Bab 103 Tenderly"Kenapa kamu murung sayang, apa kamu merindukan aku?"Kama tergelak melihat wajah Bening yang ketakutan bercampur kaget. Dia lantas melepaskan tangannya dari Bening."Ini sama sekali tidak lucu!" kata Bening kesal. Dia menyeret kopornya menuju gate 21 tanpa memedulikan Kama.Pria itu mengejarnya. "Sayang, sorry aku hanya ingin memberikan kejutan, dan langsung ke hotel. Sayangnya aku melihatmu sudah chexk out!"Bening menghentikan langkah, kemudian berbalik dan spontan memukuli dada bidang Kama. "Apa kamu tahu, aku seperti orang senewen saat ponselmu sama sekali tidak bisa kuhubungi. Aku takut terjadi sesuatu denganmu,." Matanya berkaca - kaca saat mengatakannya. Ia memang takut kehilangan Kama.Serta merta Kama memeluknya. Dalam hatinya senang, Bening mengkhawatirkan dirinya. "Oh sayang, maafkan aku." Dia mengecup kening Bening lembut."Kamu tahu, aku juga sama gilanya denganmu saat di daerah Kalimantan yang kukunjungi tidak ada signal. Setelah kunjungan selesai, aku
104 Regret You never know what you have until you lose it, and once you lost it you can never get it back. “Ibra, bagaimana kamu mau sembuh, jika kamu tidak mau makan?” bujuk Herni gundah, melihat semangkuk bubur yang masih utuh, Ibra mengunci mulutnya, hanya air matanya yang terus meleleh, sebagai jawaban pada ibunya. Mulut lelaki itu dipenuhi dengan sariawan, dan membuatnya kesulitan untuk mengunyah makanan. “Apa kamu mau minum?” kata Herni. Ibra mengangguk. Herni mengangkat kepala Ibra supaya lebih tinggi. Kemudian mengambil segelas air kunyit yang diberi madu di atas meja. Lelaki itu menyesap air kunyit pelan, membasahi mulutnya yang perih. Tiap kali melihat Ibra, hatinya nyeri. Tubuh anaknya tinggal tulang belulang yang dibungkus kuli tipis. Hanya sorot matanya saja yang menandakan dia masih hidup. Mata yang seperti menunggu sesuatu. Ibra semenjak beberapa bulan lalu hanya tergolek di amben. Herni dan Ajeng secara bergantian merawatnya, membolak – balikkan badannya supay
Bab 105 Warm embrace “Ma, Bening mau pindah rumah,” kata Bening, setelah makan malam. Dia menunggu moment selama hampir 20 minggu. Setelah Andini melahirkan, mamanya lumayan sibuk wira – wiri ke rumah Elang, membantu Andini merawat Kanaya - anak pertamanya. Iswati tersedak. “Kamu mau tinggal di mana? Bukankah Mama sudah meminta kamu untuk menemani kami?” Seketika wajahnya berubah murung. Ia tak sanggup jika harus membayangkan rumahnya sepi. Bening memeluk mamanya. “Bukan begitu, Ma. Bening senang dan terbantu selama tinggal di sini. Hanya saja, Joli Flower butuh tempat. Mumpung harga tanahnya miring, sekalian Bening mau bangun rumah di situ.” “Tapi, Be… kamu kan bisa membangun toko di depan. Kamu tinggal bilang saja pada kami, pasti kami buatkan,” jawab Iswati setengah mengkel. “Halaman depan itu luas, kamu bisa gunakan sebagian untuk bangun toko.” Iswati berusaha mencegah keinginan anaknya. Bening menggeleng. “Rumah ini, bukan hanya milik Bening saja, tapi punya Elang juga. Oke
Bab 106 Imperfection“Ya Allah Gusti, apa salah hamba, kenapa anak – anak hamba keduanya ditinggalkan pasangannya?” ratap Iswati. Setelah tahu perihal masalah Elang dan Andini.Gatot mengelus pundak istrinya. “Istighfar Ma, ini ujian kita.”“Papa ini gimana sih, apa kamu tidak sedih melihat kedua cucumu tidak punya orang tua lengkap? Evan ditinggalkan ayahnya, Sedangkan Kanaya ditinggalkan mamanya.” Iswati menangis. “Mama tidak menyangka Andini yang kelihatan baik dan sayang sama Kanaya, malah rela meninggalkan dia sendirian. Wanita macam apa itu, Pa. Kok seenaknya juga nulis surat Kanaya dikasih ke Bening. Memangnya Kanaya itu roti yang kalau gak suka dikasihkan ke orang. Kalau memang mau berpisah, dari Elang, kenapa tidak bilang baik – baik saja?!” Iswati mengeluarkan semua perasaan yang mengganjal di dadanya. ‘Sakit hati Mama, Pa.”Bening yang sedari tadi diam, menimpali. “Sudah Ma, bukan saatnya kita saling menyalahkan. Sekarang apa langkah kita selanjutnya?” Dia melihat ke Elang
Bab 107 A reason “Selamat, impianmu sudah terwujud. Aku tak sabar segera menikahimu,” kata Kama antusias, saat datang ke acara selamatan pindah rumah Bening. Dia datang bersama Dinda, Arum dan Adit. Wanita itu membangun rumahnya bergaya Jepang. Persis di belakang toko Joli Flower. Di tengahnya ada taman bergaya Jepang dengan tanaman Ketapang Kencana. Dibawahnya ada gerabah sebagai pemanis. “Terima kasih,” sahut Bening. Dia menoleh ke kiri dan ke kanan. “Mana Dinda dan Arum?” tanyanya. “Entahlah, tadi kulihat bermain bersama Evan dan Mba Atun.” Kama memperhatikan Bening yang sedang membawakan wedang jahe untuknya. Ia jauh lebih kurus. “Apa kamu merindukan aku.” Wanita itu tersipu, Hampir dua minggu dia tidak bertemu dengan Kama. “Biasanya yang bilang duluan lebih kangen,” balasnya sembari menyunggingkan seulas senyum. Dia melihat pria itu belum bercukur, dan rambutnya lebih panjang. Kulitnya juga lebih legam. Meskipun begitu, ketampanan Kama masih terpancar. “Tentu saja aku sanga
Bab 108 Solitude “Kama, siapakah wanita cantik di sampingmu itu.” Mata Wijaya seakan terhipnotis oleh Bening “Kamu belum mengenalkannya kepadaku.” Wijaya mengambil tempat duduk di sebelah Kama, sembari menatap Bening lama. Kemudian ia melempar senyum. Pria itu lupa, ada Andini di sebelahnya. Wanita itu tampak tersenyum kecut, hidungnya kembang – kempis, kelihatan sekali ia benci melihat mata Wijaya terpincut pada Bening. Kama yang melihat mata Wijaya tertuju pada Bening, berdeham. “Sorry, aku sampai lupa mengenalkan, Bening, dia kekasihku, pemilik Joli Flower dan menjadi Fashion stylist Istri Presiden.” Kama membanggakan Bening di hadapan Wijaya. Bening menganggukkan kepala, senyum tipis menghiasi wajahnya, sebagai penghormatan pada teman bisnis Kama. Dalam hati, ia menyembunyikan rasa eneg pada pria yang memiliki tubuh subur, perut buncit, bibir memble, mata belok, serta memiliki jidat lebar dan mengkilap itu. Dalam hati Bening bertanya – tanya, bagaimana Andini bisa tertarik p
Bab 109 I dare not dream PLAK! Bening tanpa sadar menampar pipi Elang. “Kamu tidak usah mencari Andini. Percuma!” Mata wanita itu berkaca – kaca sembari memegang tangannnya. Emosinya naik saat melihat Elang hendak membawa Kayana ke rumah Andini. Elang meringis kesakitan, mengusap pipinya yang panas. Wajah kakaknya begitu dekat dan ia sama sekali tidak menyangka Bening yang lembut bisa menamparnya. “Be, kenapa kamu tega menampar adikmu? Salah apa dia?!!” Iswati yang baru pulang pengajian langsung melindungi Elang. “Ma, Bening melakukan itu supaya Elang sadar, untuk melupakan Andini.” “Kak… Andini itu masih istriku. Kayana butuh Ibu. Aku tidak tega melihatnya menderita seperti Evan,” tutur Elang kelu. Dia tidak pernah melihat Bening semarah itu padanya. “Berikan Kanaya kepadaku. Aku mau ke rumah Andini.” Dia masih bersikeras hendak pergi ke rumah istrinya. Tubuh Bening bergetar. Selama ini, dia bungkam tidak menceritakan pertemuannya dengan Andini. “Untuk apa kamu mencari perempua
Bab 110 Sunday morning “Kita mau ke mana ini?” tanya Bening kaget ketika Kama tiba – tiba menjemputnya di depan pintu pesawat. Kemudian mobilnya menuju Helicopter Apache AH – 64, menunggu di depan mereka. “Kita mau menemui Papa di Gunung Gajah, dan helicopter adalah transportasi yang paling nyaman dan cepat bisa membawa kita ke sana?” Mata coklat Kama teduh menatap Bening. “Haa serius? Kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Aku belum pamit sama Mama dan Evan?” “Tenang, aku sudah minta ijin sama Tante semalam.” Pria itu mengedipkan matanya. “Ih, kamu suka memberi kejutan yang tak mampu kutolak.” Bening sebel dan sontak mencubit perut Kama. “Aduh, sakit sayang.” Kama meringis. “Papa menelponku terus dan menagih, kapan aku membawamu ke Gunung Gajah. Jadi ya, kupikir minggu ini, waktu yang tepat. Besok kamu dan aku mulai sibuk.” “Setidaknya kamu kan memberi tahuku dulu, supaya aku bisa membawa sesuatu untuk beliau.” Bening mengungkapkan rasa kesalnya pada Kama. “Jangan dipikirkan soal
Bab 121 Last episode - Immortality “Cukup, Kak, cukup. Stop mentololkan keluarga saya!” Sesabar – sabarnya Bening, hatinya panas mendengar Tita menyebut keluarganya bodoh. Kebencian kakak iparnya itu kian menjadi, setelah tahu Dinda berniat bunuh diri, kemudian memutuskan hengkang dari rumah Tita, dan memilih tinggal bersama kakeknya di Gunung Gajah. Sementara Arum lebih suka tinggal bersama Kama dan Bening. “Kenapa? Ini mulut saya dan saya bebas mengatakan apa yang saya mau. Keluarga kamu memang tolol, dan mau pansos pada keluarga kami. Puas!!” Sorot mata Tita penuh kebencian saat mereka mau ON AIR di salah satu stasiun televisi. Sekonyong – konyong, tangan Tita mengambil gunting dari balik bajunya, dan secepat kilat merobek gaun Bening. Saat Bening belum sepenuhnya sadar, perempuan itu lalu menarik rambut panjang Bening, kemudian dengan bengis memotongnya sangat pendek. “Ya ampun!” teriak beberapa kru yang melihat setengah rambut Bening terlempar lepas ke lantai. Mereka tidak
Bab 120 Morning call“Kak… aku mau menikahi Dinda.”Sontak donat yang ada dalam mulut Bening muncrat keluar. Dia menoleh dan menatap bola mata adiknya tak percaya. “Kejutan apa lagi ini, Lang?” tanyanya kaget.Wanita itu ingat, saat Andini meninggalkan Elang, lelaki itu terpuruk dan berpikir tidak mau menikah lagi. Eh, sekarang tiba – tiba dia bilang mau menikahi keponakan Kama. Hatinya dag – dig – dug. Ketakutan yang selama ia simpan, terjadi juga.Elang duduk dengan santai di kursinya.“Salah satu alasannya adalah Kanaya, dia butuh sosok Ibu. Walaupun aku tahu, Mama dan Kakak sangat sayang kepadanya. Tapi, Kanaya butuh real mom, dan aku pikir Dinda adalah wanita tepat untuk Kanaya. Dia sangat sayang pada Kanaya.”“Apa kamu sudah memberitahu Mama soal ini?” tanya Bening. Donat bedak kesukaannya tak lagi membuatnya bergairah.Elang tersenyun nakal. Sifat isengnya mulai tumbuh. “Justru karena itu, aku bilang sama Kakak, supaya Kakak mau membantuku bilang sama Mama. Please… hanya Kakak
Bab 119 Forgiving“When a deep injury is done to us, we never recover until we forgive.” – Alan Paton“Aku benci Ibra! Aku muak melihat laki – laki itu!” Bening meremas – remas tangannya. “Tolong jangan pinta aku untuk menemuinya!” Bening benar – benar marah saat Kama tiba – tiba mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk mantan suaminya itu.Bening masuk ke dalam kamar, dan menenggelamkan mukanya di bantal. Air matanya tumpah teringat dengan semua yang dilakukan Ibra.Kama menarik napas panjang, kemudian duduk di tepi ranjang, sembari mengelus kepala Bening.“Sayang, aku paham dengan kemarahanmu. Tapi Ibra menunggumu, aku tidak tega melihat dia selalu memanggil namamu.”Bening bangun dan duduk di sebelah Ibra. Air matanya meluncur deras. “Hatiku sakit Kama! Ibra sangat jahat kepadaku dan Evan, biarkan saja dia menanggung karmanya!”Kama memeluk dan mengecup kening Bening. “Aku mengerti sayang. Hanya saja, tak ada salahnya memafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Ibra sudah mend
Bab 118 The last wish “Tolong beritahu Kak Bening, Mas Ibra sekarat dan ingin sekali bertemu dengannya.” Intan memegang kedua lengan Atun dengan kuat. Setelah dia menceritakan semua yang terjadi. Atun menggeleng. “Maaf Jeng, aku tak bisa. Aku takut Ibu Bening marah kepadaku. Kamu tahu kan, apa yang telah kakakmu lakukan pada Ibu Bening?” Dia khawatir, permintaan itu akan memporak – porandakan kebahagiaan Bening. Ajeng tidak mau perjalanannya sia - sia. “Aku tahu Mba, kakakku memang brengsek, dia telah menghancurkan hidup Kak Bening, tapi tolong Mba Atun, beritahu Kak Bening, bahwasannya kakakku mau meninggal dengan tenang. Aku tahu, selama ini dia menunggu Kak Bening. Mungkin dia mau meminta maaf sama Kak Bening langsung.” Terburu – buru Ajeng mengambil ponsel yang disembunyikan di dalam kantung celananya bagian dalam. “Kalau tidak percaya, lihatlah, lihatlah video ini.” Ajeng memutar video tentang kakaknya. Atun tercekat melihat kondisi Ibra yang sangat mengenaskan. Timbul rasa
Bab 117 A sweet kiss“Sial!!” Suara gedoran pintu itu membuyarkan kenikmatan Kama yang hampir mencapai puncak nirvana. Dia menghentikan gerakannya.“Buka dulu sayang, siapa tahu penting,” kata Bening, mengusap peluh di kening Kama yang berada di atasnya.Muka Kama cemberut, kelihatan kesal sekali dengan gangguan yang ditimbulkan pagi itu. “Biarkan saja. Kita lanjutkan saja permainan kita. Tanggung!” Tangannya menarik selimut dan menutupi tubuhnya dan Bening.Laki – laki itu kemudian memagut bibir Bening, mengulumnya dengan lembut, kemudian melakukan gerakan lamban naik – turun tapi dengan intense, seirama dengan alunan instrument piano yang mengalun lembut. “Kama… kama apa kamu ada di dalam? Tolong buka pintunya sebentar. Kakak mau bicara.” Dengan tak sabar, Tita menggedor – gedor pintu kamar Kama.“Ibu Tita, maaf, tolong jangan ganggu Bapak dan Ibu dulu, mereka mungkin masih tidur,” kata Atun. “Ibu silahkan tunggu dan duduk dulu di situ.”“Hey… diam kamu!” bentak Tita kasar. “Saya i
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan