Ale masuk ke dalam kamar seraya menarik kopernya. Aroma bunga mawar menyeruak menyambutnya. Tentu saja itu membuat jantungnya jauh lebih berdebar-debar. Alca yang berada masih di belakang langsung menutup pintu. Saat pintu ditutup jelas perasaannya semakin tidak menentu.Pemandangan pertama yang dilihat Ale adalah bunga mawar yang menghiasi tempat tidur. Bunga itu disusun rapi dengan berbentuk love.Saat Ale sedang fokus melihat ke sisi tempat tidur, Alca mengambil buket bunga mawar besar yang berada di meja. Alca langsung mengambilnya. Kemudian memberikan pada istrinya. “Untuk wanita cantik yang selalu aku puja.” Entah keberanian apa yang tiba-tiba menghampiri Alca. Benar-benar tidak pernah diduganya dia akan seberani itu mengatakan hal itu. Ale tersipu malu. Dia merasa terharu ketika melihat apa yang diberikan Alca. “Kamu menyiapkan semua ini?” tanya Ale seraya menerima bunga tersebut.“Hanya minta request pada pihak hotel.” Alca tidak merasa benar-benar menyiapkan semua ini. Karen
Ale berdiri tepat di depan sang suami. Kepalanya tertunduk malu. Dia masih memikirkan kenapa juga dia harus memakai pakaian yang diberikan mertuanya. Pasti itu akan membuatnya malu di depan sang suami. “Apa aku tampak seperti wanita murahan?” tanya Ale polos. Alca menarik dagu sang istri agar dapat melihat wajahnya. Dia tahu jika sang istri pasti sedang malu dengan apa yang dipakainya. “Aku suka.” Alca tersenyum melihat sang istri. Wajah Ale yang malu seketika berubah semringah. Ternyata pikiran suaminya tak seburuk apa yang ada di pikirannya. “ Alca seketika tersenyum. “Mana ada seorang istri memakai pakaian seperti ini terlihat seperti wanita murahan? Kamu terlihat seksi.” Alca berbisik tepat di telinga sang istri. Sebuah kecupan mendarat di belakang telinga sang istri. Aroma tubuh sang istri yang menggoda membuat Alca mengangsur bibirnya turun ke bawah. Menikmati kulit mulus milik sang istri. Ale meremang. Sentuhan bibir tepat di tubuhnya membuat tubuhnya merasakan gelenyar an
Alca membelai lembut wajah sang istri. Tampak sang istri begitu pulas tertidur. Hingga saat tangannya membelai lembut wajahnya saja, tidak bergeming sama sekali. “Sayang.” Alca mencoba membangunkan sang istri. Sebuah kecupan pun diberikan di pipi sang istri. “Ayo bangun.” Dia kembali membelai lembut wajah sang istri. Suara itu mulai terdengar membuat Ale membuka matanya. “Aku masih lelah.” Tubuh Ale masih lemas. Jadi dia tidak kuat untuk bangun. “Tapi, kamu harus makan.” Alca mencoba membangunkan sang istri. Ini sudah menjelang malam. Jadi mereka harus bersiap untuk makan malam. “Apa kita akan makan malam di luar?” Ale merasa tidak sanggup jika harus makan di luar. “Iya, karena aku mau membawamu ke suatu tempat.” Alca menangkup wajah sang istri. “Mau ke mana?” Ale jadi penasaran. Karena Alca dari kemarin tidak menceritakan ke mana dia akan membawanya pergi. ‘’Mandilah, lalu ayo ikut aku. Maka kamu akan tahu.” Alca tersenyum. Sengaja dia tetap tidak mau memberitahu. Ale semakin
Lampu temaram membuat dua insan yang sedang kelelahan semakin tidur pulas. Mereka berdua saling berpelukan. Tubuh tanpa penghalang itu menempel sempurna. Ale membuka matanya lebih dulu. Perutnya tiba-tiba berbunyi, membuatnya yang mengantuk, terbangun. Dia melihat sang suami yang masih tertidur pulas. Ale yang berada di dada sang suami, harus sedikit mendongak untuk melihat wajah sang suami. ‘Sepertinya dia masih lelah,’ batin Ale. Semalam mereka menghabiskan malam tanpa tidur. Jadi saat menjelang pagi, mereka mengantuk. Sambil menunggu sang suami yang masih asyik tidur, Ale bermain-main di dada sang suami. Memainkan jarinya di sana. Menggambar abstrak di dada sang suami. Namun, tiba-tiba dia terpikir untuk membuat tulisan. Dia menulis namanya, kemudian menggambar gambar love dan diiringi dengan nama suaminya. Ale tersenyum membayangkan hal itu. “Ale cinta Alca.” Suara serak khas bangun tidur terdengar. Suara itu jelas berasal dari suara Alca. Mendengar suara itu, Ale segera menga
“Bi ….” Ale memanggil asisten rumah tangga. Dia ingin bertanya tentang keberadaan anaknya. Asisten rumah tangga segera datang. Dia menghampiri Ale. “Iya, Non.” “Ke mana mama dan Dima?” tanya Ale. “Mereka katanya ke tempat spa bayi, Non.” Asisten rumah tangga memberitahu ke mana Mama Mauren, Mama Arriel, dan Baby Dima. Mendengar jika mereka hanya ke tempat spa membuat Ale lega. Dia justru takut anaknya kenapa-kenapa. Seperti mungkin seperti sakit. “Jangan khawatir.” Alca mencoba menenangkan sang istri. Ale mengangguk. Mungkin karena terlalu rindu dengan anaknya, dia jadi merasa khawatir pada anaknya itu. Kini sudah tidak perlu ada yang dikhawatirkan lagi. Karena anaknya hanya dibawa ke tempat spa. “Kalau begitu aku ganti baju dulu.” Ale segera masuk ke kamarnya. Setelah ini, dia akan menunggu mertua dan anaknya yang pergi ke spa baby. Alca yang melihat sang istri masuk ke kamar pun ikut menyusul. Membawa tas yang berisi baju-bajunya yang dibawanya kemarin. *** Suara mobil yang
“Memangnya kenapa?” tanya Alca seraya menghampiri istrinya. “Aku tidak tahu. Aku coba memberikan ASI langsung, tetapi dia tidak mau. Aku coba masukkan ke mulutnya, tetapi dia mendorong keluar dengan lidah.” Ale bingung dengan apa yang terjadi pada anaknya. Padahal sebelum ditinggal, anaknya mau minum susu langsung. Namun, kini dia tidak mau. “Lalu bagaimana?” Alca juga ikut panik. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hal ini Ale juga bingung. Ditambah sang anak terus menangis. Hal itu membuatnya semakin panik lagi. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Suara Dima yang tak kunjung diam pun membuat Mama Mauren dan Mama Arriel datang. Mereka ingin mengecek keadaan cucu mereka. Sebelum masuk, Mama Mauren mengetuk pintu terlebih dahulu. “Kenapa Dima tidak diam?” Mama Mauren yang menghampiri cucunya. Mengecek keadaan cucunya. “Dia bangun tadi, Ma. Aku berniat memberikannya susu, tetapi dia menolak dan tidak mau minum.” Ale mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Mama Mauren melihat cucun
Tidak terasa Dima sudah enam bulan. Waktu bergulir dengan cepatnya. Sekarang Dima sudah bisa diajak bercanda. Tentu saja sudah membuat Ale dan Alca begitu bahagia sekali. Tak hanya Ale dan Alca, yang bahagia dengan perkembangan Dima. Nenek dan kakeknya juga bahagia dengan perkembangan Dima. “Berarti Dima akan makan saat ulang bulan ke enam?” Alca menatap sang istri. Dia begitu penasaran karena istrinya sudah heboh membuat menu makanan untuk anaknya. “Iya, aku tak sabar melihatnya makan.” Ale begitu senang sekali. Ini adalah momen berharga untuknya. “Kamu mau makan besok.” Alca mengajak anaknya bicara. Dia yang gemas langsung mencium pipi sang anak. “Kamu belum makan saja sudah gembul. Bagaimana jika sudah makan?” Alca pura-pura menggigit tangan anaknya. Tangan anaknya cukup besar. Walaupun sebenarnya berat badannya masih standar usianya, tetap saja di matanya besar. Karena dia melihat perubahan dari kecil sampai besar. Ale melihat suaminya yang gemas sekali dengan anaknya. Tentu sa
“Kenapa kamu mengatakan itu?” Ale tampak kecewa sekali. “Karena dia menggigit.” Alca mencoba menjelaskan. “Tidak masalah, Kak. Nanti ini akan sembuh besok. Aku masih ingin memberikan ASI secara langsung. Aku merasa jauh lebih dekat dengannya ketika memberikan ASI.” Ale tidak akan melepaskan anaknya begitu saja. Apalagi anaknya masih butuh nutrisi. “Baiklah jika kamu merasa baik-baik saja.” Alca tidak mau memaksa sang istri. Apalagi sang istri begitu ingin sekali melakukan hal itu. Momen menyusui mungkin begitu berarti untuk istrinya. *** “Kenapa dia tidak mau merangkak, Dok?” Sudah sembilan bulan, tetapi Baby Dima tidak mau merangkak sama sekali. Padahal seusianya, bisanya sudah mulai merangkak. Baby Dima hanya mau sampai duduk saja. Tidak mau merangkak sama sekali. “Setiap anak punya perkembangan berbeda-beda. Coba berikan stimulasi yang baik untuk menarik perhatiannya. Jadi dia mau merangkak nanti.” Dokter memberikan saran terlebih dahulu. Ale dan Alca hanya bisa sabar. Dia be
Pembawa acara memanggil Alcander Janitra dan Alegra Cecilia pemilik Janitra Grup untuk memberikan sambutan pada para tamu undangan. Mereka memperkenalkan penerus dari Janitra Grup tersebut. Ada Dima Janitra berserta istri dan anaknya. Ada Arlo Alcander Janitra bersama sang istri.Semua orang akhirnya tahu jika Almeta adalah istri dari Arlo. Apalagi nama Almeta disebut dengan jelas oleh pembawa acara.Rafael yang melihat hal itu akhirnya pasrah. Dia sepertinya memang sudah harus merelakan Almeta untuk selamanya karena Almeta benar-benar sudah menjadi istri Arlo seutuhnya.Pesta begitu mewah sekali. Dihadiri oleh para tamu undangan yang didominasi oleh pengusaha-pengusaha kelas atas.“Mama senang melihat kalian sekarang sudah dekat.” Mama Ale tersenyum ketika melihat Almeta dan Arlo. Apalagi sejak tadi mereka berdua saling bergandengan tangan.“Doakan kami bisa seperti mama dan papa.” Arlo berharap jika pernikahan dengan Almeta akan berlangsung lama sampai kakek dan nenek seperti orang
Rafael begitu terkejut ketika mendengar suara Arlo yang tiba-tiba terdengar.“Pak Arlo.” Rafael menyapa Arlo.Arlo hanya menatap sejenak pada Arlo, sebelum akhirnya kembali pada mama Rafael. “Anda bilang siapa yang mau dengan Meta?” tanya Arlo menatap mama Rafael. “Itu saya. Saya yang menerima Almeta untuk dijadikan istri.” Arlo menegaskan pada mama Rafael.“Ma, sudah.” Rafael menegur sang mama.“Oh ... jadi ini orang yang menerima wanita ini.” Mama Rafael tidak mendengarkan anaknya sama sekali. Masih terus menghina Almeta dan Arlo.“Iya, kenalkan saya Arlo Alcander Janitra, manajer Janitra Grup sekaligus putra pemilik Janitra Grup.” Arlo mengulurkan tangannya pada mama Rafael. Mama Rafael begitu terkejut mendengar ucapan Arlo. Dia langsung melihat ke arah Rafael.“Dia atasanmu?” tanya sang mama.“Iya, Ma. Dia atasanku.” Rafael membenarkan ucapan sang mama.Mama Rafael terkejut ketika ternyata Arlo adalah atasan Rafael. Dia juga tidak menyangka jika Almeta menikah dengan atasan
Arlo membulatkan matanya ketika mendengar pertanyaan Almeta itu. Tidak menyangka Almeta bertanya seperti itu. “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Arlo.“Kak Arlo suka aku yang berambut keriting seperti Kak Zila. Kak Arlo juga meminta aku memakai semua pakaian Kak Zila.” Almeta menjelaskan apa yang membuatnya berpikir seperti itu.Arlo akhirnya tahu apa yang membuat Almeta berpikir seperti itu.“Aku memintamu mengeriting rambut karena merasa kamu cantik saat dengan rambut bergelombang. Rambutmu lebih bervolume. Aku memintamu memakai baju Zila karena merasa sayang baju itu ada di lemari. Apalagi badanmu setipe dengan Zila. Jadi tidak ada salahnya ketika kamu memakai itu. Tidak bermaksud membuatmu menjadi Zila. Aku menyukaimu karena memang kamu bukan karena kamu mirip Zila.” Arlo mencoba menjelaskan pada Almeta. Perasaannya ada bukan karena Almeta yang mirip Zila, tetapi lebih karena memang dia adalah Almeta.Almeta menatap Arlo. Mencari kebohongan dari sorot matanya.“Jika kamu
“Kak Arlo bilang jika istri Kak Arlo yang sekarang memakaikan dasi?” Almeta langsung melemparkan pertanyaan itu saat masuk ke mobil.“Iya.” Dengan entengnya Arlo menjawab.“Kenapa Kak Arlo mengatakan hal itu?” Almeta masih tidak habis pikir. Kenapa suaminya mengatakan seperti itu.“Bukankah kamu sendiri yang bilang. Biarkan mereka tahu pelan-pelan. Aku sedang memberitahu pelan-pelan.” Arlo menyeringai. Dia memang sengaja mengatakan hal itu pada Rina-sang sekretaris karena tahu berita itu akan menyebar dengan cepat. Terbukti Almeta saja sudah dengar.Almeta hanya bisa pasrah ketika mengetahui alasan Arlo itu. Memang benar adanya jika orang perlahan harus tahu.Melihat Almeta yang sudah tidak melayangkan protes, Arlo segera melajukan mobilnya untuk segera pulang.Almeta menikmati perjalanan bersama sang suami. Namun, tiba-tiba saja Almeta teringat sesuatu.“Tadi Kak Rina bilang, Kak Arlo pesan bunga untuk istri, bunga apa?” tanya Almeta penasaran.“Lihat saja di rumah.” Arlo tidak mau m
Saat tautan bibir terlepas keduanya saling malu. Ini adalah kali pertama mereka berciuman sebagai suami dan istri.“Berapa bulan kita menikah?” tanya Arlo menatap sang istri.“Enam bulan.”“Dalam enam bulan baru ini aku menciummu.” Arlo tersenyum ketika menyadari berapa lama bertahan tanpa saling menyentuh.“Tapi, aku merasa seperti mengkhianati Kak Zila.” Almeta menundukkan kepalanya. Merasa bersalah sekali ketika baru saja melakukan ciuman.“Zila justru senang jika kita mulai membuka hati.” Arlo meyakinkan Almeta.Almeta membenarkan ucapan Arlo. Memang bisa jadi kakaknya justru senang ketika melihat dirinya dan Arlo bisa membuka hati.“Bersiaplah, kita makan malam di luar.” Arlo membelai lembut wajah Almeta.“Baiklah.” Almeta mengangguk. Dia segera berlalu keluar dari kamar Arlo. Menuju ke kamarnya.Almeta yang menutup pintu merasakan debaran yang begitu kencang di dadanya. Bayangan baru saja berciuman dengan Arlo pun menghiasi pikirannya.“Aku benar-benar jatuh cinta pada Kak Arlo
“Dasi Kak Arlo mana?” Almeta menadahkan tangannya.“Untuk apa?” tanya Arlo.“Sudah cepat mana?” Almeta terus memaksa.Arlo pun segera merogoh kantung celananya. Kemudian mengeluarkan dasi di dalam kantung celananya.Dengan segera Almeta langsung mengambil dasi yang berada di tangan Arlo. Kemudian melingkarkan ke leher Arlo.Apa yang dilakukan Almeta itu membuat Arlo terkejut.“Aku baru tahu jika Kak Arlo minta Kak Rina membuat simpul dasi. Kenapa tidak meminta padaku saja? Aku pikir selama ini Kak Arlo bisa melakukannya.” Almeta menegakkan kerah kemeja Arlo. Kemudian membuat simpul pada dasi itu.Arlo memandangi Almeta yang sedang sibuk membuat simpul. Karena dia lebih tinggi dibanding Almeta. Jadi dia tinggal menundukkan kepala saja ketika melihat Almeta. Entah debaran apa yang tiba-tiba dirasakannya itu. Dia bingung sendiri.“Aku memang tidak bisa memakai sendiri. Waktu sekolah mama yang memakaikan. Saat kuliah ada Zila. Sampai menikah pun Zila yang melakukannya.” Arlo berusaha tena
“Kalian mau ke mana?” tanya salah seorang karyawan senior.“Mau makan di kantin, Kak.” Almeta yang menjawab pertanyaan tersebut.“Kalian urungkan saja. Karena Pak Arlo mengajak kita semua untuk makan bersama. Jadi kalian ikut saja bersama untuk makan di restoran.” Karyawan senior itu memberitahu dengan penuh semangat.“Wah ... lumayan, aku bisa berhemat.” Dani begitu semangat mendengar hal itu.Almeta dan Rafael saling pandang sejenak. Sampai akhirnya Almeta membuang muka.“Kalau begitu ayo.” Karyawan senior itu menarik tangan Almeta.“Ayo, Rafael.” Dani pun menarik tangan Rafael.Almeta dan Rafael tidak punya pilihan. Mereka pun ikut bersama yang lain.Almeta dan teman-temannya pergi ke restoran di dekat kantor. Selang beberapa saat barulah Arlo datang.“Terima kasih, Pak Arlo untuk traktirannya.” Salah satu karyawan menatap Arlo.“Kalian belum makan. Kenapa berterima kasih?” Arlo tersenyum. “Sudah ayo duduk dan pesanlah apa yang kalian inginkan.” Arlo menatap para karyawannya. Terma
Keduanya dalam keadaan canggung sekali. Apalagi baru saja Arlo memeluk Fazila.“Maafkan aku.” Arlo benar merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Kak. Aku yang harusnya minta maaf karena memakai baju Kak Zila, jadi membuat Kak Arlo mengira aku Kak Zila.” Almeta sadar alasan apa yang membuat Arlo memeluknya.Arlo merasa lega karena Almeta tahu alasannya memeluk. “Jadi baju ini yang kamu pinjam?” Arlo langsung mengalihkan pembicaraan.“Iya, aku tidak punya baju kerja, jadi aku meminjam baju Kak Zila. Nanti jika aku gajian, aku akan membeli.” Almeta mencoba memberitahu.“Tidak perlu beli. Pakai saja baju kakakmu. Lagi pula juga sayang jika baju dibiarkan di lemari begitu saja.” Arlo merasa jika lebih baik baju Fazila dipakai Almeta, dibanding Almeta harus membeli.Almeta tidak menyangka jika Arlo akan justru mengizinkannya untuk memakai semua pakaian kakaknya.“Baiklah, nanti aku akan ambil pakaian seperlunya saja.” Almeta tidak mau aji mumpung. Karena itu di akan memakai pakaian seperlunya sa
“Dengan saudara Almeta Annora?” Seseorang dari sambungan telepon terdengar bertanya.“Iya, saya sendiri. Ini dari siapa?” Almeta penasaran dengan yang siap yang berada di sambungan tersebut.“Saya, bagian HRD dari Janitra Grup, ingin memberitahu jika Anda sudah diterima bekerja di Janitra Grup.”Mendengar kabar itu Almeta langsung berbinar. Dia benar-benar senang sekali akhirnya dapat kabar jika diterima bekerja.“Silakan datang besok untuk tanda tangan kontrak.”“Baik, saya akan datang.” Almeta benar-benar terkejut sekali. Akhirnya dapat diterima di Janitra. Dia benar-benar begitu senang sekali.Akhirnya sambungan telepon mati juga. Dia langsung bersorak senang ketika akhirnya di terima di Janitra Grup.Seharian Almeta mempersiapkan diri untuk besok datang ke Janitra. Dia memilih-milih baju kerja untuk dipakai besok. Almeta baru menyadari jika dia tidak punya banyak baju ker