Siapa yang Anda tugaskan untuk membersihkan ruang rapat?” Dima menatap tajam pada kepala cleaning servis.“Saya menyuruh dua cleaning servis, Pak. Tapi, bukan Dira yang saya suruh.”“Kalau begitu panggil dua orang itu!” Dima masih tidak terima jika ada yang menyuruh Dira tanpa sepengetahuan atasannya.“Baik, Pak.”Kepala cleaning servis segera keluar dari ruangan Dima. Kemudian memanggil dua orang yang disuruhnya membersihkan ruang rapat.“Wina, Ina, kalian ikut saya ke ruang Pak Dima.”Wina dan Ina saling pandang. Mereka tidak menyangka jika hal ini sampai ke CEO mereka. Entah apa hubungan Dira sebenarnya dengan CEO Janitra, sampai-sampai CEO-nya sendiri yang turun tangan.Mereka berdua langsung ke ruangan CEO. Mereka menemui Dima di sana.Dima yang melihat dua wanita itu memerhatikan dua wanita itu. Satu wanita dia kenal, karena wanita itu pernah berdebat dengan Dira. Namun, yang satunya Dima tidak kenal.“Siapa di antara kalian yang menyuruh Dira membersihkan ruang rapat?” Dima lan
Bab 230 S2 Dima dan Dira berada di rumah berdua. Kebetulan Ale mengajak serta asisten rumah tangga karena ada beberapa barang yang ingin dibeli. Jadi dia butuh bantuan. Setelah makan siang, Dima masuk ke kamar untuk mengganti baju. Begitu juga Dira, dia masuk ke kamar juga untuk mengambil cat rambutnya. Karena tidak ada yang bisa dia kerjakan, dia memilih untuk mewarnai rambutnya. Dira mengambil air lebih dulu ke dapur untuk membuat cairan cat rambut. “Kamu mau apa?” Dima yang melihat Dira langsung bertanya. Dira menoleh ke arah belakang. Di mana Dima berada. “Mau cat rambut.” Dima hanya menangguk-anggukkan kepalanya. Setelah menyiapkan cairan cat rambut, Dira segera membawanya ke taman belakang. Dia sudah membawa kaca di taman belakang. Dima yang penasaran pun ikut ke taman belakang. Melihat apa yang dilakukan Dima. Dira melapisi tubuhnya dengan kain agar tidak mengenai bajunya tak lupa dia memakai sarung tangan agar tangannya tidak terkena cat rambut. Di depan cermin, Dira
“Kenapa tidak ke salon saja?” Dima melempar pertanyaan sambil mengolesi cairan cat rambut.“Aku saja masih berhutang uang untuk cat rambut ini, bagaimana bisa aku mengecat rambutku di salon. Yang ada aku akan berhutang lebih banyak.”Dima ingat jika kemarin dia mencatat uang membeli cat rambut sebagai hutang. Jadi dia membenarkan ucapan Dira jika pasti akan berhutang banyak jika ke salon. Karena Dima tidak akan meminta cuma-cuma.Dima terus mengolesi rambut Dira dengan cat rambut. Hingga akhirnya seluruh rambut belakang Dira terwarna dengan sempurna.“Sudah selesai.”Dira langsung melihat dengan kaca. Memastikan jika rambutnya hitam sempurna.“Akhirnya rambutku berwarna hitam.” Dira merasa senang ketika rambutnya akhirnya berwarna hitam. Karena dengan begitu dia bisa bekerja dengan tenang.“Siapa yang memiliki rambut pirang, papamu apa mamamu?” Dima kembali duduk.“Papaku.” Dira menjelaskan, tetapi dengan wajah malas.Raut wajah malas itu tertangkap jelas oleh Dima. “Sepertinya kamu t
“Apa kamu tahu?” Ale menghampiri sang suami yang baru saja keluar dari kamar mandi.“Tidak tahu.” Alca menggeleng.“Kamu.” Ale memukul lengan sang suami. Merasa kesal pada suaminya itu.Alca hanya tertawa saja. Dia senang sekali menggoda istrinya.“Cepat katakan.”“Tadi aku tinggal Dima dengan Dira, dan kamu tahu saat aku pulang mereka sibuk berdua. Entah apa yang sedang mereka kerjakan.” Ale mengatakan itu pada suaminya. “Sepertinya mereka mulai dekat.” Ale begitu bersemangat bercerita.“Bagus jika mereka dekat. Bisa jadi jika mereka menikah, mereka sudah saling cinta.” Alca merasa bisa jadi kisah cinta Dima dan Dira akan berbeda dengannya dan Ale.“Iya semoga saja mereka saling suka. Jadi mereka menikah karena cinta.” Ale membenarkan ucapan suaminya.Seusai mengobrol, Ale dan Alca segera keluar dari kamar. Ale bersiap untuk menyiapkan makan malam dan Alca menonton televisi.Dira turun ke lantai bawah segera membantu Ale merapikan makanan di atas meja.“Kamu tadi melihat apa di lapto
Senin pagi Dira mengurus pendaftaran kuliah bersama Dima. Sampai siang barulah semua selesai. Urusan kuliah selesai, akhirnya mereka memutuskan untuk segera pulang.“Kak, apa aku tidak berpamitan dengan atasanku dulu saat keluar kerja?” Dira menatap Dima saat perjalanan pulang dari kampus. Dia merasa jika tidak baik jika main keluar saja.“Aku atasanmu, coba pamit.” Dima menoleh ke arah Dira sebentar. Membagi konsentrasinya pada jalanan. Memberikan perintah pada Dima.“Astaga, bukan begitu maksud aku.” Dira benar-benar kesal ketika Dima menganggap bercanda ucapannya. Padahal dia sedang sangat serius sekali.“Aku sudah membuatkan surat pengunduran dirimu sebagai cleaning servis.”Dira merasa bersyukur ketika Dima membuatkan surat pengunduran diri. Jadi dia besok akan nyaman jika bertemu dengan atasannya bagian cleaning servis. “Lalu untuk jadi asisten Kak Dima, apa aku harus mengirim surat lamaran?” Dira menatap Dima sambil memiringkan tubuhnya.“Tidak perlu buat surat lamaran. Aku sud
“Apa kamu tidak bisa berhati-hati?” tegur Dima seraya menegakkan tubuh Dira. Dia buru-buru menyadarkan dirinya agar tidak terbuai dengan kecantikan Dira.“Maaf, Kak.” Dira merasa bersalah sekali karena tidak berhati-hati.“Bagus kamu jatuh ke pelukanku, bagaimana jika di pelukan orang lain?” Dima bergumam kesal.“Jika aku jatuh ke pelukan orang lain, ya mungkin saja aku bisa jatuh cinta padanya.” Suara gumaman dari Dima. Jadi dia membalasnya.Dima langsung membulatkan matanya. “Kamu mau jatuh cinta pada orang lain?” tanya Dima kesal.Dahi Dira berkerut dalam. Tidak mengerti kenapa Dima tiba-tiba marah.“Kak Dima kenapa marah?” Dira masih kebingungan. Dia merasa jika Dima aneh.“Kamu mau jatuh cinta pada orang lain? Bukankah kamu bilang pada mama jika kamu akan berusaha untuk jatuh cinta padaku.” Dima yang kesal pun langsung meluapkan kekesalannya itu.Dira tercengang ketika melihat Dima mengatakan hal itu. Sejenak dia teringat dengan ucapan dari Dima sama persis dengan yang dikatakan
Dira segera mencari Dima. Tak sabar untuk bertanya apa yang sudah dilakukan oleh Dima. Dira mencari ke ruang rapat. Namun, alangkah terkejutnya ketika sampai di ruang rapat. Di depan ruang rapat, Dira melihat Dima sedang bersama orang-orang penting perusahaan. Ada Papa Alca dan juga para pemegang saham di sana.Dima begitu terkejut sekali ketika Dira mencarinya sampai ke ruang rapat. Padahal sedang banyak orang di sana.“Pasti kamu mau mengingatkan aku untuk bertemu klien?” Dima menatap Dira. Berpura-pura agar Dira tidak malu di hadapan banyak orang.“Iya, Pak. Saya ingin mengingatkan Pak Dima untuk bertemu klien.” Dira dengan sopan membenarkan ucapan Dima.“Saya permisi dulu, karena harus bertemu klien.” Dima berpamitan dengan beberapa pemegang saham dan juga papanya.Mereka semua mengangguk. Mempersilakan Dima untuk pergi lebih dulu.Dima dan Dira segera menuju ke lift. Orang-orang masih memerhatikan Dima yang masih menunggu lift. Mereka baru terlepas dari pandangan saat lift tertut
Akhirnya Dima memanggil supervisor cleaning servis. Mengatakan siapa yang sebenarnya salah. Dima meminta supervisor menyelesaikannya. Menyampaikan apa yang disampaikan Dira kemarin.Supervisor pun segera memanggil Ina kembali. Meminta Wina dan Ina menemuinya.“Ina, kami sudah mendengarkan cerita sebenarnya. Jadi kamu tidak bersalah dalam hal ini. Kamu bisa kembali lagi bekerja di sini.”Mendengar ucapan supervisor membuat Ina benar-benar merasa senang sekali. Ternyata dia akhirnya dapat kembali bekerja lagi. Rasanya lega karena akhirnya kebenaran terbongkar.“Terima kasih, Bu.” Ina tersenyum lebar. Akhirnya dia bisa kembali lagi bekerja.Ina melirik Wina yang berada di sebelahnya. Dia menatap dengan kepuasan. Senang sekali akhirnya kejahatan Wina terbongkar.“Kamu bisa keluar.”“Baik, Bu.” Ina segera keluar.Kini tinggal Wina dan supervisor saja. Perasaan Wina begitu takut sekali. Dia merasa jika kali ini dia tidak akan“Wina, kamu sudah tahu bukan kesalahan kamu. Kamu sudah membuat D
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker