Share

Bab 3

Beberapa saat setelah berhasil keluar rumah. Alice yang sudah berada di dalam taxi lantas menghubungi Leonardo kembali.

Namun, setelah beberapa kali mencoba, Leonardo masih belum menerima panggilan darinya. Tidak putus asa, Alice terus mencoba sampai berhasil.

"Halo, Leo, apa kau sibuk?" Sumringah Alice ketika panggilannya mendapatkan respon.

Alice mengerutkan kening karena bukan suara Leonardo yang menjawab panggilannya. Itu suara wanita yang seketika membuat perasaannya aneh.

"Kau siapa? Di mana suamiku, Leonardo?" tanya Alice dengan wajah datar. Entah kenapa, tetapi suara di balik layar memberikan radar bahaya pada rumah tangganya.

"Saya, Dara, Leon--" jawab Dara. Akan tetapi, ia tidak segera melanjutkan ucapannya karena suara Alice kembali terdengar.

"Dara?" ulang Alice lagi.

"Heum, Anda siapa ya?" Terdengar lagi suara Dara dari balik layar.

Alice langsung mematikan panggilan dengan sepihak, ada perasaan yang aneh menyelimuti hatinya saat nama itu disebutkan. Apalagi, saat menyadari Leonardo tidak menyematkan nama di ponsel miliknya.

"Dara? Apakah dia wanita yang sering ibu sebut-sebut namanya selama ini?" ucap Alice dengan pandangan kabur menatap ponselnya yang sudah mati.

"Apa Leonardo mengkhianati cintaku?" gumam Alice lagi. Menggeleng kuat, Alice mengusap air matanya dan memasukkan ponsel ke dalam tas miliknya. Hatinya sakit dan terasa nyeri.

"Sudah aku katakan, Leo, aku tidak masalah jika ibumu terus menghinaku, tapi ... Leo, apa aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu?" lirih Alice dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata.

Alice terus memikirkan suara Dara, membayangkan apa yang Leonardo lakukan selama ini di belakangnya, semakin membuat dadanya sesak.

Sementara itu, di tempat berbeda, tepatnya di sebuah kafe mewah milik keluarga Leonardo. Dara langsung meletakkan ponsel Leonardo kembali di tempat semula. Tadi, saat Alice menelepon, Leonardo ke toilet dan melupakan ponselnya di sebelah dokumen yang bertumpuk.

Leonardo menatap ponselnya yang masih menyala lalu menatap Dara dengan tatapan selidik.

"Siapa yang menelepon, Dara?" tanya Leonardo tanpa basa-basi.

Dara menggeleng tidak ingin menjawab, tetapi Leonardo kembali menanyakan hal yang sama padanya. Hingga akhirnya karena tidak ingin menjadi pusat perhatian, Dara menjawab apa adanya.

"Kau tidak mengatakan hal berlebihan kan, Dara?" tanya Leonardo memeriksa ponselnya dan memeriksa berapa lama Dara menerima panggilan dari Alice.

Dara mendengus pelan, "Tidak, Pak. Saya tahu, mana batasan antara atasan dan bawahan," ujar Dara akhirnya.

Leonardo menggeleng pelan dan duduk di sebelah Dara kembali. Posisi mereka memang terlihat berdekatan jika dilihat dari jauh. Tetapi, sebenarnya ada jarak yang nyata diantara mereka.

"Jangan lakukan lagi. Jangan lewati batasmu, Dara," tegur Leonardo agar Dara tidak lagi sembarang menerima panggilan di ponsel miliknya.

Leonardo melihat jam tangan mahal miliknya. Ada setengah jam lagi untuk kedatangan rekan istimewanya. Jadi, dia masih ada waktu untuk mempersiapkan diri dengan baik.

Namun sebelum itu, dia kembali mencoba menghubungi Alice untuk menanyakan perihal istrinya menelepon.

Leonardo mengerutkan kening karena ponsel milik Alice tidak bisa dihubungi, "Dia mematikan ponselnya?" gumam Leo tidak percaya.

Selama ini, Alice tidak pernah mematikan ponsel karena wanita yang menjadi istrinya itu selalu mengisi baterai sampai penuh.

"Sebenarnya apa yang Dara katakan pada Alice." Kembali Leonardo bertanya pada diri sendiri. Kemudian mencoba menghubungi Alice walau dia tahu hasilnya.

Seperti dugaannya, Alice mematikan ponselnya. Ini pertama kali selama mereka menikah. Tidak ingin terlalu lama memikirkan Alice. Leonardo kembali ke meja di mana sudah ada Dara dengan dua orang pria yang baru saja terlihat datang. Leonardo melebarkan langkah dan menyambut tamu spesialnya.

Leonardo mengulurkan tangan dengan wajah ramah. "Selamat datang Tuan Arsen."

Pria yang memiliki senyum menawan itu pun menyambut tidak kalah ramahnya, "Senang bertemu dengan Anda juga tuan Leonardo," balasnya.

Setelah itu, mereka duduk saling menghadap, dan tidak lama, makanan spesial yang sudah Dara pesan juga tiba. Arsen memasang wajah cerah, senang dengan jamuan yang rekan kerjanya ini berikan.

"Sepertinya Anda memang sudah mempersiapkan semuanya dengan sempurna Tuan, Anda sangat tahu saya menyukai udang dan makanan laut lainnya," tukas Arsen kemudian.

Semuanya tertawa akrab, tidak sulit untuk mendapatkan perhatian dari lawan, karena sebelum mereka bertemu Bram sudah mendapatkan semua informasi valid sebagai senjata.

Mereka makan siang bersama dengan hangat. Arsen yang juga sudah tahu bagaimana rekannya tidak merasa canggung sama sekali. Beberapa kali ia menangkap sikap Dara yang menurutnya sedikit berlebihan dilakukan oleh sekretaris.

Arsen juga bisa melihat tatapan tidak senang Leonardo atas tindakan Dara yang menurutnya tidaklah pantas ditunjukkan di depan umum.

"Apakah wanita cantik ini--"

"Jangan salah paham, Tuan. Dara adalah Sekretaris saya, kami sudah seperti kerabat hingga dia terkadang terlihat berlebihan," potong Leonardo cepat sebelum rumor tidak baik tersebar.

Arsen tertawa dengan anggukan, ia jelas melihat bagaimana Dara yang langsung memasang wajah hampa atas ucapan Leonardo untuknya.

Beberapa menit, meja kembali bersih dan layak digunakan. Leonardo menjelaskan dengan detail kenapa memilih perusahaan Arsen sebagai rekan kerja yang terbaik. Arsen mengangguk setuju dengan semua pujian yang Leonardo berikan. Ia juga mengakui jika mereka bekerja sama, bisnis yang mereka kelola akan semakin maju dan besar.

Dua pemimpin Eropa yang tampan dan kaya bersatu, bukankah hal itu jauh lebih menggemparkan, apalagi setelah mereka berdua sukses dalam bisnis mereka, maka dengan mudah semua perusahaan kecil akan tunduk dan ikut menanam saham pada mereka.

"Anda sangat luar biasa, Tuan. Sudah benar, tuan Horrison memilih Anda menjadi penerus, saya bisa melihat bahwa bisnis ini akan berkembang pesat," tukas Arsen kembali lagi.

Dara senang, akhirnya apa yang Leonardo harapkan tercapai dengan mudah dan tanpa hambatan, apa pun. Arsen adalah pilihan terbaik, dan bersyukur Arsen juga menganggap Leonardo rekan yang bisa menguntungkan.

"Senang bekerja sama dengan Anda, Tuan Horrison," kata Arsen menjabat uluran tangan Leonardo setelah menandatangani kontrak kerja sama.

Leonardo juga mengatakan hal yang sama. Terlihat rasa puas karena bisa menaklukkan pria keras kepala seperti Arsen adalah prestasi yang patut diacungi jempol.

Setelah kepergian Arsen dan Jhon, Dara bernapas lega. Sejak tadi, dia menahan diri untuk tetap bersikap baik di hadapan rekan kerja baru mereka.

"Pak, Anda hebat sekali. Aku semakin bangga padamu." Dara ingin memeluk lengan Leonardo tetapi urung karena tatapan Leo yang langsung bisa ia tangkap.

Dara merapikan kembali duduknya, ia menoleh pada Leo lagi dan berucap lembut. "Bagaimana kalau kita rayakan keberhasilan ini, di tempat biasa?"

"Aku sibuk," tolak Leonardo langsung.

"Tapi, kita sudah lama tidak keluar bersama, Leo. Ibumu juga pasti tidak akan marah." Dara masih terus merayu dengan mengusap lengan Leonardo lembut.

Leonardo menatap Dara. Menghentikan gerakan tangan sekretarisnya yang mungkin saja bisa terlihat oleh orang lain dan itu menjadi bumerang terhadapnya.

"Pergilah berlibur untuk beberapa waktu. Kau sudah bekerja keras beberapa hari ini," tukas Leonardo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status