Semua langsung mengalihkan pandangan pada Alca. Di tengah-tengah ketenggangan, bisa-bisanya Alca bertanya hal itu. Tentu saja itu membuat mereka menatap tajam pada Alca.“Sabar, Al.” Mama Arriel menjewer telinga Alca.“Auch … auch ….” Alca langsung mengaduh.Semua orang tertawa. Ale yang menangis pun ikut tersenyum. Dia merasa berada di dalam lingkungan keluarga Dima adalah sebuah anugerah. Terlalu jahat jika dirinya sampai berpikiran buruk pada mereka semua. Padahal jelas mereka menyayanginya. Apalagi menerimanya dengan baik meskipun Dima sudah tidak ada.Mama Mauren meminta Alca mengajak Ale untuk ke kamarnya. Meminta menantunya untuk banyak-banyak istirahat. Apalagi baru beberapa hari dia melahirkan. Mama Mauren merasa masalah sudah selesai. Jadi tidak ada yang perlu diselesaikan. Berharap tidak akan ada masalah lagi di kemudian hari.***“Cucu Nenek yang tampan.” Mama Mauren mencium pun Baby Dima yang baru saja bangun. Saat bangun seperti ini tentu saja adalah waktu yang tepat unt
Mendapati permintaan sang suami, dengan cepat Ale mendaratkan kecupan di bibir sang suami. Bayaran untuk pujian yang baru saja diberikan sang suami. Yang tentu saja membuat hatinya berbunga-bunga.“Itu tadi ciuman?” tanya Alca ketika sang istri menjauhkan bibirnya.“Iya.” Ale mengangguk.“Itu kecupan. Kalau ciuman seperti ini.” Alca segera menarik tengkuk sang istri dan mendaratkan bibirnya tepat di bibirnya sang istri. Alca menyesap bibir manis milik sang istri. Merasakan manisnya bibir sang istri. Kerinduan yang teramat besar pada bibir manis dan menggoda itu membuatnya tak melepaskan kesempatan itu.Tak hanya Alca sebenarnya yang merindukan hal itu, tetapi Ale juga. Karena itu, dia pun membalas ciuman itu. Membalas setiap gerakan yang dilakukan Alca.Suara kecapan pun terdengar nyaring di dalam kamar. Mengisi keheningan di dalam kamar.Saat merasa keheningan begitu menyelimuti, Alca teringat akan sesuatu. Dengan segera dia melepaskan tautan bibirnya. Alca melihat ke box bayi. Menca
Sudah dua minggu Mama Mauren tinggal di rumah Ale dan Alca. Dia sengaja tinggal di sana agar bisa menjaga menantu dan cucunya. Namun, karena Ale sudah pintar mengurus anak. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi. Ale bisa dilepas sendiri ketika menjaga anaknya.“Mama akan sering ke sini. Jadi jangan khawatir.” Mama Mauren memeluk Ale. “Iya, Ma.” Ale mengangguk. Dia merasa sedih ketika ditinggal mama mertuanya, tetapi memang dia harus sendiri. Membangun keluarganya sendiri. Terutama bekerja sama dengan Alca untuk menjaga anaknya.Mama Mauren beralih pada cucunya. “Sayang, Nenek akan sering-sering ke sini. Jadi kamu baik-baik dengan papa dan mama.” Dia mendaratkan kecupan di pipi sang anak.“Jika ada apa-apa. Jangan sungkan untuk menghubungi.” Papa David menepuk bahu Alca.“Tentu, Pa.” Alca mengangguk.“Kalau begitu Mama dan Papa juga pamit.” Mama Arriel menautkan pipi pada Ale. Sejak pagi dia dan suaminya di rumah Alca dan Ale. Bermain dengan si kecil. Kini saat Mama Mauren dan Pap Davi
“Cepatlah pakai bajumu. Kamu membuat aku takut.” Alca memilih mengalahkan pandangan. Takut sekali jika dia akan tergoda dengan sang istri. Bisa-bisa nanti dia memaksa istrinya sebelum waktunya.Mendengar ucapan suaminya, membuat Ale buru-buru untuk kembali ke kamar mandi. Bajunya masih ada di sana. Jadi dia harus segera memakai bajunya.Ale berlari secepat kilat. Tak mau sampai suaminya berubah pikiran. Itu pasti sangat bahaya jika tiba-tiba sang suami mau melakukannya.Alca melihat sang istri yang langsung kabur. Senyum manis tertarik di sudut bibirnya. Merasa jika sang istri sama takutnya. Alca beralih pada anaknya.“Jika waktunya tepat, nanti Papa akan berikan kamu adik.” Alca membelai lembut tubuh sang anak. Tak sabar dia ingin menambah anak lagi. Namun, sebelum hari itu tiba, tentu saja dia harus menunggu sang istri siap untuk disentuh. Waktu yang ditunggu-tunggunya.***Setiap hari Mama Mauren datang bergantian dengan Mama Arriel. Mereka sengaja membuat jadwal datang agar keduan
Ale tampak berpikir. Jika ke luar kota, dia harus meninggalkan anaknya lebih lama. Hal itu membuat Ale belum tega. “Bisakah kita hanya di dalam kota saja? Mungkin menyewa hotel yang jaraknya tidak jauh dari sini? Aku belum siap jika meninggalkan Dima jauh-jauh.”“Apa kamu khawatir pada Dimdim?” tanya Alca memastikan.“Iya, aku khawatir.” Ale merasa takut meninggalkan Dima jauh dan lama.“Baiklah, aku akan cari tempat yang dekat saja. Agar kita bisa pulang kapan saja jika Dimdim kenapa-kenapa.” Alca merasa tidak masalah jika mencari tempat yang dekat. Lagi pula juga mereka hanya akan di sana dua hari saja. Ale sudah mengatakan jika tidak akan berlama-lama meninggalkan anaknya.***Hari ini Ale dan Alca memeriksakan anaknya ke dokter anak. Mama Arriel dan Mama Mauren juga turut hadir. Mereka ikut serta memeriksakan Baby Dima.Saat hendak diperiksa, Baby Dima begitu anteng sekali. Padahal bayi-bayi sebelumnya menangis. Hal itu membuat Ale merasa bersyukur anaknya tidak rewel sama sekali.
Dokter menyuntikkan cairan untuk mencegah kehamilan pada Ale. Rasa sakit sedikit terasa ketik jarum suntik menembus kulitnya.“Tujuh hari setelah ini baru Ibu boleh melakukan hubungan suami istri.” Dokter memberitahu. Dia segera kembali ke meja kerjanya.Untuk sejenak Ale terdiam. Memikirkan apa yang dikatakan dokter. Ternyata penantian tidak berhenti sampai di sini saja. Ternyata mereka masih harus menunggu seminggu lagi.Ale segera turun dari ranjang dan menyusul suaminya yang duduk di kursi. Tampak wajah Alca tampak kecewa dengan apa yang didengarnya. Namun, Ale tidak bisa berbuat apa-apa. Mengingat jika dokter yang mengatakan hal itu.“Saya buatkan jadwal. Nanti tiga bulan lagi silakan datang ke sini.” Dokter memberikan buku kecil pada Ale. Buku itu berisi tanggal kunjungan Ale, dan kapan Ale harus datang kembali.“Terima kasih, Dok.” Ale menerima buku tersebut.Ale dan Alca segera keluar dari ruang dokter. Mereka berjalan berdua keluar dari rumah sakit. Keduanya masih diam. Tida
Perjalanan Jakarta-Bandung memakan waktu dua jam. Waktu yang cukup lama untuk dilalui. Mereka berdua bercerita banyak hal. Menceritakan tentang apa saja yang dilakukannya sewaktu kecil. Alca menceritakan bagaimana kehidupannya sewaktu kecil dengan kakaknya.“Walaupun kami saudara tiri, tidak pernah sekali pun kami bertengkar. Kak Lolo selalu perhatian sekali pada aku.” Alca mengingat jelas bagaimana sikap kakaknya. Ale senang mendengar akan hal itu. “Aku berharap anak kita kelak juga akan seperti itu. Akan akur walaupun mereka tidak satu ayah.” Kisah anak Dima dan Anak Alca kelak akan sama persis dengan Loveta dan Alca. Mereka akan menjadi saudara tiri. Jadi Ale berharap mereka akan bisa akur juga. “Tentu saja. Kita akan menjaga dengan baik hubungan mereka. Mengajarkan kebersamaan. Tentu saja kelak mereka akan akur dan saling menyayangi.” Alca tersenyum pada sang istri. Meyakinkan sang istri.Ale yakin kelak mereka akan jadi orang tua yang baik untuk anak-anak mereka. Tentu saja de
Ale masuk ke dalam kamar seraya menarik kopernya. Aroma bunga mawar menyeruak menyambutnya. Tentu saja itu membuat jantungnya jauh lebih berdebar-debar. Alca yang berada masih di belakang langsung menutup pintu. Saat pintu ditutup jelas perasaannya semakin tidak menentu.Pemandangan pertama yang dilihat Ale adalah bunga mawar yang menghiasi tempat tidur. Bunga itu disusun rapi dengan berbentuk love.Saat Ale sedang fokus melihat ke sisi tempat tidur, Alca mengambil buket bunga mawar besar yang berada di meja. Alca langsung mengambilnya. Kemudian memberikan pada istrinya. “Untuk wanita cantik yang selalu aku puja.” Entah keberanian apa yang tiba-tiba menghampiri Alca. Benar-benar tidak pernah diduganya dia akan seberani itu mengatakan hal itu. Ale tersipu malu. Dia merasa terharu ketika melihat apa yang diberikan Alca. “Kamu menyiapkan semua ini?” tanya Ale seraya menerima bunga tersebut.“Hanya minta request pada pihak hotel.” Alca tidak merasa benar-benar menyiapkan semua ini. Karen