tunggu di sini, ya?" ujar Asep dalam mobil. 

"Engga usah, Mang. Nanti Nai bisa pulang sendiri naik taksi."

"Baiklah, kalau ada apa-apa hubungi Mamang saja, ya, Non?"

Naila mengangguk, ia berlalu pergi menuju bangku putih dimana ia dan Radit mengurai canda tawa selepas sekolah. 
Naila masih duduk termenung, padahal waktu sudah menunjukkan jam sebelas siang.

Kok Radit belum sampai juga? Batin Naila yang mulai resah mengkhawatirkan kekasihnya. 

"Radit?"

Naila melihat Radit turun dari sepeda motornya. Ia mendekat ke bangku dimana ada Naila yang telah menunggunya sedari tadi.

Wajah Radit tampak lesu, apa dia sakit? Batin Naila.

"Hai, Nai. Maaf lama," ujar Radit di depan Naila. 

"Oh, iya gak papa. Aku melihatmu sekarang di sini juga sudah sangat senang, kok."

Naila sangat senang ketika Radit sudah ada di depan matanya walau tak dimungkiri ada rasa khawatir kala melihat wajahnya yang pucat pasi. 

"Nai, aku mau berpamitan sama kamu," ujar Radit yang masih berdiri di depan Naila. 

"Pamit? Maksudmu?" 

"Aku akan meneruskan kuliah di London, kita tidak bisa barsama lagi. Maaf, hari ini juga kita putus." Radit berlalu pergi tanpa mau mendengar kata atau pertanyaan dari Naila. 

Naila masih duduk memantung. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh kekasihnya. Tiada badai yang berarti pada hubungan mereka tetapi tiba-tiba saja Radit memutuskannya. Sakit. Rasa sakit dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang kekasih hingga bulir bening itu terjatuh dari pelupuk mata indah Naila. 

"Tega kamu, Dit. Apa salahku? Padahal, saat itu kamu sendiri yang mengatakan akan memperjuangkan cinta kita. Lalu, apa hanya segitu rasa cintamu buat aku?" Naila hanya bisa meratapi kenyataan yang menimpa dirinya.

*** 

Di sisi lain, ada Riyanti dan Rudi yang sedang membicarakan tentang rencana perjodohan putrinya dengan Bram. 

"Gimana, Bram?" tanya Rudi.

Usia Rudi dan Bram tidak terpaut jauh, sehingga selain rekan bisnis mereka juga seperti seorang sahabat, mereka hanya terpaut empat tahun saja. 

Bram memandang foto Naila. 

"Gimana? Cantik 'kan, putri kami?" ujar Riyanti.

Bram mengangguk dengan mata yang masih terfokus memandang wajah cantik Naila. 

"Baiklah, saya harus membayar berapa untuk melunasi seluruh hutangmu, Rud?" 

Rudi pun menyebutkan nominal uang yang sangat besar pada Bram. Seketika itu juga, Bram menyetujui dan memberikan selembar cek yang telah ditandatangani.

"Isi saja sesuka hatimu," ujar Bram yang membuat hati Rudi sedikit tergores karena seperti telah merendahkannya.

"Baiklah, terima kasih," ujar Riyanti yang buru-buru mengambil cek dari meja. 

"Baikla, saya permisi dan saya serahkan semuanya pada kalian. Pernikahannya jangan dibesar-besarkan, karena ini menurutku bukanlah pernikahan impian. Aku hanya membeli anak kalian saja." Bram berlalu pergi dengan tangan yang masuk dalam kantong celana. 

"Apa? Tega sekali dia bilang seperti itu?" ujar Rudi ketika Bram sudah berlalu pergi, ia merasa kesal karena Bram dengan seenaknya menyebut dirinya menjual Naila. 

"Sudah, memang keadaannya seperti ini. Yang penting kan perusahaanmu bisa terselamatkan, Mas, dan anakmu juga akan mendapatkan kebahagiaan dengan uang yang tercukupi dari Bram. Bahkan mungkin bergelimang, bukan hanya cukup saja." Riyanti menenangkan suaminya. 

Rudi hanya mendengus kasar. Ia merasa tersinggung dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Bram, tetapi harus bagaimana lagi? Mungkin apa yang diucapkan Riyanti ada benarnya. 

"Nih, liat. Aku akan mengobati kekesalanmu terhadap Bram." Riyanti memperlihatkan cek dengan nominal yang sudah ia tulis. 

"Tiga kali lipat?" ujar Rudi dengan mata yang membulat. 

"He'em, tadinya aku akan mengisi lebih dari ini, tetapi takut Bram menyadari kalau kita mengambil lebih dari ini." Riyanti menyeringai. 

"Oh ... oh ... oh, istriku memang paling cerdik dengan hal-hal seperti ini. Makasih, Sayang." Rudi mencium kening Riyanti. 

Pertemuan itu akhirnya membuahkan hasil yang manis untuk Rudi dan Riyanti. Bagaimana tidak, perusahaan mereka selamat, mendapatkan uang secara cuma-cuma pula. 

"Mas, sudah lama aku tidak membeli mutiara, koleksi di rumah hanya itu-itu saja, bosan tau," rengeknya manja. 

"Iya, Mas paham. Ya sudah, kita cairkan saja cek ini dan belilah apa yang hendak kamu beli, Sayang."

"Aahh ... maksih, Sayang." Riyanti menghambur dalam pelukan hangat Rudi. 

***

Dalam kamar bernuansa putih, Naila masih menangis ia belum percaya dengan keputusan yang diambil oleh kekasihnya. 

"Dit, padahal dulu kamu begitu memperjuangkanku. Kamu selalu ada, bahkan saat kuterpuruk kehilangan Ibu. Kenapa, Dit? Apa salahku?"

Naila masih terus menangis, air mata itu terus luruh membasahi mini dres yang ia kenakan, rambutnya pun sudah sedikit berantakan. Di kamar itu ia hanya duduk termenung melihat lagit-langit kamar dan sesekali ia melihat ponselnya berharap Radit menelepon untuk menjelaskan penyebab ia meminta putus secara tiba-tiba. 

Malam semakin larut, matanya masih enggan terpejam. Naila akhirnya memutuskan untuk menelepon Radit malam itu. 

'Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi....' Berulangkali ponselnya menyahut seperti itu.

"Radittt!!! Kamu tega sama aku!" Naila sedikit berteriak meluapkan emosi. 

*** 

Naila sudah mulai beraktivitas di kapus barunya. Suasana mahasiswa baru begitu kental terasa diacara ospek pagi itu. Seluruh calon mahasiswa memakai atasan kemeja putih dan bawahan celana/rok berwarna hitam. 

"Ups ... sorry ...." ujar seorang laki-laki berparas tampan. 

"Tidak apa-apa, Kak. Saya yang minta maaf," jawab Naila sambil sedikit merapikan tatanan rambut yang dikepang dua. 

"Aku Andri, namamu siapa?" Lelaki itu mengulurkan tangannya memperhatika wajahnya yang memang terlihat cantik walau dandanannya terlihat aneh. 

"Aku Nai--" ucapannya terhenti ketika mendengarkan pengumuman dari Kakak tingkatnya yang mengharuskan untuk masuk ke aula kampus dengan segera. "Maaf, Kak. Aku pamit, ya?" Naila berlalu pergi. 

"Nai? Cantik, aku suka dengan wajah dan sikapnya." Andri pun ikut masuk dalam koridor kampus. 

Serangkaian acara telah dimulai, hingga tidak terasa, waktu ospek akan segera berakhir. Lagi-lagi Naila bertemu dengan Kakak kelasnya. Saat itu, Naila tidak sengaja menabrak Andri yang sedang berjalan menuju tempat rapat pengurus BEM. 

"Kak Andri?" ujar Naila dengan mata membulat. "Maaf," sambungnya sambil merunduk. 

"Tidak masalah, aku yang salah kok. Maaf, ya? Kamu mau ke mana?"

"Aku mau pulang, Kak."

"Oh, ya sudah, hati-hati, Nai." 

"Iya, Kak. Mari." Naila berlalu pergi.

Andri menatap lekat wanita cantik yang kini berjalan menjauh darinya, ia hanya melihat Naila dari belakang. Mata itu terus tertuju pada Naila, hingga tubuh wanita itu sudah menghilang dari pandangannya.

"Woy!" Salah seorang sahabatnya mengagetkan Andri. 

Andri terperanjat. 

"Sialan, lu!" ketusnya.

"Ngelanunin apaan sih?" ujar Niken, sahabat dekatnya. 

Niken merupakan wanita tomboy, ia berteman dengan Andri sudah dari awal masuk kuliah. Tidak ada perempuan yang betah berteman dengannya karena Niken terlalu cuek bahkan sedikit petakilan seperti lelaki. 

"Idih, dasar cewek mah kepoan!" ledek Andri. 

"Eh, ralat! Gak terima gue!"

"Oh, iya, lu kan cowok, ya, Ken?"

"Astaga, walaupun penampilan gue kayak cowok, 100% gue cari yang batangan," candanya.

"Yee ... hape kali batangan. Udahlah, gue mau ambil tas."

"Gue ikut!!!" Berlari mengejar Andri. 

*** 

Kali ini Rudi menemui Bram di kantornya, dengan mobil berwarna hitam ia diantarkan oleh sopir pribadi. 

"Silakan, Pak," ujar sang sopir yang membukakan pintu. Rudi merapikan jas dan berlalu begitu saja.

Ia berjalan dalam koridor kampus, di mana begitu banyak pekerja yang beraktivitas saat itu. Bahkan, perusahaannya teramat besar. 

Tidak sia-sia aku memiliki sahabat seperti Bram, yaa ... walaupun ucapannya sering menyakitiku, batin Rudi. 

"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?" tanya resepsionis kantor. 

"Saya mau bertemu dengan Bram."

"Apakah sudah ada janji sebelumnya?"

Ah, buat janji segala. Dia kan mau menjadi menantuku, batinnya dengan bibir tersungging. 

"Sudah, boleh antar saya ke ruangannya?"

"Boleh, Pak. Tapi tunggu dulu, baru saja Pak Bram menerima tamu."

"Ya sudah, saya tunggu di depan ruangannya saja karena ada hal penting yang saya hendak bicarakan."

"Baiklah, kalau begitu. Security! Tolong antar Pak Rudi ke depan ruangan Pak Bram," ujar resepsionis memanggil security

Rudi di antar oleh security kantor. Mereka menaiki lift.
Lift itu terhenti ketika menunjukkan di angka delapan. 

"Mari, Pak," ajak securty itu. 

Bram mengangguk kemudian berjalan mengikuti security itu. 

"Ini ruangannya, Pak."

"Terima kasih."

"Apakah ada yang dapat saya bantu lagi?" tanya security sebelum ia pergi. 

"Tidak, terima kasih." 

Rudi duduk di samping ruang kerja Bram. Sudah satu jam menunggu yang membuatnya bosan. Rudi akhirnya mendorong pintu ruang kerja Bram setelah beberapa saat batinnya berperang antara membuka pintu atau menunggu. 

Pintu terbuka. 

Sepasang mata Rudi membulat. "Bram!" ujarnya ketika tangan itu masih memegang handle pintu. 

"Rudi?" Ekspresi yang tidak kalah kaget, terlihat di wajah pria dewasa yang hendak menjadi suami dari putrinya. 

Rudi melihat seorang perempuan yang sedang duduk di pangkuan Bram, bukan hanya itu, gadis itu melingkarkan tangannya pada tengkuk Bran dengan tatapan menggoda. Gadis itu sedikit heran ketika melihat Rudi yang datang secara tiba-tiba. 

"Apa yang kau lakukan, hah?!"

Gadis itu pun turun dari pangkuan Bram. Ia sedikit menjauh dari Bram. 

"Siapa yang menyuruh anda masuk?" tanya Bram mengalihkan pembicaraan. "Resepsionisku?"

"Bukan, aku sendiri yang menerobos masuk. Apa yang sedang kalian lakukan, han?"

Bruk! 
Rudi menggebruk meja Bram. 

"Kalian berbuat m*sum di kantor, hah?" Rudi menatap tajam. "Tidak tahu malu!!!" gertaknya. 

Bram menyunggingkan senyum sinisnya pada Rudi. "Lebih tidak tahu malu mana antara aku dan seorang ayah yang tega menjual putrinya padaku?"

Hati Rudi bak diiris sembilu kala mendengar ucapan Bram yang benar-benar menyakitinya. 

"Aku ingin menjodohkannya denganmu bukan menjualnya!"

Bram berdecih. "Cih! Menjodohkan dengan meminta uang tiga kali lipat yang anda ambil dalam rekeningku?" 

Wajah Rudi yang merah karena amarah, kini berubah memerah karena malu, ternyata aksinya dengan sang istri diketahui oleh Bram. 

"Da-dari mana kau tau?"

"Apa yang tidak kutahu? Anda mengalami kebangkrutan saja, aku sudah tau sebelum anda berniat menjual putrimu padaku," ledek Bram. 

Sementara perempuan yang tadi, sedikit deni sedikit menjauh dari perdebatan antara dua pengusaha yang sama-sama sukses. 

"Apa kau bilang, hah?" Rudi memegang kerah kemeja Bram. 

"Bukankah kenyataan kalau anda menjualnya padaku?" Bram menyeringai. 

"Laki-laki b*jingan! Beraninya kau bicara seperti itu, sedangkan kau sendiri lelaki bejat yang tidur dengan banyak perempuan! Kalau begitu saya batalkan saja perjodohannya!"

"Oh ... silakan, asal kembalikan uangku sepuluh kali lipat!" tegasnya dengan sorot mata tajam. 

"Pemeras! Aku tidak mengambil uangmu sebanyak itu penjahat!"

"Haha ... siapa yang penjahat? Bukannya anda lebih penjahat dari saya? Mengambil uang lebih dari orang lain, bukannya itu merupakan tidak kriminal?"

Rudi terdiam. 

"Bersiap-siaplah kalau tidak memberikan putri anda padaku. Anda akan kujebloskan ke penjara!" ucapnya dengan telunjuk mengarah ke wajah Rudi. 


Related chapters

  • Istri Yang Tersakiti   Merasa Sendiri

    Rudi pulang dengan amarah meluap-luap. Ia masih sakit hati atas perlakuan Bram padanya tanpa bisa membalas. Sakit.Tangannya masih mengepal, bahkan sesekali ia pukulkan pada jok mobil."Ah, sialan!" pekiknya dengan raut wajah memerah penuh emosi.Sopirnya hanya diam, ia lebih fokus pada kendali setir walau sesekali melihat majikannya dari kaca spion dalam. Tak dimungkiri ada perasaan ingin tahu kenapa saat ini sang majikan bisa semarah itu."Kita ke rumah atau ke kantor, Tuan?" tanyanya walau sedikit ragu karena masih ada waktu setengah jam di kantor tersebut."Langsung pulang saja!" ketusnya."Baik."Tidak ada lagi percakapan dalam mobil hanya terlihat kekakuan atara sopir dengan majikannya. Roda mobil terus berputar, hingga akhirnya telah sampai di halaman yang luas dan rumah yang berdi

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Pernikahan

    Wajah dan rambut Naila terlihat basah oleh air hujan. Andri menatap lekat wajah cantik bahkan terlihat seksi. Wajah tirus, kulit putih, bibir tipis merah muda dan hidung yang mancung, menurutnya sempurna untuk seorang wanita.Ah, kalau saja dia itu pacarku, batin Andri yang semakin terpesona."Kamu liatin apa?" Tiba-tiba saja suara Naila menyadarkan Andri."Eh, nggak ada. Maaf." Andri terlihat malau ketika kepergok oleh Naila.Naila tersenyum.Senyumnya sungguh manis, ya Tuhan, tolong,jerit hati Andri yang semakin terpesona."Makasih, ya, Kak.""Untuk apa?""Kakak sudah melindungiku dari hujan oleh payung yang Kakak bawa.""Oh, gak papa. Nai, kita belum berkenalan," ujar Andri sembari mengulurkan tangan. "A

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Rencana Malam Pertama

    Siang itu Bram pulang membawa serta sang istri. Dalam rumah yang besar itu, ia hanya tinggal bersama satu pembantu, security dan sopir pribadi. Nuansa putih terasa ketika memasuki rumah megah nan mewah yang berdiri kokoh di antara bangunan sederhana. Rumah Bram merupakan rumah yang paling mewah di sana.Tangan Naila ditarik menuju kamar, Naila yang tampak cantik membuat Bram begitu tergoda. Sungguh, ia tergila-gila pada kemolekan tubuh wanita cantik yang masih tertutup oleh kebaya, gadis cantik itu kini telah menjadi istrinya.Bruk!Naila didorong ke tempat tidur yang berukuran king size. Tubuh molek itu ambruk di ranjang yang dibalut oleh sprei berwarna putih. Bram pun membuka jas serta melonggarkan dasi yang ia kenakan."Om, Om mau apa?" tanya Naila dengan bibir bergetar dan mata yang mulai berkacaBram tidak menjawab, ia mendekati tubuh istrinya

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Malam Pertama

    Naila bergegas mengambil tas kecil lalu menyampirkan di pundaknya. Ia tampak cantik dengan mini dress di bawah lutut dengan rambut yang diikat tinggi sehingga memperlihatkan leher jenjang nan putih.Ia berjalan cepat yang membuat asisten Rumahnya bertanya. "Non Naila mau ke mana?""Nai ada perlu sebentar, Bi. Tidak lama kok, hanya sebentar juga pulang lagi," terang gadis cantik pada asisten rumah Bram."Baik, Non. Hati-hati!"Dengan sepatu heels ia melangkah ke luar rumah. Bersegera pergi menggunakan taksi walau ada sopir pribadi yang siap mengantar kemana pun ia pergi. Gadis itu berpacu dengan waktu, ia terlalu takut kalau suaminya akan lebih dulu sampai di rumah. Walau bagaimanapun, Naila belum mengetahui jam pulang kerja suaminya.Ah, semoga saja Om Bram belum pulang,batinnya yang disertai degup kencang dalam dada.

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Gagal

    Bram mulai membuka handuk kimono yang dipakai oleh Naila, kini ia terlihat mengenakan gaun malam pendek warna merah menyala dan transparan membuat hasrat Bram semakin liar.Bram mulai mencumbu tiap inci bagian tubuh Naila yang molek, tidak perlu ia singkap karena tubuh molek itu telah terlihat karena baju malam transparan yang ia kenakan. Tangan Bram mulai menarik tali yang yang melilit sebagai kancing penutup, terlihat sudah kini punggung putih Naila yang membuat Bram semakin tidak karuan."Ah, sial! Panas lagi!" keluhnya karena pada saat itu listrik mati sehingga AC pun tidak dapat berfungsi.Bram meninggalkan tubuh Naila, ia membuka jendela kamar. Terasa semilir angin malam yang menerpa tubuhnya yang memang terasa panas. Bagaimana tidak, dengan degup yang semakin tidak karuan ia harusnya mulai menikmati indahnya malam pertama malah terjadi tragedi mati lampu yang membuatnya kepana

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Terbalas (21+)

    Bram semakin penasaran untuk mencumbu tubuh Naila. Setelah dua Minggu mereka menikah, ia menunggu dengan berbagai alasan. Bram sudah tidak sabar, terlebih lelaki itu mempunyai gairah bercumbu yang besar."Kali ini aku harus mendapatkan tubuh Naila, masa sudah satu Minggu aku tidak mendapatkan apa-apa? Sia-sia uangku dulu membeli dirinya!"Tidak kalah licik, Bram membeli obat perangsang untuk Naila. Ia membayangkan akan tubuh seksi yang siap memuaskan hawa nafsunya yang membara."Tunggu kau Gadis, nanti kamu akan merasakan hal itu sama sepertiku, bahkan bisa saja melebihi hasrat yang ada dalam diri ini." Bram menyeringai kala membayangkan tubuh istrinya yang belum pernah ia miliki seutuhnya.Ia bergegas pulang setelah urusan di kantornya selesai.**"Siang, Tuan," sapa asisten rumah tangganya.

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Sial

    "Selamat pagi, Om?" sapa Naila pagi itu.Bram melirik, dia terlihat sedang mengancingkan lengan kemejanya kemudian hendak memakai dasi."Sini aku bantu," ujar Naila yang kini mengambil alih dasi yang telah melingkar di leher, dengan lembut Naila membenahinya. "Sudah, Om," ujar Naila dengan seulas senyum di bibir merah mudanya.Bram melangkah meraih tas yang ada di meja kerja kemudian keluar kamar begitu saja tanpa ada kata terima kasih dari bibirnya.Om Bram kenapa? Batin Naila yang melihat suaminya kembali berubah dingin.Tiba-tiba saja ponsel Naila berdering, ia meraihnya di nakas kemudian menggeser layar ponsel miliknya."Halo?""Nai, tolong Ayah," lirih suara lelaki dari dalam ponsel."Ayah kenapa?""Ayah dikejar d

    Last Updated : 2021-04-26
  • Istri Yang Tersakiti   Tak Terpuaskan

    "Bagaimana kabar suamimu, Man?" Bram bertanya dengan binar mata bahagia, setelah lima belas tahun terpisah tanpa kabar akhirnya mereka kembali dipertemukan.Amanda tertunduk. "Aku telah bercerai tiga bulan lalu," jawab Amanda lirih."Kenapa?""Dia menyalahkanku karena sampai usia pernikahan kami belasan tahun belum juga dikaruniai anak, padahal--" ucap perempuan itu terhenti, dia terlalu bersedih ketika harus kembali terkenang pada sosok mantan suami yang dulu meninggalkannya."Padahal?" Dahi Bram mengernyit dengan sorot mata penuh tanya."Padahal dia sendiri yang sibuk, bahkan kami melakukan hal itu sangatlah jarang dan yang paling menyakitkan. Aku melihat dia bersama orang lain. Lebih parahnya, di ternyata penyuka sesama jenis." Air mata Amanda menetes, wajahnya memerah menahan semua pilu yang dia rasa saat terkenang masa pahi

    Last Updated : 2021-04-26

Latest chapter

  • Istri Yang Tersakiti   Ranjang Membara

    "Halo Pak, saya ingin membuat laporan. Tolong tangkap orang ini yang sudah melakukan penganiayaan dan percobaan pemerkosaan terhadap istri saya. Posisi kami ada di Jalan Kenanga nomor 30," ujar Bram dalam sambungan ponselnya. Ponsel itu kemudian ditutup dan Bram meletakkan ponselnya di meja, tepatnya ada di samping Naila. Bram mengusap lembut pucuk kepala sang istri, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah menyesal. Menyesal karena dia tidak mempercayai ucapan dari istrinya, dia terlalu percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya. Naila masih terdiam, Bram menggendong tubuh gadis itu kemudian memasukannya dalam mobil. Cukup lama Bram menunggu pihak polisi datang. Hingga akhirnya satu mobil bersirine lengkap dengan beberapa lelaki berpakaian gagah keluar dari mobil. "Siang, Pak. Apa Bapak yang tadi mengisi laporan dalam sambungan telepon?" ujar salah seorang dari mobil bers

  • Istri Yang Tersakiti   Trauma

    Bel rumah berbunyi.Asisten rumah tangganya pun segera berlari ke pintu depan. Di rumah sepi, hanya ada asisten rumah tangga Bram. Sedangkan Naila dan sopir pribadinya sudah berangkat setengah jam yang lalu untuk menemui Bram.Pintu terbuka.Mata asisten rumah tangga itu membulat, seperti terhipnotis dirinya hanya mematung dan untuk mengucap satu kata pun bibirnya terasa kelu."Bibi kenapa?" ujar Bram sambil melambaikan tangan tepat di depan wajah asisten rumah tangganya."Tu-tuan Bram?" katanya dengan nada terbata."Iya, ini saya, Bram. Bibi kenapa, sih? Seperti melihat setan saja," ujar Bram yang merasa heran ketika melihat asistennya."Bu-bukannya Tu-Tuan Bram Kecela-kaan?" kata yang semakin terbata terucap dari bibir pembantunya."Wh

  • Istri Yang Tersakiti   Kecelakaan

    Timbul kecemasan pada Naila karena hingga jam sebelas siang, suaminya belum juga pulang. Dia mulai menghubungi Bram tapi sayang ponselnya tidak aktif. Gadis itu mulai membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Tiba-tiba saja Naila mendengar deru mesin mobil yang memasuki halaman rumah yang luas dengan rumput yang hijau. Wanita itu berlari ke arah jendela, dia melihat kalau suaminya sudah sampai di rumah. Dengan perasaan senang, gadis itu meraih cincin yang ada dalam sebuah kotak merah, kemudian berlari untuk menemui Bram. "Om Bram?" sapa Naila dengan senyum manis dan binar mata bahagia. "Kenapa kamu?" tanya Bram ketus. "Mari, kita makan, Om. Pasti Om Bram belum sarapan, kan?" Naila masih bersikap manis walau Bram masih ketus dan sombong. Lelaki itu pun berjalan berdampingan denga

  • Istri Yang Tersakiti   Club Malam

    Bram menghabiskan malam di club, kerlap-kerlip lampu dalam ruangan gelap memberikan kesan ceria walau tidak dengan hatinya. Dentum musik yang kuat mengalihkan perasaan Bram yang kini telah kalut. Dia masih mengira kalau Naila berselingkuh, sama seperti mantan kekasihnya.Satu gelas minuman beralkohol larut membasahi kerongkongannya yang haus karena luapan emosi yang mendalam. Gelas demi gelas alkohol kini telah menguasai tubuh dan pikirannya. Bram kini sudah tidak sadarkan diri, bahkan ketika club hendak tutup, Bram masih sulit untuk meninggalkan tempat itu, walaupun beberapa kali pelayan di sana telah menyuruhnya pulang."Rese banget sih, ni orang!" keluh salah satu pelayan club."Sabar, dia memang sering seperti ini. Kita coba tunggu saja dulu sambil menunggu waktu tutup club," ujar pelayan yang sudah mengetahui kebiasaan Bram.Mereka tidak berani kasar terhadap Bram, karena lelaki in

  • Istri Yang Tersakiti   Masa Lalu

    "Kenapa aku di sini?"Naila yang heran ketika dia terbangun sudah ada di tempat tidur. Matahari pun telah bersinar cerah, tetapi tidak dengan Naila. Gadis itu belum menjelaskan inti permasalahan itu pada suaminya.Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan terlihat sesosok pria bermata elang. Sorot mata tajam yang terkadang membuat Naila merasa takut. "Om Bram?" gumamnya kala lelaki itu mendekatinya."Apa yang kamu mau katakan padaku? Hingga kamu rela tidur terduduk di sofa seperti itu, hah?" tanya Bram yang kini duduk di tepi ranjang."Em, itu--masalah kemarin, Om salah paham," ujar Naila."Salah paham gimana?""Sebenarnya aku--" Kata itu terputus saat dering ponsel Bram berbunyi."Sebentar," ujar lelaki itu kemudian meraih ponsel yang ada di nakas.

  • Istri Yang Tersakiti   Salah Paham

    Baru juga beberapa detik Bram menyaksikan tangan Naila digenggam laki-laki lain, dia sudah terbakar cemburu. Dia langsung tancap gas, melesat meninggalkan Naila."Aargghh! Sialan! Ternyata kelakuan dia seperti itu di belakangku!" umpatnya sambil memukul stir mobil, "sial, sial, siaaall!!!"Dengan kecepatan tinggi, Bram melesatkan mobilnya menuju rumah. Hatinya sungguh geram ketika melihat Naila. Baru digenggam saja, Bram sudah marah seperti itu. Bagaimana kalau dirinya menjadi Naila? Bram tidak berpikir kalau dirinya pun bersikap seperti itu, bahkan sangat jauh dari itu. Bram sudah tidur dengan perempuan lain dan bukan hanya satu. Apa dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai Naila?Sesampainya di apartemen, Bram langsung masuk ke kamar lalu membanting pintu dengan kasar. Tubuh jangkungnya kini sudah terhempas di ranjang. "Aarrgghhhh!"Bram berusaha memejamkan mata, tetapi lelaki itu tidak dapat tidur. Bagaimana bisa, yang ada dalam pikira

  • Istri Yang Tersakiti   Surat Perjanjian

    Bram menoleh dan dia terkejut ketika seorang wanita yang memanggil namanya ternyata Naila, gadis yang resmi menjadi istrinya."Kamu lagi apa di sini?" tanya Bram pada Naila."Loh, yang ada Om Bram kenapa ada di apartemen janda?" tanya Naila yang terlampau emosi.Niken cukup tercengang, ternyata dalam beberapa hari lalu yang bermain gila dengan janda ini merupakan suami dari sahabat yang sudah dia anggap adiknya sendiri.Kasihan sekali Naila, batin Niken yang melihat kejadian ini."Heh, jaga mulutmu, ya?!" tukas Amanda tidak terima, walau sebenarnya apa yang dikatakan Naila itu benar. Dia memang seorang janda."Loh, emang benar, kan? Tante itu janda? Aku tau, tidak semua janda seperti Tante. Tetapi kenapa aku dipertemukan dengan janda seperti Tante?" jawab Naila."Bram, aku tidak terima deng

  • Istri Yang Tersakiti   Sepeninggal Ayah

    Jasad telah dikebumikan, para pengantar jenazah telah membubarkan diri. Tinggallah Naila, Riyanti dan Bram yang ada di pusara itu."Naila, maafin Tante. Tante harus pulang ke Semarang, ayah Tante sakit," ujar Riyanti ketika masih di depan kuburan suaminya yang masih basah."Iya, Tante. Hati-hati," jawab Naila tanpa menoleh, gadis cantik ini masih menatap pusara ayahnya."Maaf, Nai. Rumah Papamu sudah diambil alih oleh pihak bank karena perusahaannya mengalami kebangkrutan.""Apa?"Naila membulatkan mata, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Riyanti. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya berusaha mengikhlaskan, itu saja yang mampu dia lakukan."Iya, Nai. Papamu pun masih punya utang sama Bram. Tanpa sepengetahuanmu, Rudi telah meminjam uang yang cukup besar pada Bram dan maaf, hal itu T

  • Istri Yang Tersakiti   Pulang

    Bram memacu mobil dengan kecepatan tinggi, dia melesat menuju rumah yang menjadi istananya. Dalam hatinya, Bram merindu sosok cantik yang kini menjadi istrinya, apakah dia benar-benar telah jatuh cinta pada Naila?Laki-laki berusia matang itu langsung menuju kamar. "Naila?" ucapnya yang kemudian menyalakan lampu kamar. Sayangnya Naila tidak ada dalam kamar.Bram menuju ke tempat tidur, lelaki itu memastikan kalau Naila memang tidak ada di sana ataukah matanya yang salah?"Kemana dia?" Bram duduk di tepi ranjang. "NAILAAA!!!" teriak Bram yang membangunkan asisten rumah tangganya."Kenapa, Tuan? Ada apa?" tanya asisten rumah tangganya ketika ada di depan pintu kamar Bram.Lelaki itu memandang tajam yang membuat asisten rumah tangganya bergidik takut, nyalinya ciut untuk menghampiri lelaki dengan wajah yang merah bagaikan terbakar.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status