Dira melihat wajahnya dari pantulan kaca. Tampak begitu cantik dengan riasan. Dira suka sekali dengan riasan flawless. Meskipun terlihat memakai riasan, tidak membuat dirinya seperti orang lain.Setelah memakai make up, Dira segera memakai gaun yang dipesan oleh waktu itu. Gaun ditambah dengan riasan cantik membuat Dira semakin cantik.Saat melihat penampilannya dengan gaun pernikahan, Dira merasa sedih. Dia hanya sendiri. Tak ada seorang yang mendampingi. Tak ada orang tua yang mengantarkan sampai ke pelaminan. Rasanya ada yang kurang dalam hidupnya.Suara ketukan pintu membuat Dira mengalihkan pandangan. Asisten MUA membuka pintu. Saat pintu dibuka, tampak Mama Ale yang muncul dari balik pintu.“Apa pengantin sudah selesai?” Mama Ale bertanya seraya mengayunkan langkahnya masuk. Dari kejauhan dia melihat Dira yang begitu cantik sekali. “Kamu cantik sekali.” Mama Ale membelai lembut wajah Dira. Sejenak dia teringat dengan Zira. Melihat Dira dengan jelas itu adalah saat wanita itu dat
“Tentu saja tidak. Aku tidak mengundangnya. Kamu dengar sendiri ‘kan kemarin?” Dima mencoba menjelaskan.Dira tentu saja percaya yang dikatakan oleh Dima. Jadi dia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Memilih kembali fokus pada kebahagiaanya. Dira kembali tersenyum ketika melihat para tamu undangan. Langkahnya terus diayunkan ke pelaminan.Dima dan Dira melewati serangkaian acara. Mulai memotong kue pesta pernikahan sampai berdansa bersama. Dira benar-benar bahagia sekali. Karena acara begitu meriah sekali. Pastinya rangkaian acara akan menjadi kenang-kenangan baginya.Saat berdansa, mereka berdua jadi pusat perhatian para tamu undangan. Mereka begitu senang melihat pasangan yang baru saja menikah itu.“Dira benar-benar seperti cerita dongeng. Dari cleaning servis, sampai jadi istri CEO.”“Aku pikir hanya cerita dongeng saja, tetapi ini adalah nyata.”Obrolan para karyawan itu mengiringi Dima dan Dira yang sedang berdansa di atas pelaminan.Dima dan Dira tentu saja tidak mendengar obro
“Terima kasih untuk pesta yang begitu luar biasa, Oma.” Dira menatap Oma Muaren. Pesta ini tidak akan pernah Dira lupakan. Akan selalu dikenang sampai kapan pun. Pesta ini terwujud karena usaha Oma Mauren. Di usia yang tidak muda lagi, Beliau bisa menyiapkan pesta mewah.“Aku senang kamu menyukai semua yang aku siapkan.” Oma Mauren tentu merasa senang. Susah payah membuat pesta, dan Dira suka. Tentu ini adalah kebanggaan untuknya.“Nanti jika aku menikah. Oma-oma yang harus menyiapkan.” Arlo menimpali pembicaraan Dira dan Oma Mauren. Tak mau kalah dengan kakaknya.“Nanti Oma akan siapkan.” Oma Arriel langsung menjawab. Jika Oma Mauren menyiapkan untuk Dima, kali ini Oma Arriel akan menyiapkan untuk Arlo.“Baiklah.” Arlo semringah.“Apa dengan wanita tadi?” Aunty Loveta menggoda.Arlo tersenyum. Tadi dia mengenalkan Fazila pada keluarga besarnya. Arlo memang sedang menjalin hubungan serius dengan Fazila. Jadi dia sengaja mengenalkan Fazila pada semua. Jarang-jarang keluarga berkumpul.
Dira tidak tahu ke mana Dima membawanya pergi. Dia hanya mengikuti saja. Sepanjang perjalanan Dira memilih melihat arah jalanan yang dilalui mobil. Mengingat Dira tidak tahu jalanan ibu kota, dia juga tidak tahu ke mana mobil membawanya.Satu jam perjalanan, akhirnya mobil berhenti di bandara. Dira hanya berpikir jika dia akan pergi dengan menaiki pesawat. Tujuannya ke mana dia juga tidak tahu.Dira masih terus mengikuti sang suami. Sampai akhirnya, panggilan penerbangan ke Bali menjadi jawaban ke mana Dima akan membawanya.“Kamu akan membawa aku ke Bali?” Dira berbinar. Sejak menginjakkan kaki di Indonesia, Dira memang belum pernah ke Bali. Beberapa kali dia melihat tayangan tentang indahnya pulau itu, tetapi belum dapat mewujudkannya. Kini keinginannya itu di depan mata.Dima tersenyum. Mungkin bagi sebagian orang, Bali adalah tempat biasa. Namun, bagi Dira yang belum pernah ke sana, Bali begitu menakjubkan.“Apa kamu mau ke sana?” tanya Dima membelai lembut wajah Dira.“Tentu saja
“Bukankah seluruh tubuhmu pegal semua?” Dima dengan polosnya menjawab tanpa rasa berdosa sudah melucuti semua pakaian yang melekat di tubuh sang istri.“Iya, tetapi tidak perlu dibuka semua.” Dira masih melemparkan protesnya.“Sudahlah, aku yang pijat. Jadi terima saja. Jangan kebanyakan protes.” Dima pun meminta sang istri untuk kembali ke posisi tengkurap. Tentu saja agar dapat memijat dengan benar.Dira hanya bisa pasrah ketika Dima memintanya untuk diam. Dia pun kembali ke posisinya. Tengkurap seperti yang diminta oleh Dima.Perlahan Dima mulai memijat sang istri. Pijatan lembut diberikannya mulai dari bahu ke pinggang. Tangan sang istri pun tak luput dari pijatan itu.Dira benar-benar merasa nyaman sekali ketika merasakan pijatan sang suami. Rasa lelahnya seketika menghilang. Apalagi ketika Dima memijat tangannya. Dira yang tadi pegal karena baru saja memijat sang suami, merasa lebih baik.Perlahan, tangan Dima mulai turun. Dima masih melakukan dengan baik. Memijat dengan lembut
Dima mengajak Dira untuk makan malam. Makan malam kali ini sengaja dipesan Dima, di pinggir pantai. Meja dan kursi ditata tepat di atas pasir pantai, dihiasi dengan lilin-lilin. Sorot cahaya dari obor pun membuat gelapnya malam menjadi terang. Langit malam yang dihiasi bintang membuat suasana menjadi romantis. Bulan yang begitu cantik, menambah keindahan langit malam itu. Makan malam kali ini benar-benar di waktu yang indah.Dira yang melihat makan malam kali ini benar-benar senang. Makan malam dengan suasana berbeda dengan biasanya. Terakhir kali makan malam romantis yaitu saat di restoran hotel Maxton. Berada di lantai paling atas hotel tersebut.“Kamu memesan ini?” tanya Dira memastikan.“Iya, aku sengaja memesan ini untuk kita. Aku ingin menciptakan kenangan manis bersamamu.” Dima tidak mau sampai bulan madu mereka biasa saja. Dia ingin bulan madu mereka meninggalkan kesan yang luar biasa.“Ayo duduk.” Dima menarik kursi dan mempersilakan Dira untuk duduk. Saat Dira duduk, dia me
“Kenapa kalian sudah pulang?” Mama Ale yang melihat Dima dan Dira merasa heran. Padahal seingatnya kemarin sang anak baru saja pergi bulan madu, tetapi baru sehari, mereka sudah pulang. “Aku tidak enak badan, Ma. Kemarin demam. Jadi akhirnya Kak Dima memutuskan untuk pulang.” Dira memilih untuk berbohong dan tidak mengatakan kejadian sesungguhnya. Karena takut Mama Ale nanti menyalahkan Dima. “Benarkah, kamu sakit?” Mama Ale langsung menempelkan punggung tangannya di dahi Dira. Mengecek suhu tubuh menantunya. “Tapi, tidak demam.” Saat punggung tangan ditempelkan, Mama Ale tidak mendapati suhu tubuh tinggi pada Dira. “Demamnya sudah reda, Ma. Semalam Kak Dima mengompres aku.” Dira kembali menjelaskan. “Mungkin kamu kelelahan karena itu kamu demam.” Mama Ale menebak apa yang terjadi pada Dira. “Mungkin saja, Ma.” Dira mengangguk membenarkan ucapan mertuanya. Dia seolah yakin sekali dengan ucapan sang mertua. “Kalau begitu kamu istirahat
Dima akhirnya pergi ke restoran untuk menemui Ria. Saat sampai di restoran tersebut, Dima harus menunggu lebih dulu, karena Ria dalam perjalanan ke restoran.Beberapa saat kemudian Ria datang. Dia segera menghampiri Dima yang datang lebih dulu datang. “Maaf aku terlambat.” Dia segera menarik kursinya dan mendudukkan tubuhnya. “Tidak apa-apa.” Dima juga belum lama datang. Jadi merasa Ria tidak benar-benar terlambat.Ria memesan minuman lebih dulu untuk menemaninya mengobrol dengan Dima. Dima sendiri sudah memesan lebih dulu, jadi hanya Ria yang memesan. Tak butuh waktu lama minumannya datang. Ria bisa mengobrol dengan leluasa dengan meminum minumannya.“Apa yang ingin kamu bicarakan.” Dima menatap Ria yang duduk di depannya itu.“Dim, aku rasa kamu harus bicara lagi dengan Alia. Aku sudah berusaha untuk bicara dengannya, tetapi dia masih merasa tidak salah dengan apa yang dilakukannya.” Ria memilih angkat tangan dibanding harus memaksakan diri dan disalahkan.“Aku sudah bicara dengann
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker