Liona terlihat senang saat David mengajaknya berkeliling di taman hiburan. Dia seakan kembali menjadi anak kecil, menikmati setiap wahana yang ia naiki. Berbeda dengan David yang wajahnya tetap saja datar sesekali mengecek ponselnya. "Puas?" Liona mengangguk dengan semangat, sangking antusiasnya ia sampai menggandeng tangan David. "Ayo pulang, bentar gue laper mampir ke restoran dulu yuk!" Ajaknya sembari tersenyum kikuk. David mengangguk dia tidak segera jalan menatap tangan Liona yang melingkar pada lengannya. Melihat itu buru-buru Liona melepasnya. Wajahnya memerah karena malu dia berjalan lebih dulu sedangkan David yang melihatnya menggelengkan kepalanya pelan. Liona masuk ke dalam mobil melihat jam, sudah waktunya Abel pulang. "Vid, kakak ipar gue udah pulang nih. Jemput dulu baru kita makan bareng!" ucap Liona. David mengangguk, selama perjalanan keduanya tidak bersuara. Liona yang sudah kelelahan menyandarkan kepalanya pada head restrain. Sembari mendengarkan alunan musik,
"Astaga gue lupa!" Liona langsung berlari ke kamar mandi setelah melihat sudah hampir pukul tujuh dan dia baru saja terbangun. Ia hampir melupakan janjinya terhadap David. Dengan kecepatan kilat ia membuka paper bag pemberian David yang berisi gaun hitam yang sangat indah. Liona sempat terpukau, ia buru-buru memakainya menatap pantulan dirinya di cermin yang terlihat sangat cantik. Material satin berkualitas tinggi menjatuh dari bahu dengan anggun, memeluk tubuhnya dengan sempurna sebelum melambai perlahan ke lantai. Bagian belakang gaun ini memiliki potongan rendah yang menambah sentuhan kecantikan.Warna hitam yang dalam menciptakan kontras indah dengan kulitnya yang bercahaya. Detail bordir berkilauan yang menjalar sepanjang gaun, memberikan kilauan misterius saat Liona bergerak. Gaun itu juga memiliki belahan tinggi yang menampilkan sebagian kaki jenjang Liona, menambah kesan anggun dan menggoda.Kombinasi gaun hitam yang anggun dan kecantikan Liona menciptakan penampilan yang su
"Dia pacar sewaan kamu?" David tersenyum miring mendengar ucapan papanya barusan. "Dia adik Leon dan dia sungguh kekasihku, papa masih tidak percaya? Masih ingin menjodohkanku dengan wanita itu? Apa aku barang yang bisa papa tukarkan hanya untuk sebuah bisnis?""David!" Sentak Smith, tangannya mengepal menahan amarah. David diam menatap lekat ke arah papanya. "Aku hanya akan menikah dengan perempuan yang aku cintai dan papa tidak akan pernah bisa menghalangi itu. Aku datang hanya untuk merayakan ulang tahun mama tidak untuk mencari masalah dengan Papa." David lantas pergi meninggalkan papanya. Percuma, keduanya bertemu dan saling bicara pun tidak akan memberikan jalan kedamaian. Yang ada keduanya kembali berseteru, perbedaan pemikiran antara David dan Smith membuat hubungan keduanya tidak pernah akur. David tersenyum melihat Liona yang tengah berbincang dengan mamanya. "Sayang, udah malam ayo kita pulang. Ma, David harus pulang sekarang!" Isabel nampak tak senang mendengarnya, ia
Tatapan mata Leon menajam, matanya terus memperhatikan setiap pergerakan Marshanda yang tengah membuatkan sarapan untuk mereka semua. Abel sendiri yang baru datang langsung menuju dapur untuk membantu Marshanda memasak. Namun, baru masuk ke dalam dapur Abel langsung mual-mual. Hoek hoekIa berlari ke arah westafel memuntahkan isi perutnya. Leon yang melihat itu tentu saja panik, segera menghampiri istrinya yang tengah mual-mual itu. Leon memijit tengkuk Abel pelan, pagi tadi Abel masih baik-baik saja bahkan saat turun barusan. Namun, setelah masuk ke dalam dapur ia langsung mual. "Are you okay, Baby?" Abel menggelengkan kepalanya pelan ia menyenderkan kepalanya pada dada Leon saat tubuhnya mulai terasa lemas. Wajah Abel bahkan seketika pucat. "Kenapa, By? Kamu jangan buat aku takut, ada yang sakit? Mau ke rumah sakit sekarang?" Abel menggeleng. Bi Ami pun langsung mendekat menghampiri Abel yang tubuhnya sudah terlihat lemas. "Non, apa Anda baik-baik saja?" tanya Bi Ami sembari men
Leon langsung berlari masuk ke kamar, ia melihat Abel yang tengah menangis merasa bersalah. Leon mendekat ke arahnya mengusap kepala Abel lembut. "Sayang, maafin aku. Udah ya jangan nangis lagi, maaf!" ucap Leon. Ia menarik tubuh Abel ke dalam pelukannya memberikan kecupan singkat di dahi Abel. Tangan Leon meranmbat ke arah perut istrinya memberikan usapan lembut di sana. "Apa benar kamu sudah ada di dalam perut mama, Sayang?" ucap Leon dalam hati. Melihat suasana hati Abel yang tengah memburuk, Leon jadi ragu untuk mengatakannya sekarang. "Bibi buatin kamu bubur sama teh hangat, kamu sarapan dulu ya aku suapin?" Abel mengangguk. Ia melepaskan pelukan Leon menyandarkan kepalanya pada dasbor ranjang. "Emang kamu nggak jadi ke kantor?" Leon menggeleng, meniup bubur yang masih panas tersebut. "Dengan kondisi kamu yang kayak gini, aku nggak mungkin ninggalin kamu. Setelah ini kita periksa aja ya, aku takut kalau kamu kenapa-napa, By." Abel menolaknya dengan cepat. "Kamu kenapa sih ng
Seluruh anggota keluarga tengah menunggu kepulangan Abel dan benar saja begitu suara mobil Leon terdengar mereka langsung menyambutnya. Terlebih Kakek Abi yang begitu antusias, tentu saja dia sudah menginginkan cicit dari lama. Leon dan Abel turun wajah keduanya pun terlihat sumringah. "Abel hamil, Kek!" ucap Leon langasung memeluk tubuh kakeknya erat. Ia terlihat sangat bahagia begitupun dengan Kakek Abi. "Syukurlah, impian Kakek akhirnya terwujud juga. Selamat ya, Sayang!" Kakek Abi mengusap kepala Abel lembut, Marshanda yang melihatnya pun ikut tersenyum hangat. Ia begitu bahagia mendengar kabar barusan, terlebih saat Leon terlihat sangat menyayangi Abel. Liona memeluk tubuh Abel erat, tak lama kemudian ia berjongkok tepat di hadapan perut Abel mengusapnya pelan. "Hai, baby gemes kenalin Aunty Liona yang paling cetar membahana!" ucapnya membuat semua orang tertawa. "Udah berapa bulan?" tanya Liona. "Baru empat minggu," ucap Leon. Liona tertawa kecil ia menghampiri saudara kem
Naila tersenyum tipis menatap foto kenangan dirinya demgan Leon. Dulu Leon sangat mencintainya dan sampai detik ini pun, ia percaya Leon masih tetap mencintai dirinya. Slide selanjutnya menunjukkan foto pernikahan Leon dari ekspresi pengantin terlihat sangat jelas jika mereka menikah karena paksaan. "Honey, mungkin kamu bisa membohongi semua orang tapi tidak denganku. Mana mungkin aku percaya jika kamu mencintai wanita itu?" kekeh Naila. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, alis yang tebal, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, dan bibirnya yang seksi. Ia bahkan jauh lebih unggul dari istri Leon. Wajahnya saja terlihat sangat kampungan, Naila sangat yakin jika dapat membuang wanita itu dari hidup Leon. "Leon, aku tidak akan membiarkan orang lain mengambil milikku, termasuk istrimu itu." Naila menekan nomor ponsel Leon, ia tersenyum miring. Naila dengan sengaja mengirimkan foto mesra mereka di masa lalu. Sayang, aku kangen! Naila sumringah saat pesan itu langsung berwarna
"Kamu seriusan, By?" teriak Leon dari luar, ia bahkan tidak memunculkan wajahnya tak ingin membuat Abel mual kembali. "Iya, untuk sementara waktu kamu nggak usah pulang dulu! Aku mual banget tiap kali lihat wajah kamu, Leon. Lihat foto kamu aja aku mual!" teriak Abel dari dalam. Wajah Leon nampak kesal mendengarnya, ia jadi heran mengapa anaknya sendiri terlihat sangat membenci dirinya. "Aku nggak mau, By. Masa aku pisah sama kamu," ucap Leon sedikit merenggek. "Kalau kamu nggak mau aku aja yang pindah!" tekan Abel, seperti biasa. Leon menghela napas panjang. "Oke, aku pindah ke rumah David. Awas aja kalau kamu sampai kangen!" Leon lantas pergi dengan kekesalan dalam hatinya. Sedangkan di dalam rumah Abel mengusap perutnya pelan. "Kamu juga kenapa sih, Sayang? Kok lihat wajah papa langsung mual!" tanya Abel pada bayi dalam kandungannya. Ia pun merasa heran, sepertinya bayinya menaruh dendam kepada suaminya. Mendengar suara mobil Leon yang sudah keluar dari gerbang. Abel segera