Share

Bab 4

Dalam ruangan berukuran besar dengan barang-barang mewah di dalamnya. Pria berusia 60 tahunan sedang berdiri dengan tangan di belakang punggung. Ia sedikit mendongak dengan tatapan rindu dan penyesalan.

Sesekali ia menghela napas pelan dan berucap sangat lirih, "Sayang, maafkan Ayah Nak. Kembalilah, Ayah merindukan dirimu."

Tuan Oscar adalah salah satu pria terkaya di Eropa. Kekayaannya yang melimpah dan dengan usaha yang tersebar di mana-mana membuat hidupnya bergelimang harta. Namun, kepergian putri sulungnya menjadi salah satu cambuk terbesar di usia tua, yang harusnya di kelilingi oleh orang-orang terkasih.

Sekali lagi, tatapan rindu itu begitu nampak jelas dari mata yang sudah mulai mengabur. "Kembalilah, Nak. Ayah sangat merindukan semua tentangmu." Tuan Oscar mengusap air matanya pelan.

Putri sulungnya, menghilang begitu saja, bahkan sampai saat ini, dia tak tahu di mana keberadaan gadis cantiknya. Ia masih mengingat senyum manis putrinya. Lesung pipi kecil ketika ia tersenyum, juga dengan bola mata coklat ketika mereka saling menatap rindu.

Tuan Oscar menoleh ketika dua orang pria datang menghadapnya dengan wajah takut. Keduanya adalah orang kepercayaan selama ini.

Tuan Oscar duduk di sofa, ia akan mendengar penjelasan apa lagi yang keduanya laporkan selama menghilang selama satu minggu terakhir.

"Katakan!" seru tuan Oscar tanpa menatap keduanya.

"Kami belum menemukan keberadaan nona, Tuan," jawab salah satu diantara mereka berdua.

Tuan Oscar mengepalkan tangan, ia menatap keduanya secara bergantian dan berkata dengan dingin, "Tidak becus! Kalian pergi selama seminggu dengan uang yang banyak. Apa kalian mempermainkan aku?" bentaknya menggelegar sampai napasnya terengah.

"T-tuan, Anda baik-baik saja?" tanya salah seorang lagi khawatir karena tuan Oscar terlihat lelah saat menarik napas.

"Pergilah!" usirnya, kemudian melanjutkan lagi, "jangan munculkan wajah kalian sebelum tahu di mana putriku berada. Kalau perlu kerahkan semua orang untuk menemukannya dan bawa dia kembali!"

Eldhan, tangan kanan tuan Oscar yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari sana mendekat, ia meminta keduanya segera keluar dan menjalankan tugas mereka.

Pria yang sudah lama bekerja sama dengan tuan Oscar ini langsung membatu membaringkan sang tuan beristirahat tidak jauh dari sofa. Sengaja di desain agar tuan Oscar tidak terlalu jauh melangkah bekerja dan beristirahat.

"Istirahatlah, Tuan. Saya akan panggilkan dokter untuk memeriksa Anda," katanya setelah memastikan sang tuan berbaring dengan benar.

Tuan Oscar tidak mengatakan apa pun. Ia membiarkan saja tangan kanannya melakukan apa pun yang diinginkan. Karena dia hanya menginginkan putrinya kembali.

"Pulanglah Nak. Maafkan Ayah yang sudah lalai menjagamu. Pulanglah, dan besarkan nama keluarga kita," gumamnya mencoba memejamkan mata sebelum gadis cantik berlari memasuki kamar dan duduk di sebelahnya.

"Ayah, kau sakit lagi?" tanyanya dengan nada khawatir.

Dia adalah Silviana. Anak kedua dari keluarga Oscar. Anak dari istri kedua dari pernikahan rahasia Oscar dan Delima. Pernikahan mereka yang terungkap menjadi sebab kematian istri pertama dan kehilangan putri sulungnya secara mendadak.

"Ayah sudah tua, Nak. Jangan khawatir," jawabnya lemah, menatap Silvia teduh.

Silvia mengerucutkan bibir, ia mengusap lengan ayahnya pelan dan berkata, "Ayah, aku dengar, tuan Arsen sudah tiba beberapa hari lalu. Bagaimana kalau kita mengundangnya makan malam?"

Tuan Oscar hanya tersenyum kecil, ia meraih tangan putrinya dan berkata dengan pelan, agar Silviana tidak marah dan sakit hati karena salah paham.

"Ayah akan pertimbangkan. Untuk saat ini, Ayah tidak bisa mengundang siapa pun karena kondisi Ayah yang tidak baik, Nak."

Silviana menghela napas berat, ia jelas tahu kenapa ayahnya selalu menolak dan memberinya banyak alasan agar Arsen tidak bertemu dengan dirinya.

"Tapi, Ayah, aku--" Silvia tidak melanjutkan ucapannya karena lebih dulu dipotong.

"Nona, biarkan dokter memeriksa ayah Anda terlebih dahulu." Eldhan mendekat dengan seorang dokter pria di belakangnya.

Silviana merenggut. Wajahnya terlihat muram karena kembali gagal membujuk ayahnya dan itu semua karena pria tuan bernama Eldhan. Gadis itu keluar dengan wajah masam. Ia akan mengadukan semua pada ibunya untuk melancarkan semua keinginannya seperti biasa.

Sepertinya Silviana. Eldhan langsung menutup pintu dan memberikan waktu dokter memeriksa tuan Oscar dengan segera.

Pria tua itu, terlalu merindukan putrinya hingga ia lupa menjaga kesehatan dirinya.

***

Setelah beberapa jam berlalu. Tuan Oscar juga sudah selesai dengan makan malamnya. Pria tua itu, masih tetap betah di dalam kamar ditemani foto keluarganya. Lebih, tepatnya tatapannya hanya tertuju pada gadis cantik berlesung pipi di tengah-tengah fotonya dan mendiang istrinya.

Tidak lama, seorang wanita cantik dengan piyama halus mendekat. Ia membawa nampan berisi air dan juga beberapa obat dokter.

"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya dengan lembut. Ia duduk dan memberikan obat suaminya.agar segera meminumnya.

"Terima kasih, kau sangat perhatian padamu, Delima." Oscar menyerahkan gelas yang airnya sisa setengah setelah ia minum.

Delima sang istri terkekeh kecil. Terlihat cantik walau usianya tak lagi muda. Wanita itu berdehem kemudian menjawab, "Aku adalah istrimu. Sudah tugasku mendampingi mu, Oscar."

Tuan Oscar tertawa, Delima sekali bisa membuatnya terhibur. Wanita ini bahkan dengan sabar menerima makian dari orang-orang karena posisinya yang menjadi wanita kedua.

Delima selalu sabar, bahkan Oscar tahu bahwa Delima juga begitu terpukul atas kepergian putri sulung mereka.

"Kau wanita yang baik. Maaf karena aku menempatkanmu pada posisi yang tidak baik, Delima. Aku tahu bagaimana wanita-wanita lain menyalahkan dirimu atas posisi ini," tukas Oscar prihatin.

"Jangan pikirkan itu. Aku juga sudah memutuskan keluar dari keanggotaan. Mengurus dirimu jauh lebih penting untukku," terangnya lagi membuat suaminya terharu dan merasa semakin bersalah.

Oscar meraih tangan renta ibu kandung Silviana itu, mengecupnya pelan dan berkata, "Kau adakah bidadari, Sayang. Aku semakin merasa beruntung karena memiliki dirimu."

Lagi-lagi ibu kandung Silviana itu terkekeh malu. Suaminya selalu bisa membuat wajahnya merah bersemu. Hingga ia yakin bahwa sudah saatnya ia mengatakan hal penting.

"Oscar, apakah kau sudah bertemu dengan putrimu, Silviana? Dia mengatakan apa?" tanyanya ragu.

Oscar mengangguk dan mengecup lagi tangan istrinya. "Pagi tadi. Silvia mengatakan bahwa Arsen sudah tiba. Dia membujukku untuk mengundang pria itu." Oscar menghela napas.

"Lalu bagaimana? Apakah kita mengundangnya? Aku akan siapkan apa saja untuk menyambutnya?" Antusias Delima semakin menguatkan keyakinan Oscar bahwa Silvia begitu sangat menginginkan Arsen.

"Dia akan kecewa, Delima! Kita berdua tahu, Arsen mencintai siapa. Aku tidak ingin Silviana merasa sakit hati, jika keinginannya dituruti," ujar Oscar gundah.

"Tapi, Silviana menyukai Arsen. Benar jika Arsen hanya menginginkan putri kita yang satu. Tetapi, bagaimana jika dia--"

"Tutup mulutmu, Delima!" bentaknya.

Delima terkejut, ini pertama kalinya mendengar Oscar berbicara keras padanya. Sungguh sakit, apalagi itu karena anak tirinya.

"Oscar, aku hanya--"

"Aku tidak ingin mendengarkan apa pun. Sekarang kau keluar dari kamarku!" usir Oscar tanpa segan.

"Jangan kejam pada putrimu, Oscar! Kau keterlaluan karena tidak memihak pada Silvia." Delima berdiri dan menatap marah pada suaminya yang sudah lemah.

"Keluar!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status