Tak ada jawaban dari Dira. Hanya layar gelap yang terdapat di ponselnya. Dima benar-benar bingung sekali. Karena takut jika Dira terluka mendengar apa yang baru saja dibicarakan.Dima segera berlari ke kamarnya. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada sang istri. Dima yang berlari sampai terengah-engah. Tepat di depan kamar, Dima segera membuka mengetuk kamar tersebut. Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Tampak Dira di sana membuka pintu. Dima yang melihat Dira segera memeluk. Dia merasa lega karena Dira baik-baik saja.“Apa kamu mendengar semua tadi?” tanya Dima.Dira mengangguk. Walaupun video tidak berjalan, tetapi suara tetap terdengar. Dira mendengar semua yang dikatakan oleh Dima. Tak ada satu kata pun terlewatkan.“Aku bisa jelaskan.” Dima melepaskan pelukannya. Menatap Dira yang berada di depannya.“Kita bicara di dalam.” Pintu masih terbuka. Dira tidak mau ada yang mendengar pembicaraan mereka. Lebih baik bicara di dalam kamar saja.“Baiklah.” Dima mengangguk.Dira segera ke s
Dira melihat wajahnya dari pantulan kaca. Tampak begitu cantik dengan riasan. Dira suka sekali dengan riasan flawless. Meskipun terlihat memakai riasan, tidak membuat dirinya seperti orang lain.Setelah memakai make up, Dira segera memakai gaun yang dipesan oleh waktu itu. Gaun ditambah dengan riasan cantik membuat Dira semakin cantik.Saat melihat penampilannya dengan gaun pernikahan, Dira merasa sedih. Dia hanya sendiri. Tak ada seorang yang mendampingi. Tak ada orang tua yang mengantarkan sampai ke pelaminan. Rasanya ada yang kurang dalam hidupnya.Suara ketukan pintu membuat Dira mengalihkan pandangan. Asisten MUA membuka pintu. Saat pintu dibuka, tampak Mama Ale yang muncul dari balik pintu.“Apa pengantin sudah selesai?” Mama Ale bertanya seraya mengayunkan langkahnya masuk. Dari kejauhan dia melihat Dira yang begitu cantik sekali. “Kamu cantik sekali.” Mama Ale membelai lembut wajah Dira. Sejenak dia teringat dengan Zira. Melihat Dira dengan jelas itu adalah saat wanita itu dat
“Tentu saja tidak. Aku tidak mengundangnya. Kamu dengar sendiri ‘kan kemarin?” Dima mencoba menjelaskan.Dira tentu saja percaya yang dikatakan oleh Dima. Jadi dia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Memilih kembali fokus pada kebahagiaanya. Dira kembali tersenyum ketika melihat para tamu undangan. Langkahnya terus diayunkan ke pelaminan.Dima dan Dira melewati serangkaian acara. Mulai memotong kue pesta pernikahan sampai berdansa bersama. Dira benar-benar bahagia sekali. Karena acara begitu meriah sekali. Pastinya rangkaian acara akan menjadi kenang-kenangan baginya.Saat berdansa, mereka berdua jadi pusat perhatian para tamu undangan. Mereka begitu senang melihat pasangan yang baru saja menikah itu.“Dira benar-benar seperti cerita dongeng. Dari cleaning servis, sampai jadi istri CEO.”“Aku pikir hanya cerita dongeng saja, tetapi ini adalah nyata.”Obrolan para karyawan itu mengiringi Dima dan Dira yang sedang berdansa di atas pelaminan.Dima dan Dira tentu saja tidak mendengar obro
“Terima kasih untuk pesta yang begitu luar biasa, Oma.” Dira menatap Oma Muaren. Pesta ini tidak akan pernah Dira lupakan. Akan selalu dikenang sampai kapan pun. Pesta ini terwujud karena usaha Oma Mauren. Di usia yang tidak muda lagi, Beliau bisa menyiapkan pesta mewah.“Aku senang kamu menyukai semua yang aku siapkan.” Oma Mauren tentu merasa senang. Susah payah membuat pesta, dan Dira suka. Tentu ini adalah kebanggaan untuknya.“Nanti jika aku menikah. Oma-oma yang harus menyiapkan.” Arlo menimpali pembicaraan Dira dan Oma Mauren. Tak mau kalah dengan kakaknya.“Nanti Oma akan siapkan.” Oma Arriel langsung menjawab. Jika Oma Mauren menyiapkan untuk Dima, kali ini Oma Arriel akan menyiapkan untuk Arlo.“Baiklah.” Arlo semringah.“Apa dengan wanita tadi?” Aunty Loveta menggoda.Arlo tersenyum. Tadi dia mengenalkan Fazila pada keluarga besarnya. Arlo memang sedang menjalin hubungan serius dengan Fazila. Jadi dia sengaja mengenalkan Fazila pada semua. Jarang-jarang keluarga berkumpul.
Dira tidak tahu ke mana Dima membawanya pergi. Dia hanya mengikuti saja. Sepanjang perjalanan Dira memilih melihat arah jalanan yang dilalui mobil. Mengingat Dira tidak tahu jalanan ibu kota, dia juga tidak tahu ke mana mobil membawanya.Satu jam perjalanan, akhirnya mobil berhenti di bandara. Dira hanya berpikir jika dia akan pergi dengan menaiki pesawat. Tujuannya ke mana dia juga tidak tahu.Dira masih terus mengikuti sang suami. Sampai akhirnya, panggilan penerbangan ke Bali menjadi jawaban ke mana Dima akan membawanya.“Kamu akan membawa aku ke Bali?” Dira berbinar. Sejak menginjakkan kaki di Indonesia, Dira memang belum pernah ke Bali. Beberapa kali dia melihat tayangan tentang indahnya pulau itu, tetapi belum dapat mewujudkannya. Kini keinginannya itu di depan mata.Dima tersenyum. Mungkin bagi sebagian orang, Bali adalah tempat biasa. Namun, bagi Dira yang belum pernah ke sana, Bali begitu menakjubkan.“Apa kamu mau ke sana?” tanya Dima membelai lembut wajah Dira.“Tentu saja
“Bukankah seluruh tubuhmu pegal semua?” Dima dengan polosnya menjawab tanpa rasa berdosa sudah melucuti semua pakaian yang melekat di tubuh sang istri.“Iya, tetapi tidak perlu dibuka semua.” Dira masih melemparkan protesnya.“Sudahlah, aku yang pijat. Jadi terima saja. Jangan kebanyakan protes.” Dima pun meminta sang istri untuk kembali ke posisi tengkurap. Tentu saja agar dapat memijat dengan benar.Dira hanya bisa pasrah ketika Dima memintanya untuk diam. Dia pun kembali ke posisinya. Tengkurap seperti yang diminta oleh Dima.Perlahan Dima mulai memijat sang istri. Pijatan lembut diberikannya mulai dari bahu ke pinggang. Tangan sang istri pun tak luput dari pijatan itu.Dira benar-benar merasa nyaman sekali ketika merasakan pijatan sang suami. Rasa lelahnya seketika menghilang. Apalagi ketika Dima memijat tangannya. Dira yang tadi pegal karena baru saja memijat sang suami, merasa lebih baik.Perlahan, tangan Dima mulai turun. Dima masih melakukan dengan baik. Memijat dengan lembut
Dima mengajak Dira untuk makan malam. Makan malam kali ini sengaja dipesan Dima, di pinggir pantai. Meja dan kursi ditata tepat di atas pasir pantai, dihiasi dengan lilin-lilin. Sorot cahaya dari obor pun membuat gelapnya malam menjadi terang. Langit malam yang dihiasi bintang membuat suasana menjadi romantis. Bulan yang begitu cantik, menambah keindahan langit malam itu. Makan malam kali ini benar-benar di waktu yang indah.Dira yang melihat makan malam kali ini benar-benar senang. Makan malam dengan suasana berbeda dengan biasanya. Terakhir kali makan malam romantis yaitu saat di restoran hotel Maxton. Berada di lantai paling atas hotel tersebut.“Kamu memesan ini?” tanya Dira memastikan.“Iya, aku sengaja memesan ini untuk kita. Aku ingin menciptakan kenangan manis bersamamu.” Dima tidak mau sampai bulan madu mereka biasa saja. Dia ingin bulan madu mereka meninggalkan kesan yang luar biasa.“Ayo duduk.” Dima menarik kursi dan mempersilakan Dira untuk duduk. Saat Dira duduk, dia me
“Kenapa kalian sudah pulang?” Mama Ale yang melihat Dima dan Dira merasa heran. Padahal seingatnya kemarin sang anak baru saja pergi bulan madu, tetapi baru sehari, mereka sudah pulang. “Aku tidak enak badan, Ma. Kemarin demam. Jadi akhirnya Kak Dima memutuskan untuk pulang.” Dira memilih untuk berbohong dan tidak mengatakan kejadian sesungguhnya. Karena takut Mama Ale nanti menyalahkan Dima. “Benarkah, kamu sakit?” Mama Ale langsung menempelkan punggung tangannya di dahi Dira. Mengecek suhu tubuh menantunya. “Tapi, tidak demam.” Saat punggung tangan ditempelkan, Mama Ale tidak mendapati suhu tubuh tinggi pada Dira. “Demamnya sudah reda, Ma. Semalam Kak Dima mengompres aku.” Dira kembali menjelaskan. “Mungkin kamu kelelahan karena itu kamu demam.” Mama Ale menebak apa yang terjadi pada Dira. “Mungkin saja, Ma.” Dira mengangguk membenarkan ucapan mertuanya. Dia seolah yakin sekali dengan ucapan sang mertua. “Kalau begitu kamu istirahat