"Aku harus minum obat---kepalaku pusing!" kataku kepada petugas kebersihan yang melintas di depan kabin. "Bisakah kamu membawakan air putih ke kabinku?" "Huh! Maaf Nona, aku ada tugas melayani pangeran Tigris di geladak" petugas kebersihan itu melangkahkan kakinya. Bruggh! Tubuhku menggelosor ke lantai--- "Ada yang pingsan di kabin timur!" terdengar suara panik dari petugas kebersihan. Kapten kapal mendatangi petugas kebersihan dan berteriak "Adakah di sini yang bekerja sebagai petugas medis?" Seorang wanita paruh baya mengangkat tangannya. "Aku HQ bekerja di rumah sakit Skydra, aku bisa melihat dia!" katanya meminta izin. "Shahbandar mendekat kepada kapten kapal bertanya, "Apakah penumpang di kabin timur, gadis yang kami cari?" Kapten kapal, "---" "Ayo, kita tengok!" Ramirez memberi izin kepada wanita HQ dari Skydra itu. Pangeran Tigris memandangi lekat wajah gadis yang sudah dibaringkan di kasur kabin, cahaya sedikit suram karena seluruh jendela kabin telah di tutupi gordyn
"Caligula! Siluman ular---Budak para Raja!" Silveryn tertawa mengejek sosok perempuan cantik yang hanya mengenakan selendang mayang untuk menutupi tubuhnya. "Aku mengabdi kepada Tuanku!' Caligula mendengus getir, sorot matanya hanya ada kebencian. Kelompok Black Shadow mengitari Caligula, "Kami tidak membunuhmu di pertempuran lembah Yordan, untuk melihatmu terpasung dalam nafsu para tiran---Hahaha!" Kali ini yang menghina Caligula adalah sesosok tubuh Jangkung pemilik nama Sebastian. "Tutup omong kosongmu, Sebastian---Shhhhisisisiiisssss!!" Caligula mendesis-desis "Aku mengenali bau yang yang kau kejar!" Silveryn mengibaskan jubahnya, "Omonganmu hanya berlaku untuk mahluk bodoh, enyahlah!" Caligula terlempar dan kembali ke wujud aslinya, tetapi dia tidak memiliki waktu. Kekuatan kelompok Black Shadow semakin berkembang, Silveryn adalah yang termuda---Kemampuannya membekukan partikel disekitarnya sangat berbahaya. "Bau yang kau kejar milik seorang gadis yang memegang cincin Mirah
Situasi di Lembah Utara "Rayden menyukai rambut hitamku!" Jesica menggumamkan suara-suara tidak jelas di telepon. "Tetapi seorang gadis misterius sudah mengeklaim tunanganmu, Jesica!" Suara heran menggema di ujung telepon, terdengar berisik dan berganti cekikikan. "Apakah kalian berkumpul untuk menggunjing di belakangku?" Jesica menggeram dan wajahnya menggembung marah, "Aku bisa membuat kalian semua lenyap dari Lembah Utara!" Ancamnya keji. Seseorang dengan nada sombong menyela ancaman Jesica, "Seharusnya kamu mengambil kelas perilaku untuk menjadi Luna yang rendah hati. Kami keluarga dewan kota tidak diperintah oleh manusia setengah serigala apalagi yang memiliki cacat perilaku!" Dan blippp, suara telepon diputus sepihak. Jesica meraung dan menghancurkan apa pun yang ada di hadapannya. Setelah peristiwa di Midnite Bar minggu lalu, seluruh kegiatan dihentikan dan warga dilarang berkeliaran---Tidak seorang pun, tanpa pengecualian. Lembah Utara dibiarkan senyap. Saluran komunikasi
Andy bergegas menuju halaman depan untuk menemukan tukang kebunnya bergetar dengan wajah pucat menghadapi ular beludak yang sangat berbisa. Sisiknya berwarna coklat dihiasi pola batik hitam merah, dan ekornya yang pendek serta runcing memberikan kesan mengancam. Manusia serigala menghindari ular jenis ini karena sering digunakan sebagai saluran serangan magis. Meskipun tubuh manusia serigala biasanya dapat menetralkan racun ular yang meludah, tetapi tidak dapat melawan racun yang dibubuhi sihir. "Apakah ini jenis ular kebanyakan?" tanya Andy cemas kepada tukang kebunnya yang berhasil menjepit satu ular beludak memakai tongkat besi. "Kami harus mengujinya, bisakah Tuan melemparkan batu spiritual ke tubuh ular ini?" katanya kepada Andy. Mirasih berlari ke dalam untuk mengambil sekumpulan batu spiritual, dan dia berpapasan dengan Jesica yang sepertinya akan pergi ke luar. "Ada apa bu? Kenapa wajahmu seperti mayat!" Jesica meraih bahu ibunya. "Sekelompok Rogue melemparkan ular beludak
Akhirnya Jesica menyadari bahwa mereka terjebak di jalan yang tertutup. Bukit di belakang jembatan Rayuan Maut telah longsor dan menutupi terowongan yang mengarah ke jembatannya---Jalan satu-satunya dari distrik timur hanya melalui terowongan itu. Beberapa mobil petugas tanggap bencana menyalip dan memberhentikannya. Mirasih menunjukkan lencana diplomatiknya, dan para petugas dengan sigap mengepung mobil yang dia tumpangi. "Nyonya, situasi masih cukup berbahaya longsoran dari atas bukit belum sepenuhnya berhenti. Kami pikir tanpa mengurangi rasa hormat, Anda tidak bisa melalui terowongan untuk sampai di jembatan itu!" Seorang petugas dengan lencana sebagai pejabat pemerintahan menyampaikan sarannya, dia membungkuk di sisi samping Mirasih yang membuka kaca mobilnya. "Apa kondisinya begitu parah? Ini serangan yang masif setelah gempa terjadi. Beberapa Rogue berkeliaran dan menyerang secara acak, beberapa orang terluka!" katanya lagi. "Aku tidak yakin Rogue mampu melakukan ini, biasan
Mirasih tiba-tiba merasa kaget dan bingung. “Apakah kamu baru saja mengatakan bahwa petugas patroli menipu kita?” dia bertanya, mulai merasa takut. Pejabat mendekati Mirasih dan berbisik, "Nyonya, kami memahami situasi kacau setelah gempa, dengan rumah sakit penuh dengan korban jiwa. Namun, percayalah bahwa kehidupan shifter dan sebagian markas tetap normal. Kami hanya belum mendapatkan kembali telepon dan koneksi frekuensi radio juga belum!" "Tetapi mengapa Anda ada di sini bersama regu Anda?" Jesica menyelidik. Dia awalnya diam karena ibunya melarangnya menjadi arogan dan impulsif. Namun, sekarang dia tidak tahan dengan penjelasan berbelit-belit dari pejabat tersebut. "Kami di panggil langsung oleh pihak istana untuk berjaga, tidakkah Anda pahami, sebagai diplomat? Tidak seorang pun yang bisa keluar dari rumahnya tanpa undangan dari istana? Pejabat itu berbalik menatap Jesica menyelidik. " K--Ka--Kamii.....!!!" Mirasih ketakutan, "Jesica, ayo, kembali ke rumah! Cepat!" "Ibu, in
Mirasih semakin menundukkan kepalanya, kini ia benar-benar berlutut di samping mobil. Ia menjulurkan kepalanya melihat keadaan suaminya, melihat sehelai daun berwarna gelap menempel erat di lengan Andy, namun sang suami tampak tertidur lelap. Mirasih tidak mengerti sihir, tapi intuisinya kurang bagus. Keinginannya untuk kabur dari rumah sama kuatnya dengan dorongan yang tidak terduga. Dia menyelinap lagi. "Ibuuu!!" suara Jesica melengking memanggil Mirasih, "Ibu, mari minum teh dulu!" Jantung Mirasih berdegup tak terkendali dan keringat dingin mengalir di pelipisnya saat dia menyadari bahwa Jesica telah mulai melayani orangtuanya, "Sejak kapan Jesica bisa membuat teh?" Dia berdiri di samping mobil dengan kewaspadaan yang tinggi. Tiba-tiba, dia terkejut ketika mendengar bunyi kunci mobil dinyalakan. "Ibu...!" seru Jesica saat membuka pintu dan mendapati ayahnya masih berbaring tak bergerak. Bingung, dia melihat sekeliling dan melihat sehelai daun menempel erat di lengan ayahnya, men
"Nyonya!...Nyonya! Apakah Anda di dalam?" Mirasih terbangun di tempat asing, mencoba memahami sekelilingnya. Terkejut dengan ketukan di pintu, "Uh, siapa?" "Saya membawakan makanan!" terdengar suara bariton bergema di lorong. Khawatir dengan ketidakhadiran Ian, dia membuka pintu dan menemukannya berdiri di sana, memegang sekantong roti dan susu panas dengan ekspresi khawatir di wajahnya. "Makanlah dulu, aku akan menyalakan air di kamar mandi dan Anda bisa membersihkan diri!" Ian masuk dan meletakkan semua yang dibawanya di meja sudut. "Apakah Tuan Andy belum sadar?" Dia melirik tubuh Andy yang tak bergerak. "Ya, dia tidak bergerak sama sekali!" kata Mirasih sambil bertanya tentang malam Ian, menanyakan apakah dia sudah bertemu keluarganya dan bagaimana perasaannya tentang berubah menjadi serigala di bawah bulan purnama. Ian menghela nafas panjang, "Keluargaku masih dikurung kan? Aku hanya berburu di hutan, dan sepi sekali!" "Oh, baiklah. Karena malam ini kamu masih harus berubah