Leonardo duduk di bangku, menatap kedua wanita yang disayanginya tengah dalam perdebatan baru. Jika dulu, mereka berdua bertengkar, kali ini mereka masih bertengkar karena kebaikan bersama. “Dengarkan saja ibu, Alice,” putus Leonardo menengahi keduanya.Luna yang mendapatkan pembelaan dari putranya lantas mendekat dan memeluk Leo.“Dengar putraku pun mendukung apa yang aku ucapkan. Sekarang jangan keras kepala lagi,” kata Luna.Alice menghela napas, “Baiklah, kalau begitu, siapa yang akan memasak?”Luna meminta para pelayan yang biasa mereka liburkan di dapur kembali melakukan pekerjaan seperti biasa. Semua jelas senang karena mendapatkan kesempatan itu. “Kalian berdua buatkan kami makan malam yang enak. Mulai sekarang, Alice tidak akan membantu kalian jadi, jangan ada yang bermalas-malasan.”Leo melirik istrinya yang memasang wajah biasa saja. Seolah apa yang dilakukan mertuanya sedikit berlebihan.“Baik Nyonya. Kami akan melakukan yang terbaik lagi.”Luna membawa Leo dan Alice ke
Pagi hari di kediaman Leonardo, wanita yang baru saja selesai dengan dirinya sendiri tiu, turu. Ke lantai bawah dengan tergesa. Bagun tidur, Alice sudah tidak menemuka Leo di dalam kamar. Bahkan suaminya itu sudah tidak ada di dalam kamar pribadinya.“Nyonya, Anda ingin sarapan sekarang?” tanya pelayan kada Alice yang baru menampakkan kaki di lantai dasar.Alice menoleh dengan senyuman ramah seperti biasa. “Nanti saja. Di mana Leo?”“Tuan sudah berangkat beberapa menit yang lalu, Nyonya,” jawabnya.“Kenapa dia tidak membangunkan aku?” gumam Alice, ia melirik ke arah pelayan wanita di hadapannya, “terima kasih, ya. Aku akan ke dapur beberapa menit lagi.”Si pelayan wanita pamit undur diri. Sementara Alice melangkah jenarah taman belakang. Sudah beberapa hari ia tidak melihat tanaman ibu mertuanya yang pernah dirawat dengan sepenuh hati.“Ibu, di sini?” Alice mendekat dan berdiri di sebelah Luna yang tengah menyiram tanaman miliknya.“Lalu aku di mana? Aku harus merawat mereka agar tumb
Keluar dari lift, Leonardo berlari tergesa, jantungnya berdebar karena begitu khawatir. Karena sudah menghapal kode pintu Dara, ia langsung masuk dan menutupnya dengan segera.Di dalam ruangan itu, Leo tidak melihat siapa pun selain siluet wanita tengah terbaring di sofa dengan berselimut kain tebal.Leo melangkah lebar, berdiri di depan Dara yang meringkuk dengan wajah pucat. Leo berjongkok dan memegang dahi Dara untuk memeriksa suhu dari Sekretarisnya.“Astaga, kenapa tidak langsung ke rumah sakit, Dara?” ucap Leo dengan nada marah.“Pak, jangan memarahi saya. Saya … saya sakit.” Dara semakin mengeratkan selimutnya. Leo yang tidak sabar langsung membawa Dara dalam gendongan. Mereka harus segera ke rumah sakit dengan segera. “Pak, Anda ingin bawa saya kemana?”“Diamlah, sudah aku katakan sebelumnya, jika sakit tolong cepat kerumah sakit,” omel Leonardo merasa suhu badan Dara semakin meningkat.Dara terkekeh, ia mengalungkan tangannya di leher Leonardo, menenggelamkan kepala pada da
Dara memalingkan wajah, seluruh ingatannya telah pulih, ia tahu dan ingat jelas apa yang terjadi, tetapi kenapa pria yang membawanya kini berubah?“Nona Dara, Anda tidak ingin berterima kasih pada saya?” Bram duduk dengan kaki menyilang, menatap punggung kecil milik Dara.“Kenapa bukan pak Leo yang menjaga saya. Kenapa harus Anda pak Bram?”Bram terkekeh kecil, membayangkan wajah Arsen semalam seperti hiburan untuknya. Mendengar tawa mengejek dari Bram, Dara menoleh dengan tatapan sengit.“Apakah ini sangat lucu? Saya ingat semalam pak Leo yang membawa saya.”Bram berdehem untuk menghentikan tawanya, “Saya mengingat wajah pak Arsen, percayalah nona yang menjaga Anda sejak awal bukan pak Leo melainkan pak Arsen,” jelas Bram semakin membuat Dara terperangah.“Pak Arsen? Bagaimana mungkin, semalam saya ingat jika itu adalah pak Leo,” ucap Dara semakin merasa pusing. Bagaimana bisa Leo berubah menjadi Arsen.Bram mengedikkan bahu, ia mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan gambar Arsen yan
Tiba di gedung tinggi, Alice masuk seorang diri. Sementara Edgar, ia langsung membawa mobil mewahnya melaju dengan kecepatan sedang. Pria muda itu, memiliki janji lain yang tidak bisa ditundanya.“Saya ingin bertemu dengan pak Leo, apakah beliau ada di ruangannya?” tanya Alice pada resepsionis.Kedua wanita cantik di sana terperangah menatap kecantikan Alice dari dekat, terlihat seperti boneka hidup yang bersinar.“Maaf Nyonya, tetapi Pak Leo baru saja keluar dalam pertemuan,” jawab salah satu diantara mereka, menunduk merasa tidak enak.Alice berdecak, andai saja dia menerima panggilan Leo tadi, ia tidak perlu serepot ini.“Kira-kira kembali berapa jam lagi?” Alice masih mencoba menunggu.“Sekitar dua jam lagi, Nyonya. Anda bisa menunggu di ruangan pak Leo jika ingin,” balas mereka sopan. “Tidak perlu. Aku kembali saja.” Alice berbalik dan sudah siap ingin menelepon supir, tetapi Bram segera tiba dengan langkah yang lebar.“Nyonya, Anda di sini?” tanya Bram tidak tahu jika Alice ber
Leo mengusap wajah setelah mendengar apa yang Bram beritahu. Alice tahu kemana dirinya dan itu sangat memalukan. Berulang kali, ia meyakinkan, tetapi berulang kali juga dia memberi bukti bahwa dirinya tidak bisa lepas dari Dara.“Aku akan kembali beberapa menit lagi.” Leonardo mematikan ponselnya dan meletakkan di samping duduknya. Pria itu, menghembuskan napas berulang kali. Setelah merasa tenang, berulah ia meminta supir untuk membawanya kembali ke kantor. Leo akan menenangkan diri juga membuat narasi agar alasannya bisa diterima oleh Alice.Ia pun akan meminta Bram untuk bersiap selama kepergiannya berlibur.Tiba di gedung miliknya, Leonardo langsung masuk dengan langkah yang lebar. Ia ingin mendengar sekali lagi apa yang Bram jelaskan tadi padanya. “Bram, masuk ke ruanganku!” pinta Leo pada Bram yang kebetulan keluar dari ruangannya.Bram menutup pintu dan mengekor di belakang bosnya, wajah tegang Leonardo sudah dipastikan terjadi sesuatu yang tidak baik sebelumnya.“Duduk dulu
Di dalam ruangan dengan cat berwarna coklat muda. Leonardo membelakangi ibunya, menatap para pekerja yang tengah membersihkan pekarangan mereka seperti biasa.“Itu hanya akal-akalan Dara saja, Bu. Jangan diambil pusing,” jaga Leo setelah mendengar semua ancaman Dari pada ibunya.Luna mendekat, berdiri di sebelah Leo yang bersedekap dada. “Ibu tahu, dia hanya mengancam, tetapi tetap saja, ibu akan khawatir. Bagaimana jika tuan Oscar tahu dan marah pada kita?”Leo berbalik, menoleh pada ibunya yang terlihat sangat gusar. “Ibu, itu tidak akan terjadi. Lagipula, ayah mertuaku tahu mana yang bisa dianggap serius dan tidak. Apa yang akan Dara sebarkan juga bukan barang bukti yang kuat, itu hanya masa kecil kami.”Luna menggeleng kuat. “Kamu salah Leo. Wanita itu memiliki satu foto kalian saat bersama di–”Luna tidak bisa melanjutkan perkataannya, ia begitu malu dan juga marah pada dirinya sendiri. Sejujurnya, ini terjadi karena keinginannya yang meminta Dara mendekati Leo.“Aku akan mengur
Leonardo terdiam, ia menatap seluruh ruangan yang masih remang. Pembicaraan dengan kakeknya beberapa jam lalu, berhasil membuatnya merasa bersalah.Pria tua itu dengan teliti memeriksa semua tentang dirinya. Bahkan keberangkatan bersama Dara kala itu pun kakeknya ketahui.Leonardo menggenggam besi balkon dengan kuat. Bukan karena memiliki rasa cinta pada Dara hingga ia begitu takut jika ada hal buruk terjadi.Wanita itu—Dara, hanya memiliki dirinya seorang. Lalu, bisakah Leonardo lepas tangan begitu saja?Ada rasa yang salah yang terasa begitu menyakitkan. Di mana dia memposisikan jika Alice menjadi dirinya. Mungkin Alice masih bisa tenang dengan semua yang terjadi, sementara dirinya membayangkan saja rasanya sudah ingin menghancurkan Arsen.Arsen menoleh ke belakang, menatap ranjang yang ditiduri wanita cantik di atasnya. Lekuk tubuh Alice memang begitu menggiurkan, tetapi masih saja ia menyakiti sang istri dengan membiarkan wanita lain memeluknya.Perlahan Leo melangkah ke arah ranj