Setelahnya penjaga tanah keluarga Dharmaraya berlari ketakutan, dia tidak menyadari sepasang mata merah dengan geram melihatnya tanpa berkedip.'Apa yang dicari Black Shadow di tanah ini?' Pikirannya segera bekerja cepat, kakak keempatnya terluka tadi malam dan ular kesayangannya mati mengenaskan, tidak mungkin Black Shadow yang melukainya bukan? Karena kakak keempatnya tidak bercerita tentang penyerangan. "Apa?!" Seruni terlonjak dari duduknya, "Tidak mungkin itu dia!" serunya dengan panik. "Cepat bawa kakak keempat kemari!"Seruni baru saja akan mencicipi sepotong iga panggang madu sebagai menu sarapannya, dia menyukai aroma dan penampilan iga panggang yang berkilat keemasan dalam balutan madu yang sangat lengket. Sejak adik seperguruannya melaporkan bahwa kedatangan Black Shadow ke dalam komplek villa yang mereka sewa, iga panggang itu kehilangan kecantikannya, rasa yang menggugah berubah menjadi sia-sia."Penjaga kita melaporkan guntur di atas villa ini tidak hanya faktor kebetul
Di dalam bunker tempat Black Shadow menginap, Jenson masih murung dan merasa kesal karena bodoh tidak menyadari adanya jamur beracun di tanah terlarang klan El Wongso. Silveryn memegang sebuah bambu kecil berwarna gading yang berkilau. Bambu Albutar yang tumbuh di dataran tandus Lembah Yordan berusia seribu tahun, ujungnya keriput seolah lengah dengan keberadaan dunia fana ini mengeluarkan kepulan asap tipis, samar samar Dallas merasa pusing berada di samping Jenson. Silveryn mencibirkan bibirnya. "Enyahlah! Jika engkau lemah terhadap asap racun!" Dallas mendelikkan matanya, kakak tertuanya ini sepertinya semakin memperolok kemampuan tubuhnya dalam mengatasi racun, "Aku hanya sedikit pusing bukan mati!" Jenson tersenyum kecut, "Jangan kau sindir aku!" lenguhnya semakin marah. Silveryn menyanyat kecil pada lengan atas Jenson dan meneteskan darahnya dalam mangkok keramik. Darah berwarna merah terang mengucur perlahan. Jack terhenyak, "Mengapa seperti ini?" Panatua Saddie yang sejak
Clara yang menggembung dalam balutan jubah besar berdiri dengan susah payah dekat meja perjamuan. Dia tersenyum dengan getir, kalau bukan karena Dallas yang bersusah payah memintanya bertemu di tengah malam, Clara tidak menerima tamu sampai dia selesai masa persalinan. Perutnya membuncit dan kencang mencirikan kelemahan dia sebagai seorang wanita dan Clara tidak ingin ada yang tahu bahwa bayi dalam perutnya setiap hari membuatnya tersiksa.Tiap langkah dari Remdragon membuat bayi dalam perutnya gelisah, dia menggeliat dan menendang dengan keras. Clara menutupinya dengan senyum kaku, sesekali dia meringis kesakitan. Mengapa bayinya sangat gelisah di pagi ini?Raja Abigail menyambut Jack dan panatua Saddie di teras aula, sikapnya sangat anggun dan terhormat. Jack menyukai raja ini, terlihat tulus dan polos namun tetap dengan sikap seorang raja yang tinggi dan terhormat. Panatua Saddie memegang tengkuknya dengan susah payah, dia merasakan sakit yang menusuk pada area lehernya, terasa be
"Sorry Clara! Janinmu tidak tumbuh. Sepertinya, kamu dan pasanganmu harus berusaha lagi." "Dok, bagaimana mungkin?" lirihku. Dokter di hadapanku menggeleng. "Dari hasil pengujian, kami menemukan penurunan produksi hormon androgen pada indung telurmu" Mataku membelalak. Aku masih muda, usiaku memasuki angka 24 tahun dan memiliki gaya hidup sehat. Gen keluargaku juga baik. Lantas, bagaimana ini bisa terjadi? Seolah menyadari kebingunganku, dokter itu pun berbicara, "Ini sepertinya karena pil kontrasepsi yang kamu gunakan terlalu berlebihan. Untuk berhasil, kamu dan pasangan harus bekerja sama lebih giat. Selain itu, hindari pil kontrasepsi!" Deg! "Dokter, aku tidak pernah meminum pil kontrasepsi sejak menikah" Demi Dewi Bulan, bagaimana mungkin aku meminum itu? Orangtua Benigno yang sudah lanjut usia memaksaku harus segera punya anak. Kini, sang Dokter yang menatapku tak percaya. "Apakah hasil pengujiannya salah?!" "Jika demikian, kapan aku harus melakukan check-up ulang?" tanyak
Kini terdengar tawa genit dari pelayanku yang bernama Uriya. "Tapi, hanya saya yang bisa memuaskan Tuan, kan?" tambahnya lagi dengan suara dibuat-buat. Benigno meludah ke lantai. "Jelas, Uriya! Bagiku, Clara seperti batang kayu. Tak mungkin aku mau menyentuhnya, cih!" Kali ini, tenggorokanku tercekat. Bagaimana bisa dia tidak menyentuhku? Bukankah seminggu sekali, kami bercumbu dan selalu aku berakhir dengan tubuh telanjangku di bawah selimut? Tetapi, kebingunganku itu tak berlangsung lama. Benigno tiba-tiba tertawa sebelum berkata, "Aku membiusnya dengan obat luar biasa kuat, hingga membuat serigalanya tertidur dan dia berhalusinasi seolah sudah kutiduri!" Mendengarnya, Uriya kembali cekikikan. "Bodohnya dia….! Saya meracuninya dengan pil kontrasepsi dan Anda membiusnya, membuat serigalanya dorman. Sampai kiamat pun, perempuan itu tidak akan bisa hamil!" "Oh iya, Sayangku! Berapa lama lagi aku harus menunggu sebelum Anda mencampakkan Clara?" tanya pelayan perempuan itu dengan sua
Sial, ternyata itu ular berbisa. Kupikir hanya ular sawah yang menggigit dan bengkak, "Ular adalah binatang melata, Paman! Mereka bebas menjalar kemana mereka suka. Untuk apa aku melemparnya?!" bohongku cepat. "Tapi, itu kamarmu!" hardik paman Benigno. "Dan kamar keponakan Anda juga" sahutku, "Lagipula, apakah Anda tidak menanyai pelayanku yang mengusir ular dengan tubuh telanjang? Dia pakai cara dukun dari mana?" Paman Benigno kelabakan. "Kita kelompok manusia serigala! Berhadapan tanpa pakaian di tubuh bukanlah kejahatan!" teriaknya sembari menggebrak meja. "Lagipula, bagaimana aku bisa menanyainya? Pelayan itu kritis! Jikapun selamat, dia akan lumpuh selamanya!" Aku memutar bola mataku malas. "Baiklah. Karena kalian tetap menilai ketelanjangan tanpa etika bukanlah pengkhianatan, mari kita putar video ini dihadapan para sesepuh dan polisi!" Setelahnya, aku berjalan santai dan keluar dari sana. Mustahil keluarga Benigno akan memihakku, kan? "Clara! Tunggu!" Ayah Benigno tiba-tib
"Menjijikan?" ucapku sambil tertawa. Benigno meludah. "Sampai kiamat pun, aku tidak tertarik mengawini perempuan idiot sepertimu. Hanya asetmu-lah yang membuat kau tampak bersinar di hadapanku," ucapnya penuh penghinaan. "Dan Kau sudah bertemu dengan kiamatmu bukan?" Aku menatapnya licik. Kilat-kilat sontak kebencian terpancar dari wajah Benigno. "Kau—" "Dasar betina kejam! Menyesal Aku tidak meracunimu sampai mati!" maki Benigno lagi. Aku mencemooh, "Orangtuamu pasti paham, kodok emas itu memilki racun neurotik, Benigno!" Seketika Benigno mematung. Wajahnya kini benar-benar membiru. Aku berlalu dan bergidik ngeri! Aku yang idiot saja tahu kopi berbusa putih yang disesap Benigno, mengandung racun kodok emas. Dua hari kemudian, aku menemui ayahku---Alpha El Wongso, "Ayah aku ingin bekerja!" kataku waktu mengunjunginya di penjara ibu kota Lembah Serangga. Hari ini sudah selesai pertukaran aset dengan video lima detik yang kuambil asal-asalan. Jadi, aku berniat berlama-lama menem
Untungnya, pesawat yang membawaku pun mendarat dengan sempurna di bandar udara ibukota Lembah Utara. Bandara di sini menawarkan kemegahan yang luar biasa dengan langit-langit yang menakjubkan. Kehebatan teknologi pemindai mata biometrik di sana tak ada tandingannya. Aku sempat deg-degan. Namun, ternyata berhasil melewati proses imigrasi tanpa harus mengantri. Cukup dengan pemindaian mata dan aku pun lolos. Di tengah kebahagiaan, roh serigalaku mengejek, "Bodoh! Jika ketahuan, mereka mungkin akan mencungkil matamu yang kotor itu!" Mendengar itu, aku terkekeh saja, lalu berlalu mencari konter bagasi. Sayangnya, tempat itu begitu panjang berkelok! "Astaga, Dewi!" seruku frustasi. Aku melihat koper kecilku di line 3. Butuh waktu sekian belas menit jika menunggu di sini. "Berpindahlah!" Serigalaku kini berlaku idiot memaksaku untuk berpindah. Bagaimana bisa melakukan shiftout di hadapan manusia biasa? Aku jelas menolak gagasan itu. tapi aku akan telat jika tidak segera mendapatkan koper