Bab 98 Woman from the pastBisakah kamu datang? Aku punya kejutan buatmu. Bening sengaja menelpon Kama setibanya di rumah.Maaf sayang, malam ini aku tidak bisa datang. Jadwalku minggu ini sangat padat. Besok pagi -pagi aku harus terbang ke China dilanjut ke beberapa negara. Kama lalu menceritakan secara singkat apa saja yang mau dilakukannya.It’s okay, aku tunggu kamu datang saja. Apa kamu sudah makan siang? Bening mulai memberikan atensi pada Kama.Suara Bening yang lembut mengendurkan ketegangan Kama. Hatinya senang Bening memberinya perhatian.Sebentar lagi aku makan siang. Oh ya, ngomong – ngomong kejutan apa yang mau kau berikan. Tidak bisakah kamu memberi tahuku sekarang?Bening tertawa mendengarnya. Tentu saja tidak! Jika aku memberi tahumu sekarang, namanya bukan kejutan namanya.Terdengar suara Kama tertawa di seberang. "Baiklah sayang, jika urusanku selesai, secepatnya aku datang ke tempatmu. Sekalian ingin mengajakmu makan malam."Baiklah. Take care. Bening lalu menutup te
Bab 99 Twilight“Kita mau ke mana?” tanya Bening. Nyali wanita itu ciut saat mobil Kama memasuki Hotel Rania. Salah satu hotel bintang 5 dengan fasilitas high end.“Tenanglah sayang, aku akan membawamu menemui seseorang.” Dengan langkah ringan Kama keluar dari mobil, dan membukakan pintu untuk BeningKemudian salah satu karyawan pria, dengan memakai seragam warna beige dan putih datang menyapa dengan ramah. “Selamat sore, Pak, Bu”Kama tersenyum manis lalu memberikan kunci mobil. “Tolong parkirkan mobil saya.” Selanjutnya dengan langkah santai, pria itu menggandeng Bening.Beberapa orang karyawan menoleh saat melihat penampilan jomplang antara Kama dan Bening.Bening semakin keki, melihat penampilan tamu – tamu di situ. Penampilan mereka sangat elegan dan berkelas. Langkah wanita itu kaku seperti robot. “Kama, lihatlah mereka memandangku, aku malu,” kata Bening sambil mencengkeram tangan Kama.“Relaks, okay? Kamu cantik dan harus percaya diri.”Namun, kata – kata Kama sama sekali tid
Bab 100 Always shining bright “Aku tidak mau menikah denganmu!” Mata Kama terbelalak menerima penolakan Bening. Mukanya seketika memucat. Dia berusaha tersenyum, meski tampak sangat jelek. “Aku tidak bisa memaksamu, jika kamu tidak mau menikah denganku,” ucapnya kelu dan bibir gemetar. Hatinya mengerang kesakitan. Bening tertawa lebar melihat reaksi Kama. “Sikapmu sangat menyedihkan, padahal aku belum selesai bicara,” “Maksudmu?” tanya Kama. “Aku tidak mau menikah denganmu sebelum aku punya ruko,” kata Bening tenang. “Hampir setahun, aku tinggal di rumah orang tuaku. Aku mau beli ruko, untuk tempat usaha sekaligus tempat tinggalku dan Evan.” Kama membuang napas lega. “Sebutkan saja, di mana kamu ingin ruko, biar aku belikan.” Bening meradang mendengar ide Kama. “No way! Aku tidak suka kamu melakukan itu. Kamu pikir aku terlalu lemah, hingga tak bisa membeli ruko yang ku mau. Nay! Pokoknya aku tidak setuju jika kamu membelikan aku ruko. Bisa – bisa aku tidak bisa tidur nyenyak,
Bab 101 Our time will come "Sebaiknya Kakak simpan kata - kata sarkasmu itu. Sebelum mengetahui kenapa aku membawa Bening ke sini dengan pakaian rumah!" dengkus Kama. Pria itu tidak suka dengan sikap kakaknya yang arogan, dan terkesan meremehkan Bening. "Aku tadi langsung menculik Bening dari rumahnya, untuk menemui Sasmita, kemudian menemui Papa. Pikiranku simple, aku mencintai Bening apa adanya. Dia tidak perlu menarik perhatianku dengan makeup, pakaian mahal maupun barang branded!" Kama menjelaskan panjang lebar. Mulut Tita mencibir. "Lucu sekali kamu ini. Kakak mengingatkan kamu supaya kamu tahu bahwa kamu bukanlah orang sembarangan. Semua tindak tandukmu disorot orang. Lantas, apa kamu tidak malu membawa Bening dengan pakaian seperti gembel seperti itu!" Semua sakit hatinya ia lontarkan pada Bening, tak peduli apakah Bening mendengarnya apa tidak. Aura tak nyaman kental terasa, hingga membuat suasana hati Bening tidak enak. Senyum dan sapaan yang ia berikan pada Tita tadi d
Bab 102 Victory“Oh sejak kapan kamu menjadikan kantor jadi tempat mesum begini?!!”Kama menoleh dan melihat Tita melihatnya dengan canggung. Dia melepaskan ciumannya pada Bening.“Selamat siang, Bu,” sapa Bening. Dia mundur beberapa langkah dari Kama. Dia menunduk dan mengusap bibirnya perlahan.Tita tak peduli, dan memandang Bening dengan tatapan sinis.“Saya barusan datang mengunjungi Kama, hanya ingin memastikan dia baik – baik saja,” lanjut Bening keki. Semenjak Kama mimisan dan pingsan di rumahnya, ia sering mengkhawatirkan kondisi Kama.“Tidak bisakah kamu menelponnya saja. Kama bukan anak SD,” tukas Tita kejam. Matanya menelisik penampilan Bening. “Lagipula, apa kamu tidak tahu, di sini kantor. Bukan tempat untuk pacaran!”Dalam hati Tita sebenarnya dia mengagumi pemilihan mode yang dipakai Bening. Kain batik sutra yang dililit, berikut kebaya model klasik, dipadukan dengan sepatu sandal. Penampilan sederhana dan kelihatan sangat memikat.Sayangnya Tita terlalu angkuh untuk me
Bab 103 Tenderly"Kenapa kamu murung sayang, apa kamu merindukan aku?"Kama tergelak melihat wajah Bening yang ketakutan bercampur kaget. Dia lantas melepaskan tangannya dari Bening."Ini sama sekali tidak lucu!" kata Bening kesal. Dia menyeret kopornya menuju gate 21 tanpa memedulikan Kama.Pria itu mengejarnya. "Sayang, sorry aku hanya ingin memberikan kejutan, dan langsung ke hotel. Sayangnya aku melihatmu sudah chexk out!"Bening menghentikan langkah, kemudian berbalik dan spontan memukuli dada bidang Kama. "Apa kamu tahu, aku seperti orang senewen saat ponselmu sama sekali tidak bisa kuhubungi. Aku takut terjadi sesuatu denganmu,." Matanya berkaca - kaca saat mengatakannya. Ia memang takut kehilangan Kama.Serta merta Kama memeluknya. Dalam hatinya senang, Bening mengkhawatirkan dirinya. "Oh sayang, maafkan aku." Dia mengecup kening Bening lembut."Kamu tahu, aku juga sama gilanya denganmu saat di daerah Kalimantan yang kukunjungi tidak ada signal. Setelah kunjungan selesai, aku
104 Regret You never know what you have until you lose it, and once you lost it you can never get it back. “Ibra, bagaimana kamu mau sembuh, jika kamu tidak mau makan?” bujuk Herni gundah, melihat semangkuk bubur yang masih utuh, Ibra mengunci mulutnya, hanya air matanya yang terus meleleh, sebagai jawaban pada ibunya. Mulut lelaki itu dipenuhi dengan sariawan, dan membuatnya kesulitan untuk mengunyah makanan. “Apa kamu mau minum?” kata Herni. Ibra mengangguk. Herni mengangkat kepala Ibra supaya lebih tinggi. Kemudian mengambil segelas air kunyit yang diberi madu di atas meja. Lelaki itu menyesap air kunyit pelan, membasahi mulutnya yang perih. Tiap kali melihat Ibra, hatinya nyeri. Tubuh anaknya tinggal tulang belulang yang dibungkus kuli tipis. Hanya sorot matanya saja yang menandakan dia masih hidup. Mata yang seperti menunggu sesuatu. Ibra semenjak beberapa bulan lalu hanya tergolek di amben. Herni dan Ajeng secara bergantian merawatnya, membolak – balikkan badannya supay
Bab 105 Warm embrace “Ma, Bening mau pindah rumah,” kata Bening, setelah makan malam. Dia menunggu moment selama hampir 20 minggu. Setelah Andini melahirkan, mamanya lumayan sibuk wira – wiri ke rumah Elang, membantu Andini merawat Kanaya - anak pertamanya. Iswati tersedak. “Kamu mau tinggal di mana? Bukankah Mama sudah meminta kamu untuk menemani kami?” Seketika wajahnya berubah murung. Ia tak sanggup jika harus membayangkan rumahnya sepi. Bening memeluk mamanya. “Bukan begitu, Ma. Bening senang dan terbantu selama tinggal di sini. Hanya saja, Joli Flower butuh tempat. Mumpung harga tanahnya miring, sekalian Bening mau bangun rumah di situ.” “Tapi, Be… kamu kan bisa membangun toko di depan. Kamu tinggal bilang saja pada kami, pasti kami buatkan,” jawab Iswati setengah mengkel. “Halaman depan itu luas, kamu bisa gunakan sebagian untuk bangun toko.” Iswati berusaha mencegah keinginan anaknya. Bening menggeleng. “Rumah ini, bukan hanya milik Bening saja, tapi punya Elang juga. Oke
Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 120 Morning call“Kak… aku mau menikahi Dinda.”Sontak donat yang ada dalam mulut Bening muncrat keluar. Dia menoleh dan menatap bola mata adiknya tak percaya. “Kejutan apa lagi ini, Lang?” tanyanya kaget.Wanita itu ingat, saat Andini meninggalkan Elang, lelaki itu terpuruk dan berpikir tidak mau menikah lagi. Eh, sekarang tiba – tiba dia bilang mau menikahi keponakan Kama. Hatinya dag – dig – dug. Ketakutan yang selama ia simpan, terjadi juga.Elang duduk dengan santai di kursinya.“Salah satu alasannya adalah Kanaya, dia butuh sosok Ibu. Walaupun aku tahu, Mama dan Kakak sangat sayang kepadanya. Tapi, Kanaya butuh real mom, dan aku pikir Dinda adalah wanita tepat untuk Kanaya. Dia sangat sayang pada Kanaya.”“Apa kamu sudah memberitahu Mama soal ini?” tanya Bening. Donat bedak kesukaannya tak lagi membuatnya bergairah.Elang tersenyun nakal. Sifat isengnya mulai tumbuh. “Justru karena itu, aku bilang sama Kakak, supaya Kakak mau membantuku bilang sama Mama. Please… hanya Kakak
Bab 119 Forgiving“When a deep injury is done to us, we never recover until we forgive.” – Alan Paton“Aku benci Ibra! Aku muak melihat laki – laki itu!” Bening meremas – remas tangannya. “Tolong jangan pinta aku untuk menemuinya!” Bening benar – benar marah saat Kama tiba – tiba mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suaminya itu.Bening masuk ke dalam kamar, dan menenggelamkan mukanya di bantal. Air matanya tumpah teringat dengan semua yang dilakukan Ibra.Kama menarik napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang, sembari mengelus kepala Bening.“Sayang, aku paham dengan kemarahanmu. Tapi Ibra menunggumu, aku tidak tega melihat dia selalu memanggil namamu.”Bening bangun dan duduk di sebelah Ibra. Air matanya meluncur deras. “Hatiku sakit Kama! Ibra sangat jahat kepadaku dan Evan, biarkan saja dia menanggung karmanya!”Kama memeluk dan mengecup kening Bening. “Aku mengerti sayang. Hanya saja, tak ada salahnya memafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Ibra sudah mend
Bab 118 The last wish “Tolong beritahu Kak Bening, Mas Ibra sekarat dan ingin sekali bertemu dengannya.” Intan memegang kedua lengan Atun dengan kuat. Setelah dia menceritakan semua yang terjadi. Atun menggeleng. “Maaf Jeng, aku tak bisa. Aku takut Ibu Bening marah kepadaku. Kamu tahu kan, apa yang telah kakakmu lakukan pada Ibu Bening?” Dia khawatir, permintaan itu akan memporak – porandakan kebahagiaan Bening. Ajeng tidak mau perjalanannya sia - sia. “Aku tahu Mba, kakakku memang brengsek, dia telah menghancurkan hidup Kak Bening, tapi tolong Mba Atun, beritahu Kak Bening, bahwasannya kakakku mau meninggal dengan tenang. Aku tahu, selama ini dia menunggu Kak Bening. Mungkin dia mau meminta maaf sama Kak Bening langsung.” Terburu – buru Ajeng mengambil ponsel yang disembunyikan di dalam kantung celananya bagian dalam. “Kalau tidak percaya, lihatlah, lihatlah video ini.” Ajeng memutar video tentang kakaknya. Atun tercekat melihat kondisi Ibra yang sangat mengenaskan. Timbul rasa
Bab 117 A sweet kiss“Sial!!” Suara gedoran pintu itu membuyarkan kenikmatan Kama yang hampir mencapai puncak nirvana. Dia menghentikan gerakannya.“Buka dulu sayang, siapa tahu penting,” kata Bening, mengusap peluh di kening Kama yang berada di atasnya.Muka Kama cemberut, kelihatan kesal sekali dengan gangguan yang ditimbulkan pagi itu. “Biarkan saja. Kita lanjutkan saja permainan kita. Tanggung!” Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuhnya dan Bening.Laki – laki itu kemudian memagut bibir Bening, mengulumnya dengan lembut, kemudian melakukan gerakan lamban naik – turun tapi dengan intense, seirama dengan alunan instrument piano yang mengalun lembut. “Kama… kama apa kamu ada di dalam? Tolong buka pintunya sebentar. Kakak mau bicara.” Dengan tak sabar, Tita menggedor – gedor pintu kamar Kama.“Ibu Tita, maaf, tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu dulu, mereka mungkin masih tidur,” kata Atun. “Ibu silahkan tunggu dan duduk dulu di situ.”“Hey… diam kamu!” bentak Tita kasar. “Saya i
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan