Di tempat yang berbeda, Silviana baru saja memasuki halaman rumahnya dengan perasaan masih sangat kesal. Ia gagal lagi bertemu dengan Arsen padahal sudah menunggu begitu lama di lobi. Pria itu, menghilang melewati jalan lain dan membiarkan dirinya menunggu seperti orang bodoh sepanjang hari. Delima tersenyum ketika putrinya kembali ia tidak bisa memejamkan mata karena Silvia tidak bisa iamhibungo sepanjang hari. "Nak, akhirnya kamu pulang, kamu darimana saja?" tanya Delima menyambut Silvia yang baru saja memasukkan kunci mobil ke dalam tas kecil miliknya. Silvia menoleh, ini sudah larut dan ibunya belum tertidur. Ia juga melihat mini bar masih menyala. Silviana mendekat, ia mencium aroma ibunya dan benar seperti apa yang ia pikirkan. "Bu. Lihatlah usiamu. Ibu sudah tidak muda lagi, kenapa masih minum!" Silviana berjalan ke arah bar, ia ingin melihat berapa banyak yang ibunya habiskan, tetapi Delima segera menahan tangan putrinya dan menghadangnya. Silviana mengerutkan ken
"Alice singkirkan tubuhmu." Leonardo menggerakkan tubuhnya pelan agar Alice melepas pelukannya. Namun, itu semakin membuat pelukan Alice semakin erat di pinggang suaminya. Sepanjang jalan, sepanjang itu juga Alice berada dalam pelukan suaminya. Dalam hati, ia berdoa jika jalan ke rumah semakin panjang dan dia bisa menempel lebih lama.Sebenarnya, sejak Leonardo menutup tubuhnya dengan jas, Alice sudah tersadar hanya saja dia enggan membuka mata karena tak ingin momen indah ini berakhir.Alice juga sadar jika ia memeluk tubuh suaminya, karena itulah, diam-diam ia tersenyum ketika Leonardo mengusap tubuhnya sesekali. 'Sudah aku katakan Leon, kamu akan jatuh cinta padaku nanti,' batin Alice kembali memejamkan mata dan mengeratkan pelukan.Sepanjang jalan, Alice yang awalnya masih pura-pura menutup mata akhirnya kembali terlelap, dia sungguh lelah karena seharian bekerja.Hingga mereka sampai di halaman rumah mewah nan megah, Leonardo masih menunggu Alice membuka mata. Ia dengan sabar d
Leonardo menggeleng pelan, ia tetap meneruskan aktifitasnya membenarkan dasinya yang terlihat miring. Setelah itu, setelah ia merasa semua terlihat baik, barulah ia mengenakan jas hitam yang sudah Alice siapkan beberapa menit yang lalu."Leon, aku boleh bertanya, tidak?" Alice masih tak berkedip menatap mata indah suaminya."Tanyakan saja."Alice meremas jarinya, lalu mendekat lebih rapat. "Apa kamu malu memiliki istri miskin sepertimu?"Leonardo menghentikan gerakan tangannya, ia menoleh pada Alice yang begitu ingin tahu jawaban apa yang harus ia keluarkan.Sementara Alice sudah berdebar, bukan tidak siap ditolak karena selama menikah dia selalu ditolak, hanya saja, jika ditatap lebih dalam, jantungnya seperti ingin berhenti berdetak."Kenapa menanyakan itu sekarang?"Alice berdecak kecil, ia sudah menebak jika ia akan kecewa akhirnya, "Kalau begitu, beri aku waktu untuk tampil cantik untukmu, ya. Aku--""Tidak perlu lakukan apa pun. Kerjakan saja tugasmu seperti biasa." Leonardo mel
"Katakan sekarang, di mana putriku!" Di dalam ruang kerjanya. Oscar sudah tidak tahan lagi mendengarkan apa yang akan dilaporkan oleh orang-orangnya. Tidak rugi membayar lebih, sebentar lagi, dia akan menemukan di mana keberadaan putri sulungnya, Alice Amelia.Pria berbadan besar dengan kaca mata hitam mendekat. Pintu sudah di tutup rapat jadi, tak ada yang akan mendengar apa yang akan disampaikannya. Namun, mereka lupa, ada seseorang yang sejak tadi juga tidak sabar dengan berita yang akan di sampaikan.Oscar melirik ke arah Eldhan orang kepercayaannya. Pria yang tadi yang memberitahu tentang berita ini lebih awal."Eldhan, tolong pastikan pintu tertutup dengan baik." Eldhan mengangguk dan langsung berjalan ke arah pintu, memastikan pintu tertutup dengan benar. Saat itulah, pria berbadan besar tadi, menyerahkan kertas kecil pada Oscar.Setelah itu, Eldhan kembali berdiri pada tempatnya semula. Tidak membuang waktu, Oscar menatap pria yang tadi masih berdiri di hadapannya untuk berbi
Alice merasa bingung. Ibunya tidak bisa di hubungi lagi. Hatinya mendadak khawatir karena selama ini, ibunya tak pernah mematikan panggilan darinya."Aku harus bagaimana? Ibu mertua sedang sakit, tapi ibuku sepertinya dalam masalah," gumam Alice semakin bingung.Alice menggigit kukunya sambil menghentakkan kaki pelan, tanda bahwa dia sangat gelisah. Ia ingin meminta izin pada ibu mertuanya tetapi Leonardo pasti akan marah jika tahu dia tidak menjaga mertuanya dengan benar.Ketika itu, Horrison yang baru saja keluar dari kamar menantunya, melihat kegelisahan Alice dari jauh. Tidak ingin terjadi hal buruk, ia lantas mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi."Ada apa dengan Leonardo, Nak?" tanya Horrison lembut.Menyadari kehadiran kakeknya, Alice langsung merubah ekspresi khawatir menjadi ekspresi biasa, "Apa Kakek membutuhkan sesuatu?" tanya Alice tidak mendengar pertanyaan Horrison sebelumnya."Kakek tidak butuh apa pun. Ada apa?" tanya Horrison kembali dengan sabar."Kakek, sebenar
Alice turun dari taxi dengan terburu. Sejak tadi, ia sudah merasa tidak tenang. Tidak biasanya ibunya tidak menghidupkan kembali ponselnya setelah menelepon.Sampai di depan pintu rumah. Alice langsung mendorong karena terlihat pintu tidak tertutup rapat. "Ibu, aku kembali." Alice melangkah masuk, melewati ruang tamu kecil dengan cat warna putih.Ketika hendak memasuki kamar ibunya. Seseorang keluar dari ruang yang berbeda. Alice terbelalak karena mendapati ibunya dengan wajah ketakutan.Dua pria yang sejak tadi menunggu adalah Hary dan Burhan. Dua orang yang Oscar perintahkan untuk mencari keberadaan Alice selama ini."Paman, bagaimana bisa sampai di rumahku?" Alice tidak akan melupakan wajah mereka. Karena beberapa kali memang sempat melihat semua orang ayahnya berpencar mencari dirinya. Untungnya dia selalu lolos dan tidak bisa ditemukan.Hary mendekat. "Nona, Tuan Oscar sedang tidak sehat. Tolong pulanglah dan temui beliau." Alice mengusap punggung ibu angkatnya. Ia tak melihat
Alice berdiri, ia sedikit menjauh dari ibunya dan mencoba menelepon nomor yang baru saja masuk ke ponselnya. Dengan perasaan yang tidak enak ia bersuara, “Halo!”Alisnya mengkerut karena tak ada suara siapa pun di dalam sama. Alice melihat ke arah ibunya yang juga merasa heran. “Halo, siapa di sana?” Suara Alice kembali terdengar.Desi mendekat, ia bertanya dengan isyarat, kemudian Alice menggeleng tanda tak mengerti. “Mungkin salah sambung, Bu.” Alice mematikan ponselnya, kemudian kembali memasukkan ke dalam saku celana, setelah itu, ia menghampiri ibunya dan kembali membawa Desi duduk di kursi kayu. Alice memeriksa tubuh ibunya dengan benar. Ia tidak akan memaafkan Hary dan Burhan jika sampai ibunya mendapat luka sedikit pun.“Ibu baik-baik saja, Alice. Jangan khawatir.” Desi memegang tangan putrinya agar tidak melanjutkan kecurigaan.“Bu. Bagaimana bisa tidak khawatir. Ibu menelponku dan tiba-tiba saja ponselnya mati. Apalagi, aku tahu, bagaimana paman Hary dan Burhan jika marah
“Kak. Aku sampai lelah menunggumu.” Lisa berlari memeluk kakaknya. Gadis dengan penampilan seksi itu begitu bahagia akhirnya sudah ada yang menjemput dirinya setelah menunggu lama.Leonardo melepas pelukan adiknya dan menatap pakaian Lisa yang kekurangan bahan. Ia melepas jas miliknya lalu menggunakan itu untuk menutup tubuh Lisa yang terekspos.“Kak!” protes Lisa tak suka dengan apa yang kakaknya lakukan. Ia bahkan ingin melepas kembali jas yang sudah melekat di tubuhnya.“Jangan lepaskan. Aku akan membuang semua pakaian tidak bermoral yang kau punya, Alisa!” geram Leonardo begitu murka dengan pakaian-pakaian yang tak layak dikenakan, tetapi masih banyak yang menjual.“Kau tidak tahu model, ya! Kau jangan samakan aku dengan istrimu yang kampungan itu, Kak!” Lisa masuk ke dalam mobil dengan bibir mengerucut. Sementara semua barang yang ia bawa sudah dimasukkan di bagasi oleh sopir mereka.Alisa adalah adik semata wajah Leonardo. Berkuliah sambil bekerja di Negara tetangga sejak setah