“Pilihlah dekorasi lainnya.” Alca menatap Ale. Tidak hanya ranjang bayi saja, tetapi Alca mau Ale memilih yang lain juga. Berada di toko furnitur dengan pernak-pernik yang menarik membuat Ale tentu saja begitu senang sekali. Dia memilih beberapa benda lainnya. Ada lemari yang juga dibeli Ale khusus untuk menaruh baju-baju bayi yang dibelinya. Ada juga hiasan-hiasan dinding lucu khas anak-anak. Bantal lucu untuk anak-anak. Ale benar-benar khilaf sampai membeli banyak barang untuk anaknya. Mungkin karena terlalu semangat. Alca yang melihat aksi Ale tidak mempermasalahkan itu. Dia merasa ini caranya melakukan sesuatu untuk Ale sebagai ganti Dima. Andai Dima di sini. Mungkin dirinya tidak akan susah payah melakukan hal ini. Mungkin Dima yang akan menemani Ale. “Aku pilih banyak sekali. Apa tidak apa-apa?” Ale menatap Alca dengan tatapan tidak enak. Apalagi saat melihat troli yang sudah penuh.Alca merasa lucu. Warisan Ale cukup banyak. Jadi harusnya dia tidak merasa takut untuk menghab
“Terima kasih, Kak, sudah mengajak aku membeli barang-barang bayi.” Sebelum masuk ke kamar, Ale mengucapkan terima kasih terlebih dahulu.“Sama-sama. Apa kamu senang ?” tanya Alca memastikan “Aku senang, Kak. Ternyata seru bisa membeli barang-barang untuk si kecil. Tidak sabar menunggu besok barang-barangnya datang.” Ale begitu bersemangat sekali. Pastinya akan seru sekali ketika mendekor kamar untuk menyambut anaknya nanti. “Tadi mereka bilang akan dikirim selasa. Artinya akan dikirim saat aku bekerja. Berjanjilah untuk tidak melakukan apa pun. Aku yang akan merakitnya sendiri nanti.” Alca memberikan peringatan pada Ale. Takut jika Ale akan melakukan hal tak terduga seperti mengangkat ranjang bayi. “Iya.” Ale langsung mengangguk cepat. Dia akan melakukan apa yang dikatakan oleh Alca. “Bagus, sekarang kamu istirahatlah.” Alca memberikan isyarat mata pada Ale untuk masuk ke kamar. “Baiklah, aku masuk dulu.” Ale segera masuk ke kamarnya. Melihat Ale yang sudah masuk, segera Alca m
Ale dan Alca sampai di tempat senam. Beberapa ibu hamil juga baru datang seperti Ale juga. Mereka juga datang bersama dengan suami mereka. Alca memerhatikan ibu-ibu hamil yang ditemani suaminya. Tentu saja itu membuatnya bertanya-tanya, apakah Ale selama ini pergi sendiri. Tidak didampingi siapa pun. Ale mengajak Alca ke ruangan senam. Ternyata lebih banyak ibu hamil yang bersama dengan suaminya. Mereka tampak menemani sang istri yang sedang bersiap. Alca memerhatikan para suami yang memakai baju olahraga. Jika dilihat, hanya dirinya saja yang memakai baju biasa. Walaupun pakai kaos, Alca memakai celana jeans. Ale membuka jaket yang dipakainya. Di balik jaketnya, Ale sudah memakai baju olahraga siap untuk berolahraga. “Apa mereka-mereka itu mau ikut senam?” tanya Alca pada Ale. Sorot matanya tertuju pada para suami yang sedang asyik bersiap. Mendapati pertanyaan Alca, Ale segera mengalihkan pandangan pada apa yang dilihat oleh Ale. Dia pun mengerti yang dimaksud oleh Alca.“Iya,
Alca menarik tangan Ale. Mengajaknya bergabung dengan ibu hamil yang lainnya. Ale hanya terpaku saja. Mengikuti ke mana Alca membawanya. “Kak Alca yakin akan ikut?” tanya Ale memastikan. Alca memakai celana jeans. Jadi tentu saja itu membuatnya merasa tidak pas jika Alca menemaninya saat jni. “Kenapa memangnya?” tanya Alca. “Kak Alca pakai celana jeans. Bagaimana bisa senam?” Ale melihat celana jeans yang dipakai Alca.“Tidak masalah.” Alca tidak mau ambil pusing. Yang dipikirnya adalah menemani Ale. Jadi tidak mau ambil pusing masalah apa yang dipakai. Ale tidak bisa berkata apa-apa ketika Alca tetap dengan keinginannya untuk menemani senam. “Baiklah, kita mulai dulu pemanasan.” Coach memberikan arahan. Ale dan Alca melakukan apa yang diarahkan. Ale memerhatikan Alca yang juga menggerakkan tubuhnya. Tampak Alca tidak masalah ketika melakukan pemanasan dengan memakai celana jeans. Tentu saja itu membuat Ale bingung. Kenapa Alca tetap ingin melakukan senam dengannya. Semua ibu d
Ale terpaku dengan ucapan Alca. Serasa kalimat itu untuknya. Padahal Ale sadar jika kalimat tersebut ditujukan untuk anaknya. Namun, tetap saja perasaannya berkata lain.Alca terus memandangi wajah Ale. Melihat wajah Ale dari dekat membuat Alca tidak bisa mengelak kecantikan Ale. Ternyata istrinya itu cantik. Ke mana saja dirinya selama ini sampai tidak tahu ada wanita cantik di depannya. Ucapan yang baru saja diucapkan pada Ale membuat Alca memikirkan. Kenapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya. Pada siapa sebenarnya kalimat itu ditujukan. Pada Alekah atau pada anak dalam kandungan Ale?Tendangan dari dalam kandungan Ale, seketika membuat Ale dan Alca tersadar dengan pikiran mereka masing-masing. Ale sampai mengaduh lirih karena tendangan anaknya cukup kencang. Alca yang merasakan jelas tendangan anak Ale tersebut, juga terkejut sekali. Seolah anak dalam kandungan Ale merespons apa yang diucapkan baru saja. “Sepertinya dia mengerti apa yang aku katakan.” Alca mengulas senyumnya.
Siang ini Alca membuat janji dengan kakaknya. Sudah lama Alca tidak makan siang dengan kakaknya. Apalagi sejak sibuk di kantor Janitra. Alca sibuk sekali.“Maaf aku terlambat.” Loveta menarik kursinya. “Sudah biasa.” Alca mengulas senyum. Kakaknya memang selalu saja terlambat. Jadi dia sudah tidak terkejut. Loveta tersenyum.Selang beberapa saat akhirnya Alca dan Loveta memesan makanan. Sambil menunggu mereka mengobrol. “Kenapa tidak ajak Ale sekalian untuk makan siang bersama?” Loveta melemparkan pertanyaan itu pada Alca. “Aku dari kantor. Jadi jelas tidak mengajak Ale.” Alca menjelaskan pada sang kakak. “Iya, juga.” Loveta membenar ucapan adiknya. Lagi pula dia juga dari toko tadi. “Bagaimana toko? Apa berjalan baik?” Alca menatap sang kakak. Sebelum pindah ke perusahaan Janitra textile, Alca bekerja di Mayla Jewelry. Kini toko perhiasan itu sepenuhnya dipimpin oleh kakaknya. “Toko baik-baik saja. Semua lancar. Aku akan buka cabang lagi. Tidak ada masalah.” Loveta menjelaska
“Dengar, jangan coba angkat apa pun yang dikirim. Aku akan melakukan semuanya nanti.” Suara Alca di seberang sana terdengar memberikan perintah. Dia tidak ingin Ale sampai mengangkat barang apa pun. Karena takut terjadj apa-apa pada Ale. “Iya, Kak. Aku tidak akan melakukan apa pun.” Ale mengerti perintah suaminya itu. “Baiklah, aku akan segera sampai.” Alca memang sedang dalam perjalanan ke rumah setelah tadi pihak kurir mengabari jika barang-barang yang dipesannya akan dikirim dan sedang dalam perjalanan.“Baiklah.” Ale segera mematikan sambungan telepon. “Ini taruh di mana, Bu?” tanya kurir yang mengantarkan barang-barang pesanan Ale. “Iya, taruh sini saja.” Ale menunjuk ke teras rumah. Akhirnya semua barang sudah diturunkan. Tidak ada yang kurang. Tepat saat kurir menyelesaikan pekerjaannya, Alca datang. Pria itu segera menemui kurir yang mengantarkan barang pesanan Ale. “Apa semua sudah dikirim?” tanya Alca. “Sudah, Pak. Ini invoice-nya.” Kurir menjelaskan sambil memberika
Akhirnya Alca dan Ale selesai juga mendekorasi tempat tidur bayi. Mereka benar-benar menyambut kedatangan bayi yang berada dalam kandungan Ale.“Wah ... cantik sekali.” Ale melihat ranjang bayi tampak begitu indah dengan beberapa hiasannya. “Lihatlah, sekarang tempat tidurmu sudah siap.” Alca melihat ke arah perut Ale. Mengajak anak dalam kandungan Ale berbicara.Ale mengulas senyumnya ketika melihat Alca mengajak bicara anaknya. Ale merasa Alca sekarang begitu perhatian sekali. Apalagi pada anaknya. “Aku akan buatkan minuman dingin untuk Kak Alca.” Ale berlalu meninggalkan Alca. Menuju ke dapur untuk membuatkan minuman dingin untuk Alca.Alca mengekor di belakang Ale. Keluar dari kamar juga. Alca memilih menunggu Ale di ruang keluarga. Sambil mengistirahatkan tubuhnya. Dua minuman dingin dibawa oleh Ale ke ruang keluarkan. Memberikan satu pada Alca. Tampak suaminya itu tampak lemas sekali.“Terima kasih.” Alca menerima gelas yang diberikan oleh Ale. Meminum minuman dingin yang di