“Memang kenyataannya aku suamimu, lalu apa yang salah?” Alca pun balik bertanya. Menurutnya jawabannya tidak ada yang salah. Ale mengembuskan napasnya. Lagi pula yang dikatakan Alca memang benar adanya. Jadi tidak bisa disalahkan juga. “Tapi, mereka semua belum tahu jika kita sudah menikah.” Ale mencoba menjelaskan pada Alca. “Bagus jika mereka belum tahu. Jadi sekarang mereka tahu.” Alca dengan tenangnya menjawab. Ale merasa berdebat dengan Alca percuma. Pria di depannya tidak tahu apa yang dipikirkannya. Tidak mengerti apa maksudnya. “Sudah lupakan saja.” Ale memilih menghentikan aksinya menjelaskan. Dia langsung mengayunkan langkahnya meninggalkan Alca. Dari pada kesal, Ale memilih menghindar dari Alca karena suaminya tidak mengerti yang dijelaskan. Alca menarik senyum tipisnya. “ Aku tahu maksudmu. Kamu hanya tidak ingin orang melihatmu sudah menikah lagi padahal Dima belum lama meninggal, tapi aku hanya ingin menyelamatkanmu dari mulut ibu-ibu yang katakanya tajam.” Alca me
Mama Arriel mengajak Ale untuk ke mal. Rencananya Mama Arriel ingin membelikan barang-barang bayi. Karena sudah tahu jika anak Ale laki-laki. Jadi lebih mudah untuk membelikan barang-barang untuknya. “Apa Mauren sudah membelikan barang-barang untuk anakmu?” Saat memilih-milih, Mama Mauren bertanya. “Sudah, Ma.” Ale mengangguk. “Apa aku berarti terlambat?” tanya Mama Arriel tersenyum. “Bayinya belum lahir, mana bisa dibilang terlambat, Ma.” Ale menyelipkan senyuman di wajahnya. “Benar juga.” Mama Arriel membenarkan ucapan Ale. Mereka berdua memilih-milih baju untuk anak yang dikandung Ale. Karena berjenis kelamin laki-laki. Jadi mereka lebih mudah untuk memilih baju dan barang-barang lainnya. “Apa Alca sudah bersikap baik padamu?” tanya Mama Arriel seraya memilih baju untuk anak Ale. “Sudah, Ma. Kak Alca sudah bersikap baik.” Belakangan ini Alca memang bersikap baik padanya. Jadi tidak ada salahnya menceritakan pada sang mama mertua.“Syukurlah, Mama ikut senang jika Alca bisa
Ale menikmati memakan buah apel potong sambil melihat saluran televisi. Saat sore menjelang makan malam, dia punya waktu bersantai lebih dulu. Ale menonton film kartun. Selama hamil, Ale memang hobi sekali menonton film kartun. Dia bisa tertawa sendiri hanya karena aksi kejar-kejaran antara kucing dan tikus. Alca yang turun dari lantai atas, mendengar suara tawa Ale yang terdengar begitu renyah sekali. Tentu saja itu membuat Alca penasaran. Apa yang membuat Ale begitu riang sekali. Dengan segera Alca mempercepat langkahnya. Menghampiri Ale yang ada di ruang keluarga. “Apa yang membuatmu tertawa?” Alca bertanya seraya mendudukkan tubuhnya di sofa. Bersebelahan dengan Ale. “Lihatlah, tikus itu pintar sekali ketika dikerjai oleh kucing. Dia justru mengerjai balik si kucing.” Ale tertawa menceritakan pada Alca apa yang ditontonnya itu.Alca mengalihkan pandangan pada film yang ditonton Ale. Sejujurnya tidak terlalu lucu baginya. Namun, Ale bisa tertawa sebegitu riangnya. Membuat Alca b
Ale memilih baju untuk pergi dengan Alca. Entah kenapa dia bingung harus memilih baju apa. “Kenapa aku bingung sendiri?” Ale justru merasa aneh dengan sikapnya. Karena ucapan Mama Arriel dia jadi termotivasi untuk tampil baik di depan Alca. Ale terduduk. Memandangi pakaian yang diambilnya dan diletakkan di atas tempat tidur. “Jika aku membuat Kak Alca suka padaku, apa aku akan mengganti Dima di hatiku?” Rasanya Ale tidak suka dengan situasi ini. Dia belum siap jika mencari pengganti Dima. Namun, permintaan mertuanya jelas membuatnya berada dalam dilema. Ale meraih sembarangan bajunya. Tak mau memakai pakaian spesial. Ale juga memakai riasan tipis saja. Tidak mau terlalu menor dan membuat Alca merasa aneh. Setelah rapi, Ale keluar. Sudah ada Alca yang menunggunya di sana. “Sudah siap?” tanya Alca.“Sudah.” Ale mengangguk. Mendapati jawaban Ale, Alca memberikan isyarat mata untuk mengajak Ale segera keluar. Ale yang paham, segera mengekor di belakang Alca. Menuju ke mobil. Di mo
“Pilihlah dekorasi lainnya.” Alca menatap Ale. Tidak hanya ranjang bayi saja, tetapi Alca mau Ale memilih yang lain juga. Berada di toko furnitur dengan pernak-pernik yang menarik membuat Ale tentu saja begitu senang sekali. Dia memilih beberapa benda lainnya. Ada lemari yang juga dibeli Ale khusus untuk menaruh baju-baju bayi yang dibelinya. Ada juga hiasan-hiasan dinding lucu khas anak-anak. Bantal lucu untuk anak-anak. Ale benar-benar khilaf sampai membeli banyak barang untuk anaknya. Mungkin karena terlalu semangat. Alca yang melihat aksi Ale tidak mempermasalahkan itu. Dia merasa ini caranya melakukan sesuatu untuk Ale sebagai ganti Dima. Andai Dima di sini. Mungkin dirinya tidak akan susah payah melakukan hal ini. Mungkin Dima yang akan menemani Ale. “Aku pilih banyak sekali. Apa tidak apa-apa?” Ale menatap Alca dengan tatapan tidak enak. Apalagi saat melihat troli yang sudah penuh.Alca merasa lucu. Warisan Ale cukup banyak. Jadi harusnya dia tidak merasa takut untuk menghab
“Terima kasih, Kak, sudah mengajak aku membeli barang-barang bayi.” Sebelum masuk ke kamar, Ale mengucapkan terima kasih terlebih dahulu.“Sama-sama. Apa kamu senang ?” tanya Alca memastikan “Aku senang, Kak. Ternyata seru bisa membeli barang-barang untuk si kecil. Tidak sabar menunggu besok barang-barangnya datang.” Ale begitu bersemangat sekali. Pastinya akan seru sekali ketika mendekor kamar untuk menyambut anaknya nanti. “Tadi mereka bilang akan dikirim selasa. Artinya akan dikirim saat aku bekerja. Berjanjilah untuk tidak melakukan apa pun. Aku yang akan merakitnya sendiri nanti.” Alca memberikan peringatan pada Ale. Takut jika Ale akan melakukan hal tak terduga seperti mengangkat ranjang bayi. “Iya.” Ale langsung mengangguk cepat. Dia akan melakukan apa yang dikatakan oleh Alca. “Bagus, sekarang kamu istirahatlah.” Alca memberikan isyarat mata pada Ale untuk masuk ke kamar. “Baiklah, aku masuk dulu.” Ale segera masuk ke kamarnya. Melihat Ale yang sudah masuk, segera Alca m
Ale dan Alca sampai di tempat senam. Beberapa ibu hamil juga baru datang seperti Ale juga. Mereka juga datang bersama dengan suami mereka. Alca memerhatikan ibu-ibu hamil yang ditemani suaminya. Tentu saja itu membuatnya bertanya-tanya, apakah Ale selama ini pergi sendiri. Tidak didampingi siapa pun. Ale mengajak Alca ke ruangan senam. Ternyata lebih banyak ibu hamil yang bersama dengan suaminya. Mereka tampak menemani sang istri yang sedang bersiap. Alca memerhatikan para suami yang memakai baju olahraga. Jika dilihat, hanya dirinya saja yang memakai baju biasa. Walaupun pakai kaos, Alca memakai celana jeans. Ale membuka jaket yang dipakainya. Di balik jaketnya, Ale sudah memakai baju olahraga siap untuk berolahraga. “Apa mereka-mereka itu mau ikut senam?” tanya Alca pada Ale. Sorot matanya tertuju pada para suami yang sedang asyik bersiap. Mendapati pertanyaan Alca, Ale segera mengalihkan pandangan pada apa yang dilihat oleh Ale. Dia pun mengerti yang dimaksud oleh Alca.“Iya,
Alca menarik tangan Ale. Mengajaknya bergabung dengan ibu hamil yang lainnya. Ale hanya terpaku saja. Mengikuti ke mana Alca membawanya. “Kak Alca yakin akan ikut?” tanya Ale memastikan. Alca memakai celana jeans. Jadi tentu saja itu membuatnya merasa tidak pas jika Alca menemaninya saat jni. “Kenapa memangnya?” tanya Alca. “Kak Alca pakai celana jeans. Bagaimana bisa senam?” Ale melihat celana jeans yang dipakai Alca.“Tidak masalah.” Alca tidak mau ambil pusing. Yang dipikirnya adalah menemani Ale. Jadi tidak mau ambil pusing masalah apa yang dipakai. Ale tidak bisa berkata apa-apa ketika Alca tetap dengan keinginannya untuk menemani senam. “Baiklah, kita mulai dulu pemanasan.” Coach memberikan arahan. Ale dan Alca melakukan apa yang diarahkan. Ale memerhatikan Alca yang juga menggerakkan tubuhnya. Tampak Alca tidak masalah ketika melakukan pemanasan dengan memakai celana jeans. Tentu saja itu membuat Ale bingung. Kenapa Alca tetap ingin melakukan senam dengannya. Semua ibu d