Akhirnya Dima pergi ke apartemen Alia untuk menyelesaikan masalahnya. Saat sampai, dia menghubungi Ria. Tentu saja dia tidak mau jika harus ke apartemen Alia sendiri. Tak mau sampai kedatangannya dimanfaatkan untuk fitnah lagi. Kebetulan Ria memang tinggal dia apartemen yang sama dengan Alia. Hanya berbeda unit. Jadi tak butuh waktu lama Ria datang.“Akhirnya kamu mau juga bicara juga dengan Alia.” Ria bersyukur karena Dima mau menemui Alia. Jika begini, dia yakin Alia akan berhenti mengganggu Dima.“Jika bukan karena Alia datang ke kantor dan membuat keributan, tentu saja aku tidak akan datang.” Dima masih begitu kesal sekali dengan aksi Alia.“Dia datang ke kantormu?” Ria cukup terkejut mendengar hal itu.“Iya, dia datang ke kantorku dan menemui istriku. Mengatakan hal yang tidak-tidak pada istriku.”“Aku sudah bilang untuk menemui. Kamu tidak mau menemuinya segera.” Ria sudah menduga jika Alia akan berbuat nekad. Karena itu dia meminta Dima untuk segera menemui Alia. Sayangnya, Dim
“Aku hanya perlu menenangkan diri.” Dira menundukkan pandangan.Dima menghentikan makannya. Kemudian memutar tubuhnya agar dapat melihat sang istri. Dengan lembut, Dima memutar tubuh sang istri agar menatap ke arahnya. Sayangnya, walaupun tubuhnya sudah memutar, pandangan Dira tetap menunduk.“Bukankah harusnya kamu bertanya padaku?” Dima menarik dagu Dira agar melihat ke arahnya.Dira menatap ke arah Dima. Matanya berkaca-kaca ketika melihat sang suami. “Aku takut mendengar jawabannya.” Tanpa sadar air matanya lolos dari mata indahnya.“Kamu belum mendengarnya. Kenapa harus takut?” Dima menghapus air mata Dira.Dira berusaha untuk tetap tenang. Menghentikan tangisnya. Memberanikan diri untuk menatap Dima.“Apa kamu melakukannya?” tanya Dira memastikan.Dima menatap Dira penuh damba. Baginya, tidak ada wanita yang dicintai selain sang istri.“Aku tidak pernah melakukannya. Aku berpacaran secara sehat. Jadi yang dikatakan Alia tidaklah benar.” Dima mencoba untuk meyakinkan Dira.Dira m
Mendapati pertanyaan itu membuat Dima dan Dira terkejut. Terutama Dira. Dia tidak menyangka jika mamanya tahu persoalannya.“Tidak ada apa-apa, Ma.” Dima mengelak ucapan sang mama.“Jelas-jelas kamu cari Dira tadi.” Mama Ale merasa jika Dima berbohong padanya.Dima tentu saja tidak punya pilihan. Dia tentu saja harus menjelaskan pada sang mama.“Baiklah, Dima jelaskan sambil duduk saja.” Dima segera melepaskan genggaman tangan dengan Dira. Kemudian memegangi bahu sang mama. Mendorongnya perlahan masuk ke rumah. Mengajaknya duduk di ruang keluarga.Dira mengekor di belakang sang suami. Ikut duduk di ruang keluarga.“Jadi tadi siang ada mantan kekasihku datang. Dia berbicara dengan Dira dan mengatakan yang tidak-tidak pada Dira. Dira sempat kecewa dan pergi. Tapi, ternyata dia ke apartemen Arlo. Bersama Arlo dan Fazila.” Dima mencoba menjelaskan pada sang mama.“Memang apa yang dikatakan wanita itu sampai Dira kecewa?” tanya Dira.“Dia mengatakan jika aku pernah tidur dengannya.” Dima m
Seusai dengan rencana, hari ini Dima dan Dira pergi ke Paris. Mereka ingin merayakan hari pernikahan. Setelah enam belas jam perjalanan, akhirnya mereka sampai juga. Dima dan Dira langsung menuju ke hotel tempat mereka menginap.Saat sampai di hotel, Dira dibuat tercengang ketika melihat Menara Eiffel yang terlihat dari kamar mereka. Tampak cantik sekali. Tentu saja membuatnya tak sabar untuk menikmati Menara Eiffel dari dekat.Dira segera membuka balkon yang menghadap ke menera Eiffel. Walaupun dari kejauhan, menara Eiffel masih terlihat tinggi. Dibanding bangunan-bangunan lain, memang menara itu jauh lebih tinggi.“Indah sekali. Kamu pas sekali memesan hotel di sini.” Dira benar-benar bahagia sekali ketika kamarnya menghadap ke menara Eiffel. Tampak cantik sekali.Dima segera menghampiri sang istri. Kemudian memeluknya. “Kamu suka?” tanya Dima.“Suka sekali.” Dira mengangguk.“Ayo kita ke sana.&rdq
Mendapati ucapan itu membuat Dira membulatkan matanya. Sepertinya malam ini tidak akan ada jalan-jalan. Mereka hanya akan melakukan aktivitas di kamar hotel.“Apa tidak bisa besok saja? Kita bisa jalan-jalan dulu.” Dira masih berusaha untuk membujuk sang suami.“Tidak. Kita ke sini mau bulan madu. Jadi kita mau menikmati malam bersama.”“Kita sudah menikah setahun yang lalu. Mana bisa dibilang bulan madu? Bulan madu itu untuk mereka yang baru menikah. Pengantin baru.” Dira memberikan penegasan dalam setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Dia merasa ucapan sang suami tidak pas sekali.“Selama kita belum punya anak, kita masih pengantin baru.” Dima masih dengan pendiriannya.Dira pasrah. Berdebat dengan sang suami, tentu saja membuatnya tidak akan menang sama sekali. Lagi pula, menolak suaminya adalah hal yang tidak baik. Jadi tentu saja dia akan melakukannya.Setelah makan malam usai, mereka tetap di balkon, sambil melihat pemandangan malam. Mereka berdua memilih berdiri untuk melih
Dua tahun Arlo kuliah. Akhirnya, dia lulus juga. Semua keluarga merayakan kelulusan Arlo. Mereka mengadakan makan malam bersama untuk merayakannya.“Terima kasih untuk seluruh keluarga yang sudah berkenan hadir malam ini. Senang rasanya kita bisa berkumpul di sini. Mengingat kita semua sibuk, jadi memang sulit untuk kita berkumpul bersama.” Papa Alca memberikan sambutannya.Keluarga begitu antusias ketika Papa Alca bicara. Jarang-jarang dia mau bicara panjang lebar.“Kita tahu semua, untuk apa acara malam ini dibuat, tapi izinkan aku memberitahu lagi. Malam ini kita mengadakan makan malam keluarga besar untuk merayakan kelulusan Arlo.” Papa Arlo kemudian beralih menatap anaknya. “Selamat untuk Arlo karena telah menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Sebagai orang, tentu saja aku merasa senang, akhirnya kamu lulus juga.” Papa Alca berbicara di depan seluruh keluarga. “Ini adalah gerbang awal memasuki dunia kerja. Papa harap kamu siap untuk terjun dalam dunia kerja ini.” Papa Alca melanj
“Ma, kami mau pindah.” Dima mengatakan pada sang mama. Mama Ale membulatkan matanya. Dia cukup terkejut ketika mengetahui jika anak dan menantunya mau pindah.“Ma, maksud kami bukan sekarang.” Dira langsung memukul lengan suaminya. Dia merasa sang suami salah menjelaskan pada sang mama. “Jadi maksudnya bagaimana?” Mama Ale masih bingung dengan yang dikatakan anak dan menantunya. “Jadi kami berencana untuk tinggal sendiri, Ma. Jadi kami berniat untuk membeli rumah. Mungkin setelah aku lulus kuliah, baru kami akan tempati.” Dira mencoba menjelaskan pada mertuanya dengan rinci agar mertuanya tidak salah paham. Mama Ale akhirnya mengerti yang dijelaskan oleh menantunya. Dia paham betul jika anak-anak yang berumah tangga memang semestinya tinggal sendiri. “Apa bisa cari rumahnya tidak jauh dari sini? Jadi jika kalian punya anak, Mama tidak jauh-jauh untuk menengok cucu.” Mama Ale menatap Dima dan Dira secara bergantian. Mendapati jawaban dari Mama Ale membuat Dima dan Dira lan
Akhirnya rumah yang diimpikan jadi juga. Butuh waktu satu tahun untuk membangun rumah tersebut dari awal sampai benar-benar bisa ditempati. Dima dan Dira cukup antusias sekali ketika melihat rumah impian mereka telah jadi.Hari ini mereka mulai pindah. Sekali pun belum lulus kuliah, Mama Ale mengizinkan mereka pindah. Pertimbangannya tentu saja karena yang dibangun Dima dan Dira dekat dengan rumah mereka.“Apa semua barang kalian sudah dibawa ke sini?” Mama Ale memastikan pada Dira.“Sudah, Ma. Sudah dibawa semua.” Dira mengangguk.“Kamu ini, seperti rumah jauh saja. Jika sampai nanti ada yang ketinggalan, tentu saja tidak masalah ‘kan. Mereka bisa ambil di rumah.” Papa Alca menggeleng heran. Seperti anaknya tidak akan kembali ke rumah saja.Mama Ale langsung tertawa. Dia lupa jika anaknya tinggal tak jauh dari rumah.Hari ini Dima dan Dira memindahkan barang-barang mereka. Tak hanya Mama Ale dan Papa Alca saja, tapi juga Arlo. Karena waktu itu Dima dan Dira membantunya pindahan. Akhi