“Tentu saja tidak. Aku tidak mengundangnya. Kamu dengar sendiri ‘kan kemarin?” Dima mencoba menjelaskan.Dira tentu saja percaya yang dikatakan oleh Dima. Jadi dia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Memilih kembali fokus pada kebahagiaanya. Dira kembali tersenyum ketika melihat para tamu undangan. Langkahnya terus diayunkan ke pelaminan.Dima dan Dira melewati serangkaian acara. Mulai memotong kue pesta pernikahan sampai berdansa bersama. Dira benar-benar bahagia sekali. Karena acara begitu meriah sekali. Pastinya rangkaian acara akan menjadi kenang-kenangan baginya.Saat berdansa, mereka berdua jadi pusat perhatian para tamu undangan. Mereka begitu senang melihat pasangan yang baru saja menikah itu.“Dira benar-benar seperti cerita dongeng. Dari cleaning servis, sampai jadi istri CEO.”“Aku pikir hanya cerita dongeng saja, tetapi ini adalah nyata.”Obrolan para karyawan itu mengiringi Dima dan Dira yang sedang berdansa di atas pelaminan.Dima dan Dira tentu saja tidak mendengar obro
“Terima kasih untuk pesta yang begitu luar biasa, Oma.” Dira menatap Oma Muaren. Pesta ini tidak akan pernah Dira lupakan. Akan selalu dikenang sampai kapan pun. Pesta ini terwujud karena usaha Oma Mauren. Di usia yang tidak muda lagi, Beliau bisa menyiapkan pesta mewah.“Aku senang kamu menyukai semua yang aku siapkan.” Oma Mauren tentu merasa senang. Susah payah membuat pesta, dan Dira suka. Tentu ini adalah kebanggaan untuknya.“Nanti jika aku menikah. Oma-oma yang harus menyiapkan.” Arlo menimpali pembicaraan Dira dan Oma Mauren. Tak mau kalah dengan kakaknya.“Nanti Oma akan siapkan.” Oma Arriel langsung menjawab. Jika Oma Mauren menyiapkan untuk Dima, kali ini Oma Arriel akan menyiapkan untuk Arlo.“Baiklah.” Arlo semringah.“Apa dengan wanita tadi?” Aunty Loveta menggoda.Arlo tersenyum. Tadi dia mengenalkan Fazila pada keluarga besarnya. Arlo memang sedang menjalin hubungan serius dengan Fazila. Jadi dia sengaja mengenalkan Fazila pada semua. Jarang-jarang keluarga berkumpul.
Dira tidak tahu ke mana Dima membawanya pergi. Dia hanya mengikuti saja. Sepanjang perjalanan Dira memilih melihat arah jalanan yang dilalui mobil. Mengingat Dira tidak tahu jalanan ibu kota, dia juga tidak tahu ke mana mobil membawanya.Satu jam perjalanan, akhirnya mobil berhenti di bandara. Dira hanya berpikir jika dia akan pergi dengan menaiki pesawat. Tujuannya ke mana dia juga tidak tahu.Dira masih terus mengikuti sang suami. Sampai akhirnya, panggilan penerbangan ke Bali menjadi jawaban ke mana Dima akan membawanya.“Kamu akan membawa aku ke Bali?” Dira berbinar. Sejak menginjakkan kaki di Indonesia, Dira memang belum pernah ke Bali. Beberapa kali dia melihat tayangan tentang indahnya pulau itu, tetapi belum dapat mewujudkannya. Kini keinginannya itu di depan mata.Dima tersenyum. Mungkin bagi sebagian orang, Bali adalah tempat biasa. Namun, bagi Dira yang belum pernah ke sana, Bali begitu menakjubkan.“Apa kamu mau ke sana?” tanya Dima membelai lembut wajah Dira.“Tentu saja
“Bukankah seluruh tubuhmu pegal semua?” Dima dengan polosnya menjawab tanpa rasa berdosa sudah melucuti semua pakaian yang melekat di tubuh sang istri.“Iya, tetapi tidak perlu dibuka semua.” Dira masih melemparkan protesnya.“Sudahlah, aku yang pijat. Jadi terima saja. Jangan kebanyakan protes.” Dima pun meminta sang istri untuk kembali ke posisi tengkurap. Tentu saja agar dapat memijat dengan benar.Dira hanya bisa pasrah ketika Dima memintanya untuk diam. Dia pun kembali ke posisinya. Tengkurap seperti yang diminta oleh Dima.Perlahan Dima mulai memijat sang istri. Pijatan lembut diberikannya mulai dari bahu ke pinggang. Tangan sang istri pun tak luput dari pijatan itu.Dira benar-benar merasa nyaman sekali ketika merasakan pijatan sang suami. Rasa lelahnya seketika menghilang. Apalagi ketika Dima memijat tangannya. Dira yang tadi pegal karena baru saja memijat sang suami, merasa lebih baik.Perlahan, tangan Dima mulai turun. Dima masih melakukan dengan baik. Memijat dengan lembut
Dima mengajak Dira untuk makan malam. Makan malam kali ini sengaja dipesan Dima, di pinggir pantai. Meja dan kursi ditata tepat di atas pasir pantai, dihiasi dengan lilin-lilin. Sorot cahaya dari obor pun membuat gelapnya malam menjadi terang. Langit malam yang dihiasi bintang membuat suasana menjadi romantis. Bulan yang begitu cantik, menambah keindahan langit malam itu. Makan malam kali ini benar-benar di waktu yang indah.Dira yang melihat makan malam kali ini benar-benar senang. Makan malam dengan suasana berbeda dengan biasanya. Terakhir kali makan malam romantis yaitu saat di restoran hotel Maxton. Berada di lantai paling atas hotel tersebut.“Kamu memesan ini?” tanya Dira memastikan.“Iya, aku sengaja memesan ini untuk kita. Aku ingin menciptakan kenangan manis bersamamu.” Dima tidak mau sampai bulan madu mereka biasa saja. Dia ingin bulan madu mereka meninggalkan kesan yang luar biasa.“Ayo duduk.” Dima menarik kursi dan mempersilakan Dira untuk duduk. Saat Dira duduk, dia me
“Kenapa kalian sudah pulang?” Mama Ale yang melihat Dima dan Dira merasa heran. Padahal seingatnya kemarin sang anak baru saja pergi bulan madu, tetapi baru sehari, mereka sudah pulang. “Aku tidak enak badan, Ma. Kemarin demam. Jadi akhirnya Kak Dima memutuskan untuk pulang.” Dira memilih untuk berbohong dan tidak mengatakan kejadian sesungguhnya. Karena takut Mama Ale nanti menyalahkan Dima. “Benarkah, kamu sakit?” Mama Ale langsung menempelkan punggung tangannya di dahi Dira. Mengecek suhu tubuh menantunya. “Tapi, tidak demam.” Saat punggung tangan ditempelkan, Mama Ale tidak mendapati suhu tubuh tinggi pada Dira. “Demamnya sudah reda, Ma. Semalam Kak Dima mengompres aku.” Dira kembali menjelaskan. “Mungkin kamu kelelahan karena itu kamu demam.” Mama Ale menebak apa yang terjadi pada Dira. “Mungkin saja, Ma.” Dira mengangguk membenarkan ucapan mertuanya. Dia seolah yakin sekali dengan ucapan sang mertua. “Kalau begitu kamu istirahat
Dima akhirnya pergi ke restoran untuk menemui Ria. Saat sampai di restoran tersebut, Dima harus menunggu lebih dulu, karena Ria dalam perjalanan ke restoran.Beberapa saat kemudian Ria datang. Dia segera menghampiri Dima yang datang lebih dulu datang. “Maaf aku terlambat.” Dia segera menarik kursinya dan mendudukkan tubuhnya. “Tidak apa-apa.” Dima juga belum lama datang. Jadi merasa Ria tidak benar-benar terlambat.Ria memesan minuman lebih dulu untuk menemaninya mengobrol dengan Dima. Dima sendiri sudah memesan lebih dulu, jadi hanya Ria yang memesan. Tak butuh waktu lama minumannya datang. Ria bisa mengobrol dengan leluasa dengan meminum minumannya.“Apa yang ingin kamu bicarakan.” Dima menatap Ria yang duduk di depannya itu.“Dim, aku rasa kamu harus bicara lagi dengan Alia. Aku sudah berusaha untuk bicara dengannya, tetapi dia masih merasa tidak salah dengan apa yang dilakukannya.” Ria memilih angkat tangan dibanding harus memaksakan diri dan disalahkan.“Aku sudah bicara dengann
Kecewa. Itulah perasaan Dira saat ini. Dia merasa jika suaminya benar-benar tega padanya. Melakukan hubungan intim dengan wanita lain sebelum menikah dengannya. Namun, sejenak Dira berpikir jika itu adalah masa lalu. Dia adalah masa depan Dima. Jadi harusnya apa pun yang terjadi di masa lalu, bukanlah masalah untuk hubungannya.Dira berbalik dan segera mengayunkan langkahnya mendekat ke arah Alia. Dia berdiri tepat di hadapan Alia. “Kamu tahu jika kehormatan wanita adalah tanggung jawab kita sebagai wanita? Jadi jika pria merenggutnya, bukankah harusnya yang perlu disalahkan adalah wanita. Kenapa tidak bisa menjaganya? Seorang singa yang lapar tidak akan memakan buruannya jika tidak tersaji di depan mata. Jadi sebelum jadi sajian, bukankah kita harus bersembunyi dan menghindar.” Dengan tenang Dira menjawab.Dira juga adalah wanita. Dia tahu pasti bagaimana kehidupan ini. Laki-laki pastinya akan mengambil kesempatan. Karena itu, untuk menjaga diri, Dira memilih tidak berpacaran.Alia t