Mama Arriel mengajak Ale untuk ke mal. Rencananya Mama Arriel ingin membelikan barang-barang bayi. Karena sudah tahu jika anak Ale laki-laki. Jadi lebih mudah untuk membelikan barang-barang untuknya. “Apa Mauren sudah membelikan barang-barang untuk anakmu?” Saat memilih-milih, Mama Mauren bertanya. “Sudah, Ma.” Ale mengangguk. “Apa aku berarti terlambat?” tanya Mama Arriel tersenyum. “Bayinya belum lahir, mana bisa dibilang terlambat, Ma.” Ale menyelipkan senyuman di wajahnya. “Benar juga.” Mama Arriel membenarkan ucapan Ale. Mereka berdua memilih-milih baju untuk anak yang dikandung Ale. Karena berjenis kelamin laki-laki. Jadi mereka lebih mudah untuk memilih baju dan barang-barang lainnya. “Apa Alca sudah bersikap baik padamu?” tanya Mama Arriel seraya memilih baju untuk anak Ale. “Sudah, Ma. Kak Alca sudah bersikap baik.” Belakangan ini Alca memang bersikap baik padanya. Jadi tidak ada salahnya menceritakan pada sang mama mertua.“Syukurlah, Mama ikut senang jika Alca bisa
Ale menikmati memakan buah apel potong sambil melihat saluran televisi. Saat sore menjelang makan malam, dia punya waktu bersantai lebih dulu. Ale menonton film kartun. Selama hamil, Ale memang hobi sekali menonton film kartun. Dia bisa tertawa sendiri hanya karena aksi kejar-kejaran antara kucing dan tikus. Alca yang turun dari lantai atas, mendengar suara tawa Ale yang terdengar begitu renyah sekali. Tentu saja itu membuat Alca penasaran. Apa yang membuat Ale begitu riang sekali. Dengan segera Alca mempercepat langkahnya. Menghampiri Ale yang ada di ruang keluarga. “Apa yang membuatmu tertawa?” Alca bertanya seraya mendudukkan tubuhnya di sofa. Bersebelahan dengan Ale. “Lihatlah, tikus itu pintar sekali ketika dikerjai oleh kucing. Dia justru mengerjai balik si kucing.” Ale tertawa menceritakan pada Alca apa yang ditontonnya itu.Alca mengalihkan pandangan pada film yang ditonton Ale. Sejujurnya tidak terlalu lucu baginya. Namun, Ale bisa tertawa sebegitu riangnya. Membuat Alca b
Ale memilih baju untuk pergi dengan Alca. Entah kenapa dia bingung harus memilih baju apa. “Kenapa aku bingung sendiri?” Ale justru merasa aneh dengan sikapnya. Karena ucapan Mama Arriel dia jadi termotivasi untuk tampil baik di depan Alca. Ale terduduk. Memandangi pakaian yang diambilnya dan diletakkan di atas tempat tidur. “Jika aku membuat Kak Alca suka padaku, apa aku akan mengganti Dima di hatiku?” Rasanya Ale tidak suka dengan situasi ini. Dia belum siap jika mencari pengganti Dima. Namun, permintaan mertuanya jelas membuatnya berada dalam dilema. Ale meraih sembarangan bajunya. Tak mau memakai pakaian spesial. Ale juga memakai riasan tipis saja. Tidak mau terlalu menor dan membuat Alca merasa aneh. Setelah rapi, Ale keluar. Sudah ada Alca yang menunggunya di sana. “Sudah siap?” tanya Alca.“Sudah.” Ale mengangguk. Mendapati jawaban Ale, Alca memberikan isyarat mata untuk mengajak Ale segera keluar. Ale yang paham, segera mengekor di belakang Alca. Menuju ke mobil. Di mo
“Pilihlah dekorasi lainnya.” Alca menatap Ale. Tidak hanya ranjang bayi saja, tetapi Alca mau Ale memilih yang lain juga. Berada di toko furnitur dengan pernak-pernik yang menarik membuat Ale tentu saja begitu senang sekali. Dia memilih beberapa benda lainnya. Ada lemari yang juga dibeli Ale khusus untuk menaruh baju-baju bayi yang dibelinya. Ada juga hiasan-hiasan dinding lucu khas anak-anak. Bantal lucu untuk anak-anak. Ale benar-benar khilaf sampai membeli banyak barang untuk anaknya. Mungkin karena terlalu semangat. Alca yang melihat aksi Ale tidak mempermasalahkan itu. Dia merasa ini caranya melakukan sesuatu untuk Ale sebagai ganti Dima. Andai Dima di sini. Mungkin dirinya tidak akan susah payah melakukan hal ini. Mungkin Dima yang akan menemani Ale. “Aku pilih banyak sekali. Apa tidak apa-apa?” Ale menatap Alca dengan tatapan tidak enak. Apalagi saat melihat troli yang sudah penuh.Alca merasa lucu. Warisan Ale cukup banyak. Jadi harusnya dia tidak merasa takut untuk menghab
“Terima kasih, Kak, sudah mengajak aku membeli barang-barang bayi.” Sebelum masuk ke kamar, Ale mengucapkan terima kasih terlebih dahulu.“Sama-sama. Apa kamu senang ?” tanya Alca memastikan “Aku senang, Kak. Ternyata seru bisa membeli barang-barang untuk si kecil. Tidak sabar menunggu besok barang-barangnya datang.” Ale begitu bersemangat sekali. Pastinya akan seru sekali ketika mendekor kamar untuk menyambut anaknya nanti. “Tadi mereka bilang akan dikirim selasa. Artinya akan dikirim saat aku bekerja. Berjanjilah untuk tidak melakukan apa pun. Aku yang akan merakitnya sendiri nanti.” Alca memberikan peringatan pada Ale. Takut jika Ale akan melakukan hal tak terduga seperti mengangkat ranjang bayi. “Iya.” Ale langsung mengangguk cepat. Dia akan melakukan apa yang dikatakan oleh Alca. “Bagus, sekarang kamu istirahatlah.” Alca memberikan isyarat mata pada Ale untuk masuk ke kamar. “Baiklah, aku masuk dulu.” Ale segera masuk ke kamarnya. Melihat Ale yang sudah masuk, segera Alca m
Ale dan Alca sampai di tempat senam. Beberapa ibu hamil juga baru datang seperti Ale juga. Mereka juga datang bersama dengan suami mereka. Alca memerhatikan ibu-ibu hamil yang ditemani suaminya. Tentu saja itu membuatnya bertanya-tanya, apakah Ale selama ini pergi sendiri. Tidak didampingi siapa pun. Ale mengajak Alca ke ruangan senam. Ternyata lebih banyak ibu hamil yang bersama dengan suaminya. Mereka tampak menemani sang istri yang sedang bersiap. Alca memerhatikan para suami yang memakai baju olahraga. Jika dilihat, hanya dirinya saja yang memakai baju biasa. Walaupun pakai kaos, Alca memakai celana jeans. Ale membuka jaket yang dipakainya. Di balik jaketnya, Ale sudah memakai baju olahraga siap untuk berolahraga. “Apa mereka-mereka itu mau ikut senam?” tanya Alca pada Ale. Sorot matanya tertuju pada para suami yang sedang asyik bersiap. Mendapati pertanyaan Alca, Ale segera mengalihkan pandangan pada apa yang dilihat oleh Ale. Dia pun mengerti yang dimaksud oleh Alca.“Iya,
Alca menarik tangan Ale. Mengajaknya bergabung dengan ibu hamil yang lainnya. Ale hanya terpaku saja. Mengikuti ke mana Alca membawanya. “Kak Alca yakin akan ikut?” tanya Ale memastikan. Alca memakai celana jeans. Jadi tentu saja itu membuatnya merasa tidak pas jika Alca menemaninya saat jni. “Kenapa memangnya?” tanya Alca. “Kak Alca pakai celana jeans. Bagaimana bisa senam?” Ale melihat celana jeans yang dipakai Alca.“Tidak masalah.” Alca tidak mau ambil pusing. Yang dipikirnya adalah menemani Ale. Jadi tidak mau ambil pusing masalah apa yang dipakai. Ale tidak bisa berkata apa-apa ketika Alca tetap dengan keinginannya untuk menemani senam. “Baiklah, kita mulai dulu pemanasan.” Coach memberikan arahan. Ale dan Alca melakukan apa yang diarahkan. Ale memerhatikan Alca yang juga menggerakkan tubuhnya. Tampak Alca tidak masalah ketika melakukan pemanasan dengan memakai celana jeans. Tentu saja itu membuat Ale bingung. Kenapa Alca tetap ingin melakukan senam dengannya. Semua ibu d
Ale terpaku dengan ucapan Alca. Serasa kalimat itu untuknya. Padahal Ale sadar jika kalimat tersebut ditujukan untuk anaknya. Namun, tetap saja perasaannya berkata lain.Alca terus memandangi wajah Ale. Melihat wajah Ale dari dekat membuat Alca tidak bisa mengelak kecantikan Ale. Ternyata istrinya itu cantik. Ke mana saja dirinya selama ini sampai tidak tahu ada wanita cantik di depannya. Ucapan yang baru saja diucapkan pada Ale membuat Alca memikirkan. Kenapa kalimat itu bisa keluar dari mulutnya. Pada siapa sebenarnya kalimat itu ditujukan. Pada Alekah atau pada anak dalam kandungan Ale?Tendangan dari dalam kandungan Ale, seketika membuat Ale dan Alca tersadar dengan pikiran mereka masing-masing. Ale sampai mengaduh lirih karena tendangan anaknya cukup kencang. Alca yang merasakan jelas tendangan anak Ale tersebut, juga terkejut sekali. Seolah anak dalam kandungan Ale merespons apa yang diucapkan baru saja. “Sepertinya dia mengerti apa yang aku katakan.” Alca mengulas senyumnya.
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker