“Kak Ale sedang apa?” Ale memundurkan tubuhnya. Ingatannya kembali pada ciuman kemarin yang dilakukan oleh Alca. Ciuman itu juga berawal dari saling pandang. Spontan Alca segera menarik tangannya yang berada di leher dan kaki Ale. Dengan gerakan cepat Alca memudurkan tubuhnya. Namun, siapa sangka jika gerakan Alca yang terlalu cepat membuat kepalanya terbentuk pintu mobil. Karena cukup kencang, kepala Alca sudah seperti bola- membal. Sampai-sampai kepalanya menabrak sesuatu di depannya. Alca merasakan wajahnya menabrak dua gundukan milik Ale. Terasa begitu kenyal sekali saat wajahnya menabrak. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut. Alca sudah sering melihat dua gundukan milik Ale itu. Ukurannya cukup besar, mungkin karena Ale sedang hamil. Jadi berbeda dengan wanita pada umumnya. Sesekali memang Alca tergoda. Maklum, Alca hanya pria biasa yang dipenuhi gairah. Jadi wajar jika tergoda dengan gundukan yang menonjol dari tubuh Ale itu. Namun, dia bisa menahannya dengan cara menghin
Ale langsung menutup pintu ketika sampai di kamar. Napasnya terengah ketika jantungnya berpacu begitu cepat. Rasanya seperti baru saja berlari. Ale memegangi dadanya yang berdegup kencang. “Kenapa aku begitu berdebar-debar?” Ale benar-benar takut dengan perasaan ini. Dia belum mau mengganti Dima di dalam relung hatinya. Namun, perasaan aneh itu terus menyusup masuk ke hatinya. Membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. “Aku tidak boleh terlalu terbuai.” Ale berusaha menyakinkan hatinya. Tidak mau sampai hatinya luluh begitu saja. Padahal suaminya belum lama meninggal.Saat memegangi dadanya. Ale teringat bagaimana Alca tadi menempelkan wajahnya di dadanya. Ale benar-benar tidak bisa membayangkan kejadian itu lagi. Ale pun memilih untuk segera mandi. Menyegarkan pikirannya dengan apa yang tadi dilakukan oleh Alca. Di tempat berbeda Alca yang berada di bawah kucuran air mengusap wajahnya yang basah. Seketika ingatannya kembali pada kejadian tadi. Antara menyesal, tapi secara lak
Pagi-pagi sekali Ale sudah bangun. Dia ingin jalan-jalan pagi ini. Menghirup udara segar. Tepat saat keluar dari kamar, dia melihat Alca yang turun dari lantai atas. Padahal pria itu jarang sekali keluar dari kamarnya pagi-pagi seperti sekarang. “Kak Alca sudah bangun?” tanya Ale. “Iya, sudah.” Alca tersenyum. “Kamu mau jalan-jalan?” Alca memastikan. “Iya.” Ale mengangguk. “Ayo aku temani.” Sejujurnya, Alca ingin menemani Ale jalan-jalan pagi. Dia tahu jika setiap pagi sebelum masak, Ale jalan-jalan keliling perumahan. Ale tampak terkejut ketika Alca akan ikut dengannya jalan-jalan. Tentu saja dia merasa aneh. Karena tidak biasa-biasanya Alca mau ikut. “Apa Kak Alca tidak bekerja?” tanya Ale memastikan. “Aku bekerja, tapi ini masih jam lima jadi tidak masalah jika aku ikut kamu dulu.” Alca sudah memperkirakan waktu. Jadi tentu saja dia tidak masalah jika harus ikut Ale.Tidak ada alasan untuk menolak suaminya ikut dengannya jalan-jalan. Alhasil, Ale pun mengizinkan Alca untuk i
Ale hanya terpaku melihat Alca yang tiba-tiba mengatakan akan melakukan yang diinginkan Ale. Jelas ini membuat Ale bingung. Alca tampak berubah sekali. Berbeda dengan Alca yang ditemuinya setelah surat wasiat Dima dibacakan.“Sayur-sayur.” Suara pedang sayur yang berada di depan perumahan seketika membuyarkan pikiran Ale. Alca pun juga mengalihkan pandangan pada tukang sayur itu juga. “Aku beli sayur dulu, Kak.” Ale berpamitan dan segera mengayunkan langkahnya ke tukang sayur. Alca memilih menunggu dari kejauhan. Di tukang sayur banyak sekali ibu-ibu. Jadi tentu saja itu membuatnya malu jika ikut dengan Ale. “Kenapa aku mengatakan seperti tadi?” Alca bertanya pada dirinya sendiri. Merasa benar-benar-benar aneh ketika dengan dirinya sendiri. Apa yang dikatakan keluar begitu saja tanpa bisa dikontrol. Tentu saja itu membuatnya merasa bodoh sekali. Apa yang dikatakan seperti janji yang harus dipenuhinya. Mau tidak mau Alca harus melakukan semua itu. Ale memilih-milih sayuran di tuk
“Memang kenyataannya aku suamimu, lalu apa yang salah?” Alca pun balik bertanya. Menurutnya jawabannya tidak ada yang salah. Ale mengembuskan napasnya. Lagi pula yang dikatakan Alca memang benar adanya. Jadi tidak bisa disalahkan juga. “Tapi, mereka semua belum tahu jika kita sudah menikah.” Ale mencoba menjelaskan pada Alca. “Bagus jika mereka belum tahu. Jadi sekarang mereka tahu.” Alca dengan tenangnya menjawab. Ale merasa berdebat dengan Alca percuma. Pria di depannya tidak tahu apa yang dipikirkannya. Tidak mengerti apa maksudnya. “Sudah lupakan saja.” Ale memilih menghentikan aksinya menjelaskan. Dia langsung mengayunkan langkahnya meninggalkan Alca. Dari pada kesal, Ale memilih menghindar dari Alca karena suaminya tidak mengerti yang dijelaskan. Alca menarik senyum tipisnya. “ Aku tahu maksudmu. Kamu hanya tidak ingin orang melihatmu sudah menikah lagi padahal Dima belum lama meninggal, tapi aku hanya ingin menyelamatkanmu dari mulut ibu-ibu yang katakanya tajam.” Alca me
Mama Arriel mengajak Ale untuk ke mal. Rencananya Mama Arriel ingin membelikan barang-barang bayi. Karena sudah tahu jika anak Ale laki-laki. Jadi lebih mudah untuk membelikan barang-barang untuknya. “Apa Mauren sudah membelikan barang-barang untuk anakmu?” Saat memilih-milih, Mama Mauren bertanya. “Sudah, Ma.” Ale mengangguk. “Apa aku berarti terlambat?” tanya Mama Arriel tersenyum. “Bayinya belum lahir, mana bisa dibilang terlambat, Ma.” Ale menyelipkan senyuman di wajahnya. “Benar juga.” Mama Arriel membenarkan ucapan Ale. Mereka berdua memilih-milih baju untuk anak yang dikandung Ale. Karena berjenis kelamin laki-laki. Jadi mereka lebih mudah untuk memilih baju dan barang-barang lainnya. “Apa Alca sudah bersikap baik padamu?” tanya Mama Arriel seraya memilih baju untuk anak Ale. “Sudah, Ma. Kak Alca sudah bersikap baik.” Belakangan ini Alca memang bersikap baik padanya. Jadi tidak ada salahnya menceritakan pada sang mama mertua.“Syukurlah, Mama ikut senang jika Alca bisa
Ale menikmati memakan buah apel potong sambil melihat saluran televisi. Saat sore menjelang makan malam, dia punya waktu bersantai lebih dulu. Ale menonton film kartun. Selama hamil, Ale memang hobi sekali menonton film kartun. Dia bisa tertawa sendiri hanya karena aksi kejar-kejaran antara kucing dan tikus. Alca yang turun dari lantai atas, mendengar suara tawa Ale yang terdengar begitu renyah sekali. Tentu saja itu membuat Alca penasaran. Apa yang membuat Ale begitu riang sekali. Dengan segera Alca mempercepat langkahnya. Menghampiri Ale yang ada di ruang keluarga. “Apa yang membuatmu tertawa?” Alca bertanya seraya mendudukkan tubuhnya di sofa. Bersebelahan dengan Ale. “Lihatlah, tikus itu pintar sekali ketika dikerjai oleh kucing. Dia justru mengerjai balik si kucing.” Ale tertawa menceritakan pada Alca apa yang ditontonnya itu.Alca mengalihkan pandangan pada film yang ditonton Ale. Sejujurnya tidak terlalu lucu baginya. Namun, Ale bisa tertawa sebegitu riangnya. Membuat Alca b
Ale memilih baju untuk pergi dengan Alca. Entah kenapa dia bingung harus memilih baju apa. “Kenapa aku bingung sendiri?” Ale justru merasa aneh dengan sikapnya. Karena ucapan Mama Arriel dia jadi termotivasi untuk tampil baik di depan Alca. Ale terduduk. Memandangi pakaian yang diambilnya dan diletakkan di atas tempat tidur. “Jika aku membuat Kak Alca suka padaku, apa aku akan mengganti Dima di hatiku?” Rasanya Ale tidak suka dengan situasi ini. Dia belum siap jika mencari pengganti Dima. Namun, permintaan mertuanya jelas membuatnya berada dalam dilema. Ale meraih sembarangan bajunya. Tak mau memakai pakaian spesial. Ale juga memakai riasan tipis saja. Tidak mau terlalu menor dan membuat Alca merasa aneh. Setelah rapi, Ale keluar. Sudah ada Alca yang menunggunya di sana. “Sudah siap?” tanya Alca.“Sudah.” Ale mengangguk. Mendapati jawaban Ale, Alca memberikan isyarat mata untuk mengajak Ale segera keluar. Ale yang paham, segera mengekor di belakang Alca. Menuju ke mobil. Di mo
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker