Share

143. Pengakuan Kian

Penulis: Santi_Sunz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tak sedikit pun, Laureta bermaksud untuk memasang senyum palsu. Namun, itulah yang terjadi begitu ia masuk ke dalam kamarnya. Kian ada di sana sedang menonton televisi. Tidak biasanya ia duduk di sofa dengan santai seperti itu.

Sepertinya Kian sedang menunggunya pulang. Begitu Laureta masuk ke dalam kamar, Kian langsung menghampirinya dan meremas bahunya.

“Dari mana saja kamu?!” bentak Kian.

Laureta agak menciut sedikit. Ia melepaskan tangan Kian dari bahunya dengan sopan. “Aku sudah mengirim pesan singkat.”

“Kamu hanya memberitahuku seperti itu saja. Aku meneleponmu kenapa tidak diangkat?” protes Kian.

“Aku sedang sibuk.”

Laureta berjalan menuju ke walk-in closet untuk mengambil kaus usang dan celana pendek untuk tidur. Ia tidak sudi mengenakan lingerie. Setelah itu ia mandi dan berganti pakaian.

Usai berpakaian, Laureta langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Ia tidak mau berbicara lagi dengan Kian. Namun, suaminya itu langsung duduk di sebelah Laureta dan menarik selimut yang seda
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   144. Sedang Ingin Sendiri

    Laureta membuka matanya dan menurunkan selimutnya dari kepala. Lalu ia menoleh pada Kian.“Benarkah?”Jantung Laureta berdegup kencang hingga ia pikir, ia akan mati. Gawat jika sampai Kian tahu dirinya pernah menjalin hubungan dengan Erwin, keponakannya Kian.“Aku tidak pernah mempermasalahkan tentang hal itu. Selama ini aku diam. Jadi, aku harap kamu pun tidak pernah mempermasalahkan tentang masa laluku dengan Helga,” ucap Kian tanpa berani menatap mata Laureta.Hati Laureta mencelos. Apakah ini artinya tidak pernah ada cinta di antara mereka? Semua yang Kian katakan itu hanya kepalsuan belaka? Mulutnya sungguh tak sanggup mengucapkan kalimat apa pun.Namun, beberapa detik kemudian, Kian menyentuh wajahnya dengan tatapan menyesal. “Laura, aku sungguh minta maaf. Aku tidak pernah bermaksud untuk menyakitimu.”Laureta menurunkan tangan Kian dan kemudian mengangguk. Hatinya pedih dan semakin lama mulai hilang rasa. Ia telah bodoh karena menyerahkan seluruh hatinya untuk Kian. Namun, ada

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   145. Merasa Dicintai

    Laureta pergi ke sebuah toko obat yang ada di mall, lalu membeli beberapa buah alat tes kehamilan. Suatu saat, ia pasti membutuhkannya.Sore itu, Laureta pulang dan terkejut ketika melihat Kian yang sudah ada di rumahnya terlebih dahulu. Di ruang tamu, ia sedang mengobrol seru dengan Adinda berdua.“Laura!” seru Kian. “Akhirnya, kamu pulang. Kamu sudah makan belum, Sayang?”Laureta terkejut melihat sikap Kian yang tiba-tiba perhatian padanya. “A-aku ….”Sebenarnya, Laureta belum makan malam, tapi ia sedang tidak selera. Kian menghampirinya dan merangkulnya dengan sayang.“Kamu belum makan ya? Ayo kita makan sama-sama! Aku sengaja menunggumu pulang supaya kita bisa makan bersama.”Adinda menghampiri mereka. “Sepertinya aku harus pulang. Mataku bisa sakit melihat kemesraan kalian berdua.” Ia terkekeh, lalu mengedipkan matanya pada Laureta.Sungguh, Laureta tidak paham dengan semua ini. Ia merasa jika Kian hanya bersandiwara di depan adiknya. Entah apa tujuannya, tapi yang pasti Laureta

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   146. Menegur Clara

    Butuh waktu dua bulan untuk mempersiapkan perjalanan wisata keluarga Aleandro ke London. Marisa jelas yang paling sibuk di antara semuanya. Alasan Marisa memilih bulan Desember ini karena semuanya sudah libur. Semua orang sudah saling mencocokkan waktu yang pas.Setiap hari, udara jadi semakin dingin karena hujan terus menerus. Suasana natal mulai terasa di mana-mana.Clara sudah memasang pohon natal di ruang kerja Kian. Sekretarisnya itu tersenyum saat Kian memasuki ruangan. Ia baru saja menggantungkan lonceng di pohon yang bagian bawah.“Wah! Kamu sudah memasang pohon natal?” tanya Kian.“Iya, Pak.”Clara pun menegakkan tubuhnya. Kian mengangguk sambil melihat hasil kerjanya yang indah. Meski Kian tahu jika sekretarisnya itu menaruh perasaan padanya dan telah membuat Laureta sakit hati karena perkataannya, tapi Kian tidak bisa memecat wanita itu.Semua urusan pekerjaan masih aman terkendali. Laureta hanya tidak perlu sering-sering bertemu dengannya di kantor supaya istrinya itu tida

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   147. Merindukanmu

    “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Kian yang langkahnya terhenti begitu melihat Helga duduk di sana seorang diri.Helga tersenyum. Wajahnya terlihat agak pucat. Tidak biasanya, wanita itu kini tidak mengenakan riasan di wajahnya. Meski begitu, ia justru terlihat sangat cantik.Kian teringat saat dulu ia pernah tidur bersama Helga dan terbangun di pagi, melihat wajahnya yang polos tanpa riasan. Helga persis terlihat sama seperti waktu itu.Wanita itu menghampiri Kian dan kemudian memeluknya. Ia menyandarkan wajahnya di dada Kian. Seandainya ia bisa menjauhkan Helga dari tubuhnya, ia akan melakukannya dengan tega. Namun, melihat kondisinya yang seperti ini, Kian justru ingin memeluknya dengan erat.Hanya saja, ia tidak balas memeluknya begitu saja. Ada terlalu banyak mata yang melihatnya. Jadi, terpaksa Kian pun melepaskan pelukan Helga.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Kian yang berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan kekhawatirannya.“Aku sudah baikan. Aku hanya perlu banyak istir

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   148. Tertolak

    Ucapan Helga seminggu yang lalu masih terus mengusik Kian. Ia yakin sekali jika terjadi sesuatu pada wanita itu, tapi Kian memilih untuk tidak banyak bertanya. Jika ia sampai tahu yang sebenarnya dan ternyata itu adalah sesuatu hal yang buruk, maka ia mungkin akan langsung jatuh lagi ke pelukan wanita itu.Kian sekuat tenaga untuk tetap bertahan bersama Laureta, istrinya yang kini bersikap berbeda setelah kejadian di rumah sakit itu. Andai saja Laureta mengetahui lebih banyak lagi tentang Kian dan Helga, mungkin Laureta akan langsung meninggalkannya.“Menurutmu, apa pakaianku sudah cukup segini?” tanya Laureta sambil menunjukkan isi kopernya pada Kian.“Ya, aku rasa sudah cukup. Kalau sampai ada yang kurang, nanti kita beli saja di sana,” kata Kian kalem.Laureta mengangguk. “Baiklah. Kamu kan sudah pernah ke sana. Memangnya udaranya bisa lebih dingin dari kulkas?”Kian terkekeh. “Ya, bisa jadi. Kamu harus membawa vitamin dan jangan makan sembarangan supaya tidak sampai sakit.”“Oke.”

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   149. Penerbangan Ke London

    Untuk pertama kalinya dalam hidup, Laureta naik pesawat jet pribadi. Pesawatnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung enam belas orang. Laureta terkesima dan takjub melihat kemewahan yang tidak akan pernah ia alami jika ia tidak menikah dengan Kian.Meski perasaannya masih belum menentu semenjak kejadian di rumah sakit itu, tapi untuk saat ini Laureta bisa disebut berhasil mengesampingkan perasaannya. Ia duduk bersebelahan dengan Kian. Kursinya begitu mewah dan besar. Ia bisa meluruskan kakinya tanpa ada yang menghalangi.Semua orang tampak bersemangat untuk pergi berlibur, termasuk Elisa yang biasanya selalu saja cemberut dan tidak menunjukkan tanda-tanda ramah. Untuk pertama kalinya Elisa tersenyum pada Laureta karena sang kakak duduk di sebelah kirinya berdua dengan suaminya.Erwin duduk di belakang sang ibu bersama Helena, anaknya Marisa yang bungsu. Sementara Renata duduk dengan Feliska, adiknya.Laureta melirik ke arah Erwin yang sedang me

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   150. London

    Dua jam terlewati. Laureta tidur pulas sekali. Kian tersenyum. Istrinya itu tampak polos sekali saat tidur. Kian tergoda untuk menciumnya.Ia pun menunduk, lalu mengecup bibir Laureta. Saat ia menoleh ke samping, Erwin sedang melihat ke arahnya. Kian pun dengan santai duduk kembali. Biar saja mata Erwin terbakar karena melihat mantan kekasihnya kini menjadi istrinya.Sesuatu yang dingin seolah menjalar di dadanya. Nama Helga mengganggu hati dan pikirannya. Ia telah mengkhianati Laureta meski tidak secara langsung. Ia ingin menjauhi Helga, melupakan wanita itu dengan sekuat tenaganya.Namun, begitu wanita itu jatuh sakit, hati Kian langsung terguncang dan bimbang. Menyadari akan hal itu membuat Kian membenci dirinya sendiri. Ia tidak suka akan perasaan seperti ini, membuatnya merasa seperti seorang pengecut.Kian berjanji untuk mencintai Laureta karena wanita itu adalah istrinya dan memang ia merasa nyaman dan dicintai oleh wanita itu. Perasaan cinta Laureta tulus apa adanya. Namun, me

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   151. Beruntung

    Laureta megap-megap seperti yang kehabisan napas. Ia tak menyangka jika Kian akan menciumnya seperti itu. Hasratnya bergejolak, gairahnya mendidih di bawah kulitnya.Lidah Kian menyapu bibirnya, memberikan efek geli hingga Laureta pun bergetar. Lututnya terasa lemas.Kian tidak berhenti sampai di sana. Pria itu dengan gigih mencumbunya, memaksa bibirnya untuk terbuka. Lalu lidah mereka pun saling sapa.Area bawah tubuh Laureta berkedut-kedut hingga mengalirkan sesuatu yang basah dan licin. Laureta pun memeluk leher Kian, memberinya akses untuk menyentuh tubuhnya dengan leluasa.Kian pun menyambut undangan Laureta. Tangannya langsung menggerayangi tubuhnya, tapi sentuhannya tidak begitu terasa karena ada banyak kain yang menghalangi. Ia membuka jaket Laureta dengan terburu-buru. Ciuman mereka pun terhenti, napas keduanya terengah-engah.“Sudah kubilang. Seharusnya jaketnya tidak usah sebanyak ini,” ucap Laureta sambil menautkan alisnya. Ia kesal karena jaketnya agak sulit untuk dibuka.

Bab terbaru

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   EPILOG

    Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   259. Untuk Selamanya

    Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   258. Bertaruh

    Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   257. Acara Pesta

    “Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   256. Meleleh

    Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   255. Pertemuan Pertama

    Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   254. Usaha Kian

    Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   253. Mencari Laureta

    Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   252. Terlambat

    Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian

DMCA.com Protection Status