Ale langsung menutup pintu ketika sampai di kamar. Napasnya terengah ketika jantungnya berpacu begitu cepat. Rasanya seperti baru saja berlari. Ale memegangi dadanya yang berdegup kencang. “Kenapa aku begitu berdebar-debar?” Ale benar-benar takut dengan perasaan ini. Dia belum mau mengganti Dima di dalam relung hatinya. Namun, perasaan aneh itu terus menyusup masuk ke hatinya. Membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. “Aku tidak boleh terlalu terbuai.” Ale berusaha menyakinkan hatinya. Tidak mau sampai hatinya luluh begitu saja. Padahal suaminya belum lama meninggal.Saat memegangi dadanya. Ale teringat bagaimana Alca tadi menempelkan wajahnya di dadanya. Ale benar-benar tidak bisa membayangkan kejadian itu lagi. Ale pun memilih untuk segera mandi. Menyegarkan pikirannya dengan apa yang tadi dilakukan oleh Alca. Di tempat berbeda Alca yang berada di bawah kucuran air mengusap wajahnya yang basah. Seketika ingatannya kembali pada kejadian tadi. Antara menyesal, tapi secara lak
Pagi-pagi sekali Ale sudah bangun. Dia ingin jalan-jalan pagi ini. Menghirup udara segar. Tepat saat keluar dari kamar, dia melihat Alca yang turun dari lantai atas. Padahal pria itu jarang sekali keluar dari kamarnya pagi-pagi seperti sekarang. “Kak Alca sudah bangun?” tanya Ale. “Iya, sudah.” Alca tersenyum. “Kamu mau jalan-jalan?” Alca memastikan. “Iya.” Ale mengangguk. “Ayo aku temani.” Sejujurnya, Alca ingin menemani Ale jalan-jalan pagi. Dia tahu jika setiap pagi sebelum masak, Ale jalan-jalan keliling perumahan. Ale tampak terkejut ketika Alca akan ikut dengannya jalan-jalan. Tentu saja dia merasa aneh. Karena tidak biasa-biasanya Alca mau ikut. “Apa Kak Alca tidak bekerja?” tanya Ale memastikan. “Aku bekerja, tapi ini masih jam lima jadi tidak masalah jika aku ikut kamu dulu.” Alca sudah memperkirakan waktu. Jadi tentu saja dia tidak masalah jika harus ikut Ale.Tidak ada alasan untuk menolak suaminya ikut dengannya jalan-jalan. Alhasil, Ale pun mengizinkan Alca untuk i
Ale hanya terpaku melihat Alca yang tiba-tiba mengatakan akan melakukan yang diinginkan Ale. Jelas ini membuat Ale bingung. Alca tampak berubah sekali. Berbeda dengan Alca yang ditemuinya setelah surat wasiat Dima dibacakan.“Sayur-sayur.” Suara pedang sayur yang berada di depan perumahan seketika membuyarkan pikiran Ale. Alca pun juga mengalihkan pandangan pada tukang sayur itu juga. “Aku beli sayur dulu, Kak.” Ale berpamitan dan segera mengayunkan langkahnya ke tukang sayur. Alca memilih menunggu dari kejauhan. Di tukang sayur banyak sekali ibu-ibu. Jadi tentu saja itu membuatnya malu jika ikut dengan Ale. “Kenapa aku mengatakan seperti tadi?” Alca bertanya pada dirinya sendiri. Merasa benar-benar-benar aneh ketika dengan dirinya sendiri. Apa yang dikatakan keluar begitu saja tanpa bisa dikontrol. Tentu saja itu membuatnya merasa bodoh sekali. Apa yang dikatakan seperti janji yang harus dipenuhinya. Mau tidak mau Alca harus melakukan semua itu. Ale memilih-milih sayuran di tuk
“Memang kenyataannya aku suamimu, lalu apa yang salah?” Alca pun balik bertanya. Menurutnya jawabannya tidak ada yang salah. Ale mengembuskan napasnya. Lagi pula yang dikatakan Alca memang benar adanya. Jadi tidak bisa disalahkan juga. “Tapi, mereka semua belum tahu jika kita sudah menikah.” Ale mencoba menjelaskan pada Alca. “Bagus jika mereka belum tahu. Jadi sekarang mereka tahu.” Alca dengan tenangnya menjawab. Ale merasa berdebat dengan Alca percuma. Pria di depannya tidak tahu apa yang dipikirkannya. Tidak mengerti apa maksudnya. “Sudah lupakan saja.” Ale memilih menghentikan aksinya menjelaskan. Dia langsung mengayunkan langkahnya meninggalkan Alca. Dari pada kesal, Ale memilih menghindar dari Alca karena suaminya tidak mengerti yang dijelaskan. Alca menarik senyum tipisnya. “ Aku tahu maksudmu. Kamu hanya tidak ingin orang melihatmu sudah menikah lagi padahal Dima belum lama meninggal, tapi aku hanya ingin menyelamatkanmu dari mulut ibu-ibu yang katakanya tajam.” Alca me
Mama Arriel mengajak Ale untuk ke mal. Rencananya Mama Arriel ingin membelikan barang-barang bayi. Karena sudah tahu jika anak Ale laki-laki. Jadi lebih mudah untuk membelikan barang-barang untuknya. “Apa Mauren sudah membelikan barang-barang untuk anakmu?” Saat memilih-milih, Mama Mauren bertanya. “Sudah, Ma.” Ale mengangguk. “Apa aku berarti terlambat?” tanya Mama Arriel tersenyum. “Bayinya belum lahir, mana bisa dibilang terlambat, Ma.” Ale menyelipkan senyuman di wajahnya. “Benar juga.” Mama Arriel membenarkan ucapan Ale. Mereka berdua memilih-milih baju untuk anak yang dikandung Ale. Karena berjenis kelamin laki-laki. Jadi mereka lebih mudah untuk memilih baju dan barang-barang lainnya. “Apa Alca sudah bersikap baik padamu?” tanya Mama Arriel seraya memilih baju untuk anak Ale. “Sudah, Ma. Kak Alca sudah bersikap baik.” Belakangan ini Alca memang bersikap baik padanya. Jadi tidak ada salahnya menceritakan pada sang mama mertua.“Syukurlah, Mama ikut senang jika Alca bisa
Ale menikmati memakan buah apel potong sambil melihat saluran televisi. Saat sore menjelang makan malam, dia punya waktu bersantai lebih dulu. Ale menonton film kartun. Selama hamil, Ale memang hobi sekali menonton film kartun. Dia bisa tertawa sendiri hanya karena aksi kejar-kejaran antara kucing dan tikus. Alca yang turun dari lantai atas, mendengar suara tawa Ale yang terdengar begitu renyah sekali. Tentu saja itu membuat Alca penasaran. Apa yang membuat Ale begitu riang sekali. Dengan segera Alca mempercepat langkahnya. Menghampiri Ale yang ada di ruang keluarga. “Apa yang membuatmu tertawa?” Alca bertanya seraya mendudukkan tubuhnya di sofa. Bersebelahan dengan Ale. “Lihatlah, tikus itu pintar sekali ketika dikerjai oleh kucing. Dia justru mengerjai balik si kucing.” Ale tertawa menceritakan pada Alca apa yang ditontonnya itu.Alca mengalihkan pandangan pada film yang ditonton Ale. Sejujurnya tidak terlalu lucu baginya. Namun, Ale bisa tertawa sebegitu riangnya. Membuat Alca b
Ale memilih baju untuk pergi dengan Alca. Entah kenapa dia bingung harus memilih baju apa. “Kenapa aku bingung sendiri?” Ale justru merasa aneh dengan sikapnya. Karena ucapan Mama Arriel dia jadi termotivasi untuk tampil baik di depan Alca. Ale terduduk. Memandangi pakaian yang diambilnya dan diletakkan di atas tempat tidur. “Jika aku membuat Kak Alca suka padaku, apa aku akan mengganti Dima di hatiku?” Rasanya Ale tidak suka dengan situasi ini. Dia belum siap jika mencari pengganti Dima. Namun, permintaan mertuanya jelas membuatnya berada dalam dilema. Ale meraih sembarangan bajunya. Tak mau memakai pakaian spesial. Ale juga memakai riasan tipis saja. Tidak mau terlalu menor dan membuat Alca merasa aneh. Setelah rapi, Ale keluar. Sudah ada Alca yang menunggunya di sana. “Sudah siap?” tanya Alca.“Sudah.” Ale mengangguk. Mendapati jawaban Ale, Alca memberikan isyarat mata untuk mengajak Ale segera keluar. Ale yang paham, segera mengekor di belakang Alca. Menuju ke mobil. Di mo
“Pilihlah dekorasi lainnya.” Alca menatap Ale. Tidak hanya ranjang bayi saja, tetapi Alca mau Ale memilih yang lain juga. Berada di toko furnitur dengan pernak-pernik yang menarik membuat Ale tentu saja begitu senang sekali. Dia memilih beberapa benda lainnya. Ada lemari yang juga dibeli Ale khusus untuk menaruh baju-baju bayi yang dibelinya. Ada juga hiasan-hiasan dinding lucu khas anak-anak. Bantal lucu untuk anak-anak. Ale benar-benar khilaf sampai membeli banyak barang untuk anaknya. Mungkin karena terlalu semangat. Alca yang melihat aksi Ale tidak mempermasalahkan itu. Dia merasa ini caranya melakukan sesuatu untuk Ale sebagai ganti Dima. Andai Dima di sini. Mungkin dirinya tidak akan susah payah melakukan hal ini. Mungkin Dima yang akan menemani Ale. “Aku pilih banyak sekali. Apa tidak apa-apa?” Ale menatap Alca dengan tatapan tidak enak. Apalagi saat melihat troli yang sudah penuh.Alca merasa lucu. Warisan Ale cukup banyak. Jadi harusnya dia tidak merasa takut untuk menghab